Dea nampak begitu cantik dan bibirnya yang begitu seksi membuat gue tergoda. Rasanya gue ingin mengecup bibir nya itu di bawah bintang-bintang malam ini.
Ini bakal jadi ciuman pertama gue nih, wahhh ga sabar. Pikir gue.
Perlahan muka gue mendekati muka nya, dan muka kami begitu dekat. Gue letakkan tangan gue di pipi nya. Bibir gue pun perlahan gue arahkan ke bibirnya. Tinggal beberapa sentimeter lagi, tiba-tiba terdengar dering telpon dari hp gue. Ciuman pertama pun gagal. Segera gue mengambil hp dari saku gue. Ternyata itu telpon dari Ajeng, lagi-lagi si Ajeng. Gue pun mengangkat telponnya.
"Za...lo... bisa beliin gu..e obat ga? Tiba-tiba kepala gue pusing" Ucap Ajeng nampak susah berbicara.
"Lo sakit jeng?? emang ibu lo kemana?" Jawab Gue khawatir.
"Ibu gue kan tiap malam minggu jualan Za di pasar malam"
"Yaudah gue segera kesana ya Jeng" Ucap gue menutup telpon.
Kemudian gue segera berlari, tapi tiba-tiba Dea menghentikan gue.
"ZA!!" Ucap Dea.
"Apa lo bakal ninggalin gue begini aja?" Lanjut Dea.
"Aaa.." Gue heran dan binggung
"Maaf kali ini... Ajeng perlu banget bantuan gue" Lanjut gue kemudian bergegas pergi.
Sesampainya di rumah Ajeng gue segera memberikan obat kepada Ajeng. Dia terlihat pucat dan suhu tubuhnya juga panas sekali. Gue pun mencoba membuatkan bubur untuk Ajeng. Saat gue di dapur entah kenapa suasananya begitu mencekam. Bulu kuduk gue pun berdiri, sumpah gue merinding ketakutan ini. Tiba-tiba ada tangan yang mencekram kaki gue, gue pun menoleh ke bawah dan berteriak menampaki suster ngesot berambut pendek dan pakai baju tidur.
Setelah gue cermati lagi ternyata itu adalah Ajeng. Gila sudah tercoreng kejantanan gue gara-gara ini.
"Gile lu Jeng, ada apa kok lo ngesot gitu?"
"Kayanya... gu..e ma..u ke..ru..mah sa..kit aja de..h" Ucap Ajeng terbata-bata.
"Ohh... yaudah buruan kita ke rumah sakit" Jawab gue dan bergegas membawa Ajeng menuju rumah sakit.
Tak ada satupun taksi yang lewat di sekitar daerah rumah Ajeng. Daripada menunggu lama, segera gue menggendong Ajeng dan berlari menuju rumah sakit. Sebenarnya jarak rumah sakitnya lumayan jauh, tapi daripada Ajeng pingsan begitu aja lebih baik gue bergegas membawanya. Dengan napas terengah-engah gue sampai di rumah sakit. Gue berteriak-teriak memanggil dokter agar segera menangani Ajeng. Tak lama kemudian seorang dokter bergegas membawa Ajeng ke UGD untuk dirawat. Sekitar 20 menit menunggu dokter pun memanggil gue.
"Anda keluarga pasien?" Tanya dokter.
"Bukan dok, saya temannya"
"Keluarganya sudah diberi kabar?"
"Sudah dok barusan saya telpon"
Tak lama kemudian Ibu Ajeng datang dan langsung menanyai dokter tersebut bagaimana dengan keadaan anaknya.
"Bagaimana keadaan anak saya dok" Tanya Ibu Ajeng.
"Keadaannya tidak parah, dia hanya kelelahan dan kekurangan cairan" Jawab dokter.
"Syukurlah..."
"Sekarang anak Ibu sudah dipindahkan ke ruang biasa. Silahkan Ibu mengurus administrasinya"
"Baik.. terimakasih banyak dok" Jawab Ibu Ajeng.
Ibu Ajeng juga berterima kasih dengan gue karena sudah membawa Ajeng segera ke rumah sakit. Gue pun menuju ruangan Ajeng, gue lihat dia sedang tertidur pulas. Nampaknya dia benar-benar kelelahan. Tak lama kemudian Ibu Ajeng datang ke ruangan Ajeng setelah selesai mengurus administrasi. Gue pun langsung pamit ingin pulang.
Keesokan harinya gue mengabari Doni bahwa Ajeng masuk rumah sakit. Doni begitu terkejut dan memarahi gue karena gak mengabari dia malam tadi juga. Doni pun mengajak gue untuk ke rumah sakit melihat keadaan Ajeng. Gue pun mengiyakan.
