Mistrust Man

321 8 0
                                    

Rumah Budhe Asti memang yang terbaik! Banyak makanan yang aku suka di dalamnya, dan yang paling penting adalah tidak ada yang melarangku untuk makan. Seperti yang kulakukan saat ini, satu cone es krim coklat di tangan kanan dan lolipop di tangan kiri. Surga !

Ayah selalu melarangku memakannya karena memang ada riwayat sakit lambung , tapi jujur saja aku tidak merasakan sakit apapun selain nikmat setelah memakannya.

Kulihat Budhe Asti keluar masuk ke dapur tempat sekarang aku berada, dari mulai es krim ku padat sampai mencair di perutku, begitu terus pergerakannya.

"Budhe, kenapa keluar masuk terus? Kaya ingus aja. Duduk sini sebelah Prilly" ajakku menepuk kursi di sebelahku

"Tidak ada apa-apa, sayang. Budhe cuma mau tanya, perut kamu gimana rasanya? Sakit? Kamu makan es krim sama lolipop sekaligus. Budhe takut dimarahi sama ayah kamu"

Aku tersenyum merespon ucapan Budhe. Beliau benar - benar baik, andai aku punya Budhe sebagai ibuku, aku pasti lebih bahagia. Budhe bahkan tidak marah ketika aku tidak merespon ucapannya, justru mengkhawatirkanku layaknya seorang ibu pada umumnya, sebenarnya aku hanya mengetes kesabaran Budhe. Jadi, aku bisa tahu beliau ini bisa jadi orang yang melindungiku atau tidak.

Yang mengejutkan justru Budhe menangis, apa karena aku tidak meresponnya? Aku jadi tidak tega melihatnya.

"Budhe kenapa menangis?"

Tidak ada jawaban, budhe justru terisak.

"Maafkan Prilly, Budhe. Prilly tadi cuma bercanda, bukan sengaja mengacuhkan Budhe. Sudah, Budhe jangan menangis lagi"

Perlahan ku usap wajah Budhe yang mulai keriput. Budhe mungkin lebih tua dari Ibu, tapi Budhe sama sekali tidak terlihat lebih tua jika dibandingkan dengan Ibu.

"Sayang, kamu cantik sekali. Budhe jadi iri" Kata Budhe yang membuatku terharu, sebelumnya tidak ada yang pernah bilang begitu kepadaku

"Terimakasih, Budhe ku yang lebih cantik"

Budhe tersenyum, lalu menarikku menuju kamarnya.

"Kenapa ke kamar Budhe?"

Budhe menepuk sisi yang tersisa di sebelahnya. Aku mengangguk dan meringkuk di sebelahnya.

"Hari ini Budhe mau dengerin cerita kamu" katanya sambil menerawang ke langit langit kamar

"Cerita tentang apa? Aku tidak punya dongeng untuk menidurkan Budhe"

"Tapi, kamu punya cerita tentang apa yang kamu alami hari ini, kan?"

Aku menurutinya dan mulai menceritakan hariku, semuanya hanya tentang Tasya, Denis, dan suasana sekolah. Jadi, belum ada 5 menit, ceritanya sudah berakhir. Budhe kemudian menatapku lama, seperti menunggu kelanjutan ceritanya.

"Sudah, Budhe. Itu aja, memangnya apa yang Budhe harapkan dari anak baru?"

"Budhe cuma berharap kamu sehat terus. Ya sudah, ayo tidur"

Kemudian, aku tidur di pelukan Budhe. Andai boleh memilih dilahirkan oleh siapa, tanpa pikir aku akan memilih Budhe ku.

Dalam tidurku, sayup - sayup aku mendengar Budhe berbisik padaku.

"Jangan takut, nak. Budhe disini"

Kemudian, aku merasa benar - benar berani. Berani yang berbeda dengan melawan seseorang, berani yang menaklukan ketakutanku. Kalian mungkin tidak akan mengerti sebelum di peluk dan dibisikkan seperti itu oleh Budhe. Seperti mantra.

Pagi harinya, aku dibangunkan Budhe di pagi buta, mataku bahkan terasa seperti di beri perekat. Aku mendengar teriakan Budhe dan mbak Minah, tapi mataku benar - benar sedang tidak toleran.

Aku Dalam JeratWhere stories live. Discover now