Untuk pertama kalinya, seorang Moza, menginjakkan kakinya di gedung megah bertuliskan SMA Harapan Bangsa. Mulai hari ini, aku resmi menjadi murid di sekolah ini. Tidak, tidak, aku bukan murid SMP yang baru lulus kemarin sore dan masih harus melaksanakan tetek bengek MOS dan lainnya. Alasanku sekolah disini tak lain adalah karena aku dikeluarkan dari sekolah lamaku. Masalahnya sepele sih, aku hanya menjahili seorang guru hingga ia masuk rumah sakit karena serangan jantung.
By the way, katanya, sih, SMA Harapan Bangsa merupakan SMA ter-favorite di kota ini. Sekolah ini banyak menghasilkan orang-orang sukses dan bertalenta. Selain itu, sekolah ini juga terkenal akan kedisiplinan murid-muridnya. Aku heran, mengapa siswi seperti ku –yang pindah karena dikeluarkan- bisa masuk ke sekolah ternama seperti ini.
"Hai semuanya. Gue Moza. Pindahan dari SMA yang-tidak-perlu-kalian-ketahui-namanya. Terima kasih," kemudian aku langsung berjalan menuju satu-satunya kursi kosong di kelas itu.
Disebelahku, duduk seorang cewek cantik. Ia tersenyum ramah kepada ku. "Halo Moza. Gue Bella," ia mengenalkan diri, aku hanya tersenyum menanggapi.
**
Lonceng makan siang berdentang. Aku dan Bella berjalan menuju kantin. Selama di koridor, aku merasa kami menjadi pusat perhatian. Oh, wajar saja pasti mereka mengagumi pesona murid baru alias aku yang sangat cantik ini.
Aku tidak menghiraukan godaan-godaan sekitar kami yang nggak jelas. Cowok-cowok yang bersiul-siul genit atau cewek-cewek yang bergosip ria sambil melihat sinis kepada kami. Tapi, lama-lama aku merasa risih juga, sih.
"Bel, mereka kenapa,sih?" tanyaku pada Bella.
"Biasa. Gak bisa liat yang bening," katanya dengan wajah datarnya.
Aku menarik tangan Bella. "Masa sampe segitunya? Emang ada yang aneh ya dari gue?" Bella berhenti. Ia memperhatikan penampilanku dari atas sampe bawah.
"Gak ada yang aneh, Za. Coba lo balik badan." Aku membalikkan badanku. "Ha?" pekiknya kaget, ia mengambil sesuatu di balik badanku.
"Apaan tuh?" tanyaku kepo. Bella memberikan sesuatu yang diambilnya tadi, dan ini dapat menjawab rasa penasaranku setelah melihatnya.
Shit, aku menggeram kesal. Siapa lagi yang berani-beraninya menempelkan post-it bertuliskan 'JOMBLO KESEPIAN' dibaju belakangku. Masa belum apa-apa track record-ku di sekolah ini udah dibuat hancur sih? Baru juga aku sehari disini. Memalukan!
Aku menoleh ke arah Bella, meminta penjelasan kepadanya. "Hm, kayaknya gue tau siapa pelakunya," kata Moza dengan wajah sok misterius. Lihat saja nanti, kalau aku bertemu orangnya, akan kuhabisi dia. Belum mengenal siapa aku yang sesungguhnya! Hai kamu, aku murka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia
Teen FictionAku takut. Ketakutan itu membawa ku menuju ketakutan yang lain. Ketakutan kecil yang berkembang biak menjadi besar. Aku pikir aku sudah melupakannya. Nyatanya tidak. Sedikitpun. Aku pikir semuanya sudah baik-baik saja. Nyatanya tidak. Sedikitpun. Ak...