Di rumah sakit gue dan Doni membawakan sekeranjang buah-buahan. Nampaknya Ajeng sekarang keadaanya mulai membaik. Demamnya sudah mulai turun."Wahh baru datang nih sahabat gue yang sibuk pacaran" Sindir Ajeng kepada Doni.
"Busettt, lu ga usah nyidir gitu dong. Udah syukur lo dikasih buah-buahan nih" Jawab Doni.
"Terimakasih... teman baikku" Balas Ajeng masih dengan nada menyindir.
"Udahhh... sekarang mending lo cepet-cepet sembuh dah ya Jeng" Ucap gue.
Kami pun berbincang-bincang banyak hari ini dengan topik abstrak gak jelas. Sampai sore hari Doni berpamitan ingin pulang. Gue pun juga ingin pulang, tapi Ajeng meminta gue jangan pulang dulu dan dia berkata ada yang ingin dibicarakan. Ajeng pun mengajak gue ke taman rumah sakit.
"Za... makasih banyak ya lo udah bantuin gue" Ucap Ajeng.
"Ahh... gara-gara kemarin, gue harus ninggalin Dea tau... gak mau tau lo harus beri gue hadiah kek sebagai imbalan"
"Yaudah ini hadiah buat lo"Jawab Ajeng yang kemudian memeluk gue.
Gue terdiam kebingungan, sebenarnya ini juga pertama kalinya gue dipeluk cewek. Meski selama ini gue gak pernah menganggap Ajeng cewek, tapi saat dipeluk begini gue gak bisa menganggap dia bukan cewek lagi. Benar-benar hangat rasanya. Hanya beberapa detik Ajeng langsung melepaskan pelukannya dan langsung pergi meninggalkan gue.
Hari senin yang begitu membosankan pun datang. Doni mengajak gue ke kantin saat istirahat, nampaknya dia ingin membahas suatu yang serius. Dari raut wajah Doni ia terlihat masih ragu-ragu antara membicarakannya atau tidak. Gue pun penasaran apa yang sebenarnya ingin dikatakan Doni.
"E... Za" Ucap Doni mulai angkat bicara.
"Iya? Udah Don buruan ada apaan sih?" Jawab gue sedikit kesal.
"Sebenarnya..."
"Sebenarnya apa??" Jawab gue penasaran.
"Ajeng..."
"Kenapa Ajeng don" Tanya gue makin penasaran.
"Ajeng... suka... sama...lo" Ucap Doni sejenak membuat gue terdiam.
Doni pun menceritakan semuanya ke gue. Ajeng sudah mulai menyukai gue sejak pertama kali kami kenal, saat gue dan Doni menyelamatkan dia dari bully-an teman-teman yang lain. Ajeng lebih memilih memendam perasaannya karena dia takut hubungan gue dan dia menjadi canggung. Karena kami sudah terlalu dekat, dia tidak ingin perasaannya malah membuat persahabatan putus.
Soal penampilannya selama ini pun ternyata gara-gara gue yang tetap memuji penampilannya saat menyelamatkan dia dari bully-an waktu itu.
Saat gue gagal bercinta dia selalu memberikan nasihat ke gue, padahal nasihat yang keluar itu berbenturan dengan perasaanya. Sesekali dia sangat ingin berteriak ke gue untuk melirik dia, bahwa dia bisa saja membuat gue bahagia.
Selama ini gue bodoh tidak pernah menyadari hal itu. Hingga saat gue dekat dengan Dea pun perasaannya begitu berperang hebat antara menentang hubungan gue ataupun mendukung hubungan gue. Seringkali dia sudah mengendalikan perasaannya tapi karena perasaan itu begitu kuat dia pun menjadi kehilangan akal sehat.
Dia muncul saat kencan gue dan menggangu kencan gue.
Waktu di pasar malam ternyata dia berkeliling ke tempat-tempat yang biasa gue datangi. Berlari-lari kesana kemari. Dan sampai lah dia menemukan keberadaan gue di pasar malam yang merupakan salah satu tempat yang biasa gue datangi.Dia juga menggagalkan rencana untuk jalan-jalan dengan Dea. Ternyata semua itu karena dia benar-benar menyukai gue.
Lantas bagaimana dengan perasaan gue sendiri? Kebenaran ini membuat perasaan gue bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KZL : KAGAK ZOMBLO LAGI
Teen Fiction[PROLOG] Hidup ditengah zaman peradaban baper ini memang susah untuk bertahan hidup dengan status "ZOMBLO". Apaan tuh ZOMBLO? "ZOMBLO" berasal dari kata "JOMBLO" yang sedikit dipergaul menjadi "ZOMBLO". Kaum zomblo biasanya udah kenyang dikatai...