"Prill, jadi lo.." ucapan Cinta terhenti. Ia terlihat menimang - menimang kelayakan kalimat yang akan di lontarkannya.
Alarm tanda bahaya yang berbunyi di dalam kepala Prilly mengarahkan tangannya dengan cekatan menuju pipi halus Cinta.
PLAKKK, sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Cinta.
"Apaan sih, Prill!" bentak Cinta menghempaskan buku yang di tatapnya sedari tadi.
"Seneng kan lo udah tau semuanya! Lo mau kasih tau semua orang dan mempermalukan gue kan?! Lo mau nyebarin berita kalau gue, seorang adik kembar yang hina karena menyukai kakak kembarnya kan?! IYA KAN?! Lo belum paham arti sahabat. " Bentak Prilly tidak mau kalah.
Sementara keadaan masing hening, mereka sibuk dengan hati dan pikiran masing - masing. Di dustai luka bahwa terbang hanya angan yang dihempas bersama air mata.
Cinta menumpahkan air mata yang sudah tergenang di pelupuk matanya, kemudian pergi dengan menguapkan sederet kalimat yang tadi hampir keluar, sebelum Prilly menamparnya.
"Lo bener, Prill. Gue belum paham arti sahabat, karena seorang sahabat gak akan menyakiti sahabatnya sendiri, makasih atas sakitnya. Satu lagi, tadi gue Cuma mau bilang kalau ternyata lo punya buku diary yang sama sama gue."
Sosok Cinta yang perlahan menghilang meninggalkan sebuah kenyataan bahwa Prilly-lah yang belum paham bahwa sahabat tidak menyakiti, dan gegabahnya Prilly dalam menyimpulkan kemungkinan makin memojokkan posisinya.
Prilly menatap Ali seolah mengaharapkan kekhawatiran, padahal kesempatan itu telah dibawa pergi oleh bekas merah tangannya di pipi Cinta.
"Maaf, Prill. Cinta lebih butuh kekhawatiran gue sekarang" Ucap Ali seakan dapat membaca pikiran Prilly yang telah menjadikannya pokok pikiran sedari tadi. Dan, Ali pun pergi
***
"Cinta! Cinta Tunggu!" panggil Ali di tengah larinya
"Apa?" Tanya Cinta menghentikan langkahnya
"Maaf" Hanya itu yang terlontar. Lidahnya terlalu kelu untuk mengutarakan ketidakpahamannya atas apa yang terjadi.
"..." Cinta hanya diam dan masih belum membalikkan tubuhnya.
Kemudian, mereka tenggelam dalam diam, bergulat dengan fikiran masing - masing. Sampai Cinta membalikkan badannya untuk membuka pembicaraan.
"Jadi, apa selanjutnya? Setelah kamu tahu adik kembarmu menyukai kamu?" tanya Cinta datar
"Entah. Mungkin aku bakal lebih melindungi dia. Karena kalau Ibu sampai tahu, sesuatu yang buruk menimpa dia. Aku gak tega aja"
"Melindungi? Jangan bilang kamu juga suka sama Prilly. Ali, mungkin kamu butuh sendiri untuk memahami sesuatu. Tentang siapa aku, siapa kamu, dan siapa dia" Kalimat itu mengakhiri pertemuan mereka, Cinta pergi begitu saja.
Ali hanya bisa menghela nafas panjang, Ia bingung harus bagaimana menyikapi dua wanita ini. Ia pun memilih segera kembali ke rumah, sampai di teras rumah terdengar keributan di dalam. Kekhawatiran pun terus menciptakan kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam kepala Ali
"Gak bisa gitu, Prilly! Kamu itu perempuan!" Bentak Ibu
"Memangnya kenapa, Bu? Ini masalah nyawa, bukan gender!" Sifat Prilly tidak mau kalah membuka perpanjangan debat antara Ibu dan Anak ini.
Ali yang tidak tahu menahu mendekat ke Ayah dan bertanya apa yang terjadi.
"Ada apa ini, Yah?"
"Om kamu yang di Palestina tadi ngabarin kalau istri sama sepupu kamu meninggal karena bom dari Israel. Dan, Prilly nekat minta jadi sukarelawan perang disana" Jelas Ayah pada Ali yang kini ternganga, entah karena insiden kematian tante dan sepupunya, atau karena keputusan Prilly yang nekat.