5. Menangis?

673 32 0
                                    

Sudah 2 hari aku berada di kota ini. Ya. Aku pergi ke Bandung untuk mendinginkan kepalaku. Tenang saja, aku tinggal bersama sepupuku. Aku juga sudah memberitahu keluarga dan teman-temanku aku ada disini. Pertamanya Titin kira aku pergi karena aku marah dengannya. Haha. Itu tidak mungkin. Aku bukan orang seperti itu.

"Je, mau sampe kapan lo disini? Gak kangen sama keluarga lo apa? Sama temen-temen lo juga?" Ucap Jordan -sepupuku-

"Wah, jadi lo ngusir gue nih? Lo gak mau gue disini?"

"Bukan gitu kale. Gue kalo mau juga lo nya tinggal disini kali. Tapi gue kan gak mau juga tante Ria sama om Daud khawatirin lo mulu."

"Haha, iya gue tau. Gue bakal pulang kalo pikiran gue udah tenang. Tenang aja, oke?"

"Oke oke. Terserah lo deh Je."

Iya. Pikiran ku sekarang masih belum tenang. Aku masih belum bisa menerima bahwa Bian sudah bukan milikku. Aku masih ingin dia menjadi milikku. tiba-tiba kepala ku mulai pusing kembali. Dan darah juga sudah mengalir keluar dari hidung ku. Aku pun mulai menangis karena aku tidak bisa menahan rasa sakit ini. Dan akhirnya pandanganku menjadi gelap.

=•=•=•=•=•=

BIAN's POV

Gue lagi ada janji sama Sasha kalo kami bakal ngerayain hari jadi satu bulan kami disebuah cafe yang berada di dalam mall.

"Yang, kita mau langsung ke cafe aja kan?" Tanya nya.

"Iya yang. kita langsung aja ke sana." jawab gue.

Kami pun akhirnya sampai di cafe tersebut. Kami memilih duduk di meja yang dekat dengan jendela. Agar bisa melihat pemandangan di luar mall.

Kami sudah selesai makan. Tapi karna kami ingin menghabiskan waktu berdua lebih lama lagi, kami tetap berada di cafe sambil melihat ke pemandangan luar mall.

"Yang, pemandangannya bagus yah. Kamu milih tempat bagus banget aku suka deh." Ucapnya.

"Iya yang, aku sengaja loh pilih ini buat kamu. Bagus deh kalo kamu suka." Ucap ku sambil tersenyum  terpaksa kepadanya. Hanya karna senyumanku, wajahnya sudah menjadi merah sekali. Seperti kepiting rebus. Polos sekali dia. Kalo bukan karena 'itu' aku tak akan mungkin bersamanya saat ini.

Ngomong-ngomong tentang kepiting rebus, aku jadi mengingat tentang Jeanny. Apakah jika ia blushing masih semerah kepiting rebus? Sudahlah. Aku juga tidak boleh memikirkan orang lain sekarang. Yang kupunya sekarang adalah Sasha. Bukan Jeanny.

Hawa panas apa ini? Aku merasa ada yang sedang memperhatikanku. Aku pun mengelilingi pandanganku dan berhenti tepat kepada seseorang yang berada tidak jauh dariku. Aku membelalakan mataku dan begitupun dia. Kami sama-sama kaget. Tapi kenapa dia bisa berada disana? Sasha yang tau aku sedang memperhatikan sesuatu mengikuti arah pandang ku. Dan 'dia' cepat-cepat memalingkan wajahnya dari kami. Iya dia. Jeanny.

"Kamu kenapa ngeliatin dia?" Tanya Sasha.

"Aku tadi ngerasa ada yang liatin aku dari tadi. Pas aku liat ke arah tadi, eh bener ada yang ngeliat ke arah kita. Udah gak usah dipikirin." Ucap gue.

"Hahaha, mungkin dia ngefans sama kamu makanya kayak gitu." Gue pun membalasnya hanya terkekeh.

Tunggu. Gue mendengar suara orang menangis. Gue melihat ke arah 'dia'. Dan benar. Dia menangis. Di hati nurani gue yang paling dalam menyuruh gue untuk pergi ke meja makan nya dan menanyakan mengapa ia menangis. Tapi keadaan memaksa gue untuk tidak pergi ke mejanya. Gue semakin mendengar suara isakannya yang semakin kuat. Dan tiba-tiba menghilang dengan suara pintu terbuka. Ternyata ia telah keluar dari cafe ini.

Kenapa gue masih mikirin dia? Kan gue juga yang minta agar hubungan ini selesai. Ada apa dengan gue? Gue gak boleh mikirin dia lagi. Sekarang yang harus gue pikirin hanya Sasha. Ya. Hanya Sasha.

***

Sengaja ya gue pendekin chap ini. Soalnya gue mau buat ini cuma sampe 10-12 atau 13. Haha pendek ya? Gue mikirin semuanya cuma sampe segitu doang sih :v peach out. ;)

To be continued.....

170416

Late.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang