P.s.: masih lanjutan flashback chap 8.
***
Keesokkan hari nya, saat aku tiba di sekolah, Bian menemuiku dan menyuruhku untuk ikut dengan nya.
"Je. Aku mau ngomong sama kamu."
"Ngomong-ngomong aja, aku bisa denger kok." Aku masih bete dengan nya karena hal kemarin.
"Aku mau kita putus." Aku membeku mendengarnya. Putus? Kenapa?
"Ha?! putus? Kenapa? Kita berantem gara-gara kemaren kamu langsung minta putus?! Yang bener aja kamu."
"Pokoknya aku minta kita putus. Sekarang kita udah gak ada apa-apa lagi."
"Gak bisa. Gak bisa. Kenapa?! Kenapa kamu mutusin aku? Alasannya apa?!"
"Karena aku uda bosen sama kamu. Itu." Seperti tersambar petir, aku terdiam seribu kata. Apa dia bilang? Bosen? Kurasakan mataku yang mulai memanas. Air mataku terus-terusan mendesak untuk keluar. Tapi aku menahannya.
"Ja-jadi, ka-karena Bosen kamu mu-mutusin aku? Oke. Aku terima. Aku.. aku minta maaf karena aku gak bisa jadi pacar yang baik buat kamu, makanya kamu bosen kan? Haha. Iya, aku orangnya emang ngebosenin kok. Aku tau itu. Aku minta maaf. Kamu juga pasti uda punya gebetan baru yang gak ngebosenin kan? Hahaa." Karena tak tahan lagi, air mataku pun menetes.
"Sebenernya sih, aku hari ini mau ngasih kamu sesuatu karena hari ini anniv kita yang ke-2 tahun. Ini. Aku mau kasih ini. Kalo kamu emang gak mau yah buang aja gpp kok. Aku pergi dulu." Aku memberikan hadiah itu kepadanya, dan langsung pergi dengan wajah yang banjir akan air mata. Aku tidak menuju ke kelas, melainkan aku masuk kembali ke mobil ku, yang memang hari ini aku membawanya. Aku memang marah dengan nya, tapi kemarahanku tidak akan membuahkan apa-apa. Jadi aku memilih bicara baik-baik dengannya. Bisa kulihat dengan jelas bahwa dia kaget akan pemberianku. Yah sudahlah. Haha. Aku tah menyangka, aku akan putus dengannya tepat hari jadi kami yang ke-2 tahun.
Flashback off
Aku pun mulai menangisi kejadian itu. Aku benar-benar tidak mengerti alasan dia memutuskan aku saat itu. Hingga keesokkan harinya lagi, tersebar berita bahwa Bian dengan Sasha pacaran. Sakit. Saat itu aku menangis hingga aku tak tersisa air mataku. Aku capek menangisinya terus-menerus.
"Je, lo kenapa nangis?! Cerita sama kita-kita" ucap Olive.
"Gue keinget la-lagi sama ca-cara Bian mutusin guee." Suara tangisanku semakin membesar.
"Gu-gue gak bisa ngelupain dia liv. Hiks... gue kangen sa-sama dia. Hiks.." aku pun memeluk Olive. Aku kangen sama dia. Dia yang selalu ada buat aku, dia juga yang mutusin sku karena bosan. Iya dia. Teman-temanku pun ikut memelukku lagi. Memang mereka lah yang paling mengerti aku.
Dan tiba-tiba, sakit di kepalaku datang lagi. Kali ini, hanya sakit kepala, tidak mimisan. Sakit nya pun tidak sesakit kemarin. Ini karena pengaruh obat yang menahan rasa sakit ku. Aku merasakan kepalaku yang berputar-putar lagi, dan juga terasa berat.
"Je! Je! Tahan Je! Gue bawa lo ke RS!" Itulah kata terakhir yang kudengar, dan untuk kesekian kalinya, semua nya menjadi gelap lagi.
***
AUTHOR's POV
Jeanny sudah dibawa ke rumah sakit. Sekarang dia berada di ruang rawat inapnya, karena dia sudah agak baikan. Sedangkan keluarganya sedang berada di ruanh dokter yang menangani Jeanny.
"Pak, buk, kalian bisa melihat bahwa kanker dari otak Jeanny sekarang sudah menjalar ke paru-paru. Ini berbahaya jika kanker ini sudah berada di jantung. Sewaktu-waktu Jeanny bisa meninggal kapan saja. Kita hanya bisa menunggu waktu."
"Apa anda berharap anak saya meninggal?! Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya?!" Ucap Daud -papanya Jeanny-
"Alat untuk menyembuhkan kanker anak bapak belum ditemukan. Tidak ada lagi yang bisa kami bantu selain kemoterapi. Bapak dan ibu juga tau, jika kemoterapi itu hanya meredakan sakitnya, bukan menyembuhkan penyakitnya bukan? maka dari itu, kalian harus bisa mencoba ngikhlaskan anak bapak dan ibu jika sewaktu-waktu dia di panggil dengan yang Maha Kuasa. Kita tidak akan tau kapan anak anda akan tiada. Bisa saja umur anak bapak masih panjang. Kalian harus mengikhlaskan anak bapak kepada yang di atas." Ucap dokter itu.
