The Last Word

326 34 8
                                    

Aku ... merindukannya.

Tak pernah sepilu ini.

Aku ingin bertemu dengannya ...

Sosok yang selalu bersamaku dalam rajut kasih bernama 'persahabatan'.

***

Aku berjalan pelan menyusuri koridor sekolah ini, tempat yang pernah menjadi kenang-kenangan kami dulu.

"Ngapain sih lo di situ? Nakut-nakutin orang aja!"

Aku menoleh, menaikkan sebelah alisku. "Emang kenapa? Muka gue kan nggak jelek!"

"Tapi kan lo udah koit, Aur!"

Aku mencebikkan bibirku, "tapi-"

"Balik!" serunya lalu menarik tanganku kasar, membuatku mau tak mau menurut saja dengan sosok menyebalkan ini.

Pernah dengar kata 'grim reaper'?

Mungkin itu sebutan yang tepat untuknya.

Tapi ... penampilannya sekarang tak seseram dan setajam dulu, ia kini menggunakan seragam sekolah kami yang sering disebut 'jelek' itu.

"Ini semua gara-gara lo! Rusak citra gue! Dosa apa sih gue harus ngawasin hantu sableng kayak lo?!" serunya frustrasi sambil mengusap wajahnya kasar.

"Gue cuma mau nyari Andrew! Gue belom bisa balik karea gue belom ngasih tau ke dia kalo-"

"Iya, tau! Tapi ngurus lo itu lebih ribet dibanding ngurus bayi tuyul!" potongnya lalu menatapku. Aku yang duduk di sampingnya hanya menatapnya datar.

Saat ini kami berada di taman belakang sekolah. Dulu, aku sering sekali menghabiskan waktu dengannya di sini. Kami berbagi canda tawa, cerita, kesedihan, dan semua itu masih berbekas jelas dalam ingatanku.

Tiga tahun berlalu sejak kepergianku. Tapi sebetulnya, aku tak benar-benar pergi.

Aku sempat kaget saat mengetahui fakta bahwa aku masih ada di dunia ini.

Semua berawal dengan pertemuanku dengan pemuda berambut hitam kelam ini. Ia kembali mendatangiku setelah kegelapan menelanku sebelumnya. Saat itu, ia mengatakan padaku bahwa aku harus melakukan satu keinginanku yang belum sempat aku wujudkan sewaktu aku masih di dunia.

Dan namanya adalah ...

"Nathan!"

Pemuda yang duduk di sampingku langsung menatap ke depan, tepat di mana seorang gadis berambut sebahu dengan mata besar yang imut. Ia tampak menundukkan pandangannya sebentar, lalu menatapku dan pemuda ini bergantian.

"Mm, boleh ngomong berdua sebentar, gak?" pintanya takut-takut.

Kabar gembiranya adalah, selagi keinginanku belum terwujud, aku masih dapat menunjukkan diriku di depan orang biasa. Ini hebat! Aku serasa kembali hidup, karena akhirnya semua orang menganggapku ada.

Tapi tolong diingat, ini hanya sementara.

Setelahnya Nathan tampak mengangguk, lalu tersenyum manis. Semua gadis awam yang melihatnya pasti rela tunduk padanya karena ia terlihat bagaikan malaikat. Tapi mereka bahkan tak tahu siapa Nathan sebenarnya.

"Boleh kok," jawabnya lalu menoleh padaku, "aku pergi dulu ya."

Cih! Di depan orang lain aja baru deh ramah. Pas cuma berdua? Dia beneran setan! seruku dalam hati tak terima. Namun apa daya, aku hanya dapat mengangguk.

Sambil menatap punggung Nathan dan gadis kecil itu yang tampak menjauh, aku mendengus. "Andrew, kamu di mana sih? Apa perlu aku mengarungi samudera hanya untuk melihatmu lagi?"

1st AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang