Ada seorang pria bertubuh tegap dan atletis, suaranya menawan, tatapannya tajam, wawasannya luas, nilai akademisnya tinggi, berwajah tampan, rambutnya hitam mengkilap, bahkan legenda mengatakan kalau rambutnya sangat lembut (masih menjadi misteri lantaran hanya beberapa gadis saja yang pernah menyentuh kepalanya, dengan berbagai modus tentunya), dan kami (para gadis) menjulukinya "Man upon the Hill", karena keberadaannya yang begitu tinggi dan sukar dijangkau.
Mari kita perhatikan ulang.
Tegap dan atletis. Ya.
Suaranya menawan. Ya. Itu fakta yang jelas. Semua orang jatuh cinta pada suaranya.
Tatapannya tajam. Oooh, mata elang di muka bumi.
Wawasannya luas? Ya ... tapi tak seluas yang dikira. Nilai akademis tinggi juga karena 'sang ilmuwan' telah melatihnya.
Berwajah tampan? Untuk yang ini ... yang ini ... benar. Sejak kapan dia jadi setampan itu?
"Tria, lihat deh. Itu Rony perhatiin kamu terus," teman sebangkuku berbisik tepat di telinga, hampir membuatku merinding saking terkejutnya.
"A ... apa?" sahutku sambil menoleh. Kemudian, Ira menunjuk cowok yang sedang mengerjakan soal di papan tulis. Aku? Aku bingung apa maksudnya. Alhasil, aku cuma bengong.
"Triaaa! Kamu daritadi perhatiin siapa, sih?!" nada suaranya agak meninggi. Aku cuma menoleh ke arah cowok di seberang dekat jendela, yang sedang tidur ... dengan santainya ....
"Uuuh! Alex lagi, Alex lagi!" aku dengar Ira mulai berceloteh, "Depan mata udah ada cogan perfect juga! Lumayan loh walaupun enggak seganteng Arji!"
"Heh! Kenapa kamu berisik sekali, Ira?!" Bu Guru mulai membanting mistarnya di meja.
Ira yang kepergok mengobrol pun cuma bisa sweatdropped. "Eh ... maaf, Bu."
Ira, ira. Aku cuma menatap datar padanya.
***
Jam istirahat kali ini mungkin berbeda seperti biasanya. Aku lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan dibanding berkutat dengan ramuan kimia di labor sebelah. Membolak-balik buku halaman, sebenarnya tidak ada yang kubaca. Aku malah jadi kepikiran soal ... Rony?
"Menarik, sih," celetukku pelan. "Apa bagusnya aku gebet aja, ya?"
"Ya udah, gebet aja."
Horror. Wajah Alex tiba-tiba muncul persis di sampingku dan berkata demikian.
"Ah, Alex!" kataku pelan. "Tapi, setahuku Rony ... eh, dia punya pacar enggak, sih?"
"Who knows? Tanya aja sendiri coba." Alex menaikkan kepalanya, seperti sedang menatap sesuatu dari kejauhan. Aku mengikuti kemana lirikan matanya itu beralih.
Oh. Rupanya Rony sedang mengusili cewek yang juga sekelas denganku-tidak, kami.
"Lex," panggilku, "kalau dipikir-pikir kenapa kita sekelas lagi, ya? Udah bagus kemaren pas kelas dua kita pisah."
"Oh, senang kita pisah?"
"Enggak, sih, sebenarnya."Aku dan Alex akhirnya cuma diam, memandang Rony dan Elda hingga Elda melenggang pergi. Satu hal yang masih aku pikirkan; Alex mulai berubah belakangan ini. Dia semakin hari semakin manis saja kulihat. Oh, inikah yang namanya ...
"Alex, apa kau ingin tahu suatu hal?" tanyaku pada mantan housemate-ku itu. Ia melirikku sesaat.
"Kurasa tidak." Ia mulai mengambil langkah pergi. "Omong-omong, pikir dulu sebelum bertindak-soal Rony."
KAMU SEDANG MEMBACA
1st April
Short StoryJumat, 1 April 2016. Lokasi Nusantara Pen Circle. Apa yang terjadi?