Ku raih tangan Prilly dan mengajaknya ke motor untuk pulang. Dia sama sekali tidak menoleh ke arahku. Apa maunya?
"Jelasin apa maksud ini semua!" perintahku
"..."
"Prilly, please" ucapku memohon
Akhirnya, Ia menoleh ke arahku.
"Gue mau cerita kalau lo ada di pihak gue" jawabnya menantang
"Gue di pihak lo. Tapi tergantung imbalannya" ucapcku sambil nyengir
Dia mendesah panjang, "Hhhhhh, gue salah cari sekutu"
*Flashback PRILLY POV*
Seisi sekolah memandangku aneh setibanya aku di sekolah. Sebisa mungkin ku tutupi rasa khawatirku dengan tatapan keangkuhan sehingga memberikan kesan kuat di mata orang terhadapku.
Di depan kulihat gerombolan biji cabe yang dulu pernah menyiksaku, aku sedang tidak ingin membuang tenagaku, jadi kubiarkan mereka menatapku jijik.
"Lo pikir pantes dandanan kaya gitu?" tegur Rina, ketua biji cabe
"Eh, jangan keras - keras, nanti kakaknya marah, kita deh yang kena" timpal yang lain
Entah apa kesalahanku sehingga mereka selalu mencari bahan pertengkaran denganku, kali ini aku tak mau kalah. Akan ku balas apa yang dulu dia lakukan padaku, impas!.
Ku raih rambut mereka satu per satu dengan genggamanku, 5 orang jadi satu. Ku jambak dan tarik ke sembarang arah.
"Itu balasan buat kalian atas apa yang kalian lakukan dulu!" tegasku pada mereka, lalu bergegas pergi dengan senyum kemenangan.
"BERANI LO SAMA KITA!" teriak Rina sambil menjambakku
5 orang itu pun menjambakku sadis, mencakar pipiku, mencubit lenganku dengan kuku mereka. Aku yang geram segera bangkit, mengambil sapu yang bentuknya seperti di film Haryy Potter, dan ku pukulkan ke mereka, seketika mereka semua jatuh. Dengan penuh rasa kemenangan, aku membalikkan tubuhku untuk segera ke kelas.
DEG
Bu Lusi, sang kesiswaan tergalak di sekolah sudah tepat di depan mata. Aku berani taruhan, setelah bertemu Bu Lusi, hariku akan semakin buruk.
Aku semakin terlihat bersalah setelah sapu Harry Potter itu melumpuhkan musuhku.
*Flashback end*
Entah aku harus menanggapi kelakuannya seperti apa. Aku tahu betul, Prilly yang sekarang tidak mudah di kasari, emosinya akan lebih tinggi, tapi di perlakukan dengan cara halus pun tidak berpengaruh apa -apa untuk mengubah jalan pemikirannya.
AUTHOR POV
Ali membawa Prilly pulang ke rumah dengan motor kesayangannya. Menerabas jalanan Ibu Kota yang terbakar matahari.
Sesampainya Ali dan Prilly di rumah, wanita paruh baya yang mereka panggil 'Ibu' langsung menghujani saudara kembar tersebut dengan pertanyaan. Tidak satupun dari mereka yang menjawab.
Dengan enteng Ali memberikan surat dari Bu Lusi kepada Ibu. Raut khawatir Ibu berubah menjadi murka . Actually, what is in it?
Tiba - tiba Ibu menyeret Prilly ke kamar dengan kasarnya. Dan...
PLAAKK, wanita itu melayangkan tamparannya, lagi.
"Dengerin Ibu baik - baik!"
Prilly tak sanggup menatap kilatan matanya yang tajam seolah menyalahkan Prilly atas semua pelarian ini.