"Terima kasih dok. Saya akan mencoba mengikhlaskan anak saja. Memang umur seseorang tidak ada yang tahu selain Tuhan yang diatas. Sekali lagi terima kasih dok." Daud dan Ria -orang tua Jeanny- menjabat tangan dokter dan langsung keluar menemui teman-temannya Jeanny.
"Ma, apa kata dokter?" Tanya William.
"Dokter bilang kankernya sudah menjalar ke paru-paru nak. Kalau kanker itu sudah ke jantung, itu akan membahayakan Jeanny." Ucap Ria dengan sesungukan.
"Hah?! Udah ke paru-paru om, tan? Gimana kondisi Jeanny om? Tan?" Tanya Zahra.
"Dokter juga bilang kalau sewaktu-waktu dia bisa meninggal kapan saja. Alat untuk menyembuhkan kanker otak sampai sekarang belum ditemukan. Kita hanya bisa berharap kepada Tuhan, untuk memanjangkan umurnya nak Zahra. Walaupun dilakukan kemoterapi, tetap saja tidak akan sembuh. Kemoterapi hanya meredakan sakitnya, bukan menyembuhkan." Ucap Daud.
"Ha? Jadi ... jadi Jeanny bisa mati kapan aja?! Gue gak mau Jeanny meninggal!" Ucap Cene sambil menanggis.
"Emangnya lo pikir lo doang yang gak mau Jeanny meninggal?! Kami juga gak mau kehilangan Jeanny!" Ucap Toni.
"Udah la guys, semua orang tuh pasti akan meninggal pada akhirnya. Mungkin Jeanny orang yang terlalu baik, makanya Tuhan ingin cepat-cepat Jeanny kembali ke sisinya kan? Kita juga gak tau kapan Jeanny meninggal. Kita harus bisa menghabiskan detik-detik terakhir bersamanya. Biar dia gak merasa sendiri menghadapi kankernya." Ucap Titin.
"Udah kita doain aja dia biar panjang umur. Amin." Ucap Toni.
"Amin" ucap mereka dengan serentak.
***
JEANNY's POV
Beberapa jam setelah itu, aku kembali tersadar.
"Huhh, gue capek kalo harus pingsan mulu. Keluar masuk rumah sakit. udalah ma, pa, mendingan mulai sekarang aku tinggal di rumah sakit. Aku gak akan keluar lagi kalo aku gak mau. Aku gak mau sekolah lagi. Capek juga. Ya ma, pa, boleh ya?" Ucap ku dengan nada memohon. Aku memang sudah capek untuk keluar masuk RS. Sekalian saja tinggal di RS. Toh, waktu ku gak lama lagi.
"Yah, kalo itu memang mau kamu, papa sama mama bisa apa nak?" Jawab papa.
"Haha, makasih papa mama ku sayang" ucap ku sambil memeluk mereka erat.
"ma, pa, koko mana?" Tanya ku.
"Gue disini duttt." Datang ntah dari mana, tiba-tiba muncul.
"Aaah koko, siniii, gue kangennn" koko pun menghampiriku dan memelukku.
"Gue juga kangen sama lo dekk. Oh ya, gue baru selesai UN loh. Gue lulus lo harus dateng ke sekolah ya. Gue gak mau tau. Janji?" ucapnya sambil memberikan kelingking nya. Aku takut. Aku takut aku tidak bisa menepati janji ini. Tuhan, tolong jangan cabut nyawaku sebelum kelulusan Tuhan. Aku masih ingin melihat koko bahagia untuk yang terakhir kalinya.
"Oke, gue janji gue bakalan dateng." Ucap ku sambil memeluknya lagi.
"Kami gak diajak gitu peluk-pelukannya?" Sindir Titin.
"Hahaha, sini-sini kita pelukan kayak teletubies lagi." Ucap ku dan mereka semua memelukku lagi. Hangat. Aku pasti akan merindukan kehangatan ini.
***
Huaa, gue nangis pas buat ini :'(
Akhirnya gue bisa bikin diri gue sendiri nangis dengan novel yang gue buat :'v
Moga kalian nangis juga yaaa :vTo be continued.....
230416
KAMU SEDANG MEMBACA
Late.
Short Story• C O M P L E T E D • Penyesalan, Selalu datang belakangan. Ketika kita sudah melakukan kesalahan, penyesalan itu pun datang. Dan ketika penyesalan itu datang, semua sudah TERLAMBAT. "If i could turn back time.." 12/04/16 - 25/04/16