Aku masih berada di pelukan kakakku. Dimana aku merasa aman dan di harapkan. Dia balas memelukku, bahkan menepuk nepuk pelan punggungku. Aku bisa lihat dari sudut mata, semua orang memandangku bingung dan . . Jijik. Aku sudah terbiasa.
Mencolok sekali, Denis yang paling terlihat jijik. Aku benar - benar benci dan lebih jijik padanya. Entah mengapa rasa itu tiba - tiba muncul.
"BE REAL, PRILLY!" teriaknya padaku
Aku menahan isakanku yang tadinya hampir reda. Apa maksudnya? Dasar orang gila!
"Denis! Jangan memperburuk keadaan!" teriak Tasya
"Apa lagi yang bisa kita lakukan selain membuat dia kembali ke dunia nyata? Dia harus sadar siapa dia, siapa yang nyata dan siapa yang tidak. Dia harus kalau orang - orang baik yang dia bilang itu tidak pernah ada!" kali ini suaranya berapi - api
Siapa yang dia bilang tidak ada? Kakakku? Aku mulai menengok ke arahnya dengan tatapan yang sengaja ku buat tajam.
"Siapa yang tidak nyata?"
"Semua orang yang kamu anggap baik, jujurlah pada dirimu sendiri, kamu yang menciptakan mereka untuk melindungi jiwamu. Sadar, Prill"
Aku tersenyum. Senyum yang getir.
"Aku juga maunya seperti itu. Kalau bisa aku sadar kalian semua tidak nyata. Aku juga maunya seperti itu. Kalau diperbolehkan meminta, aku berharap aku yang tidak pernah ada" kataku dengan begitu lirih
Dia orang yang tidak tahu malu, dia bilang orang - orang yang baik untukku tidak nyata. Jadi, dia sendiri juga tidak nyata, karena sebelumnya dia ada sebagai orang baik bagiku.
Ada vas bunga disebelahku, aku tahu dia rapuh, jadi kulempar ke arah Denis, ada bingkai foto Budhe yang keras, kulempar juga ke arahnya.
Aku tidak tahu bagaimana reaksi Denis, apakah dia terluka atau tidak, apakah lemparanku mengenai sasaran dengan benar atau tidak, aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah masih ada barang untuk ku lempar.
Aku dengar Budhe berteriak memberi aba - aba pada Mbak Minah, aku tahu dari telunjuk Budhe yang menegang menunjuk ke sebuah sudut.
"Budhe tanya baik - baik. Kamu mau diam atau tidak?"
Pertanyaan itu ku dengar tiba - tiba, aku bahkan masih melayangkan barang apapun ke arah Denis, jadi aku tidak bisa diam tiba - tiba. Aku merasa seperti kemampuan motorikku tidak sinkron dengan apa yang diterima impuls otakku.
Baru saja mau kuhentikan gerakku, seperti sebuah jarum ditusukkan di pantatku. Ku lihat mbak Minah menyuntikkan sesuatu di belakangku. Tatapannya seperti seorang suster. Aku mati rasa juga lemas, jatuh ke lantai dengan mata tertutup. Tapi, sayup - sayup masih bisa ku dengar berisik lingkungan sekitar.
Tubuhku terangkat, aku tahu seseorang menggendongku, lalu menidurkanku di kasur. Aku terlalu lemas dan tidak berdaya untuk protes.
"Sejak kapan seperti ini, Bu?" suara berat ini adalah Denis, aku kenal betul
"Setahu saya sudah lama, mereka berusaha melindunginya dengan cara yang halus, dan sepertinya berhasil dalam beberapa tahun terakhir, dia bahkan bisa melanjutkan sekolahnya sampai sejauh ini" kali ini Budhe angkat bicara
Siapa dan apa yang mereka bicarakan?
"Beginilah jadinya jika terlalu membuatnya terlena, Bu. Dia akan semakin menciptakan banyak 'orang baik' untuk sekedar melindungi dan mensupport buah - buah pikirannya"
Hening.
"Saya sudah alami ini sebelumnya, Bu"
Mengalami apa? Informasi - informasi ini terlalu berat untuk ku lahap dalam sekali tangkap. Seseorang tolong aku.