Semenjak kejadian tersebut,orang-orang yang biasanya sering melewati jalan tersebut lebih memilih jalan lain walaupun dengan jarak yang lebih jauh,bahkan tak jarang orang yang melewati jalan di depan rumahku. Sekarang,aku menjadi harus lebih was-was menjaga rumah dan barang2 berharga mengingat banyaknya pejalan kaki maupun sepeda motor yang melewati jalan depan rumahku.
Kejadiannya tepat seminggu lalu. Pada saat itu anak kecil yang bernama Karin sedang bermain-main di sekitar pohon besar di jalan Waru. Ya,nama jalan tersebut diambil berdasarkan nama pohon yang besar dan menjulang tinggi. Pohon yang telah beratus tahun hidup.
Pukul 17.45, Karin dan anak kecil lainnya tengah bermain petak umpat di dekat pohon waru tersebut. Entah bagaimana,teman-teman Karin sangat sulit ditemukan,Karin sebagai orang yang harus mencari teman-temannya yang bersembunyi pun bingung kemana lagi dia harus mencari teman-temannya.
Dengan lantang,Karin berteriak "Siapapun kalian yang bersembunyi! Keluar sekarang juga!" Putri mendengar suara tersebut. Namun,ibu nya sudah menariknya agar cepat-cepat pulang karena hari sudah senja.
Tepat pukul 18:00,Karin melihat sosok anak kecil laki2 yang memiliki mata yang lebam,dan bibir yang pucat. Anak tersebut memakai baju compang camping dan terlihat beberapa noda darah yang membekas.
"K..kamu siapa?" Tanya Karin setengah takut.
"Tadi kamu menyuruhku keluar dari tempat persembunyianku! Ada apa?!" Tanyanya dingin.
Karin heran dengan semua ini. Dia menoleh kanan-kiri tampaknya sepi dan ia tidak melihat satupun temannya. Hari pun mulai gelap.
Bulu kuduk Karin mulai berdiri tak karuan,dengan penuh kekuatan Kari. Pun berlari secepat mungkin.
Belum jauh ia berlari,tiba-tiba sebuah tangan dingin berhasil menyentuh pundak Karin.
Karin pun menoleh kebelakang,dan betapa terkejutnya dia ketika melihat anak kecil laki2 tadi sedang menyeringai seram dibaluti luka bakar disekujur tubuhnya.
Tubuh Karin terlalu lemah untuk menerima semua kenyataan ini,terlebih lagi dia sangat penakut. Lalu tak lama tubuhnya ambruk seketika.
Warga pun menduga bahwa yang ditemui Karin ialah tuyul penguni pohon Waru. Namun,kenapa baru sekarang tuyul tersebut menampakkan dirinya?
Sehari setelah kejadian itu,Karin (gadis kecil,9 tahun) mengutarakan rasa takutnya kepada ku. "Kak,pokoknya seram banget,kak. Aku benar2 ngerasain sentuhan dingin si tuyul botak itu. Hiii...pokoknya jantungku serasa mau copot deh" . Aku hanya mengangkat alis,ragu.
"Paling kamu bohong ya?" Niatnya aku cuma ingin memastikan itu lebih jauh. "Ah,kak Ridho selalu aja gak mau percaya. Lalu,kenapa aku pingsan waktu itu kalau aku cuma bohongan kak? Semoga kakak ketemu dia! Semoga!!" Baru kali ini aku melihat Karin semarah ini.Hingga hari itu,
Aku sangat lelah sepulang bekerja. Jam menunjukkan pukul 11.30 malam. Hari ini aku lembur,dan baru dapat pulang jam segini,itupun karena aku benar2 ngebut mengerjakan pekerjaanku.
Ketika aku mau melewati jalan yang biasa kulewati,tiba-tiba jalanan tersebut ditutup karena longsor yang sangat parah. Oke,jalan satu-satunya hanyalah Jl.Waru.
Karena sudah sangat mengantuk,tanpa pikir panjang aku langsung tancap gas menuju Jl.Waru. lagi pula,pasti banyak orang juga yang lewat jalan tersebut karena jalan yang selama ini mereka lewati longsor.
Ketika 30 meter lagi aku akan melewati pohon Waru yang besar dan terkenal angker,bulu kudukku sudah berdiri terlebih dahulu. Seketika,udara dingin menambah kesan horror.
Bismillah... aku benar2 takut.
Ketika aku dan pohon besar itu sudah berjarak sekitar 3,5 meter tiba-tiba motorku berhenti.
Deg! Bagaimana ini? YaTuhan...
Ketika aku mengecheck,ternyata bensinku habis. Aku benar-benar lupa mengisinya saking lelah dan ngantuk nya diriku ini. Aku mulai bingung,dan melihat sekitar tidak ada satupun orang yang berlalu-lalang selain... selain anak kecil memakai baju berwarna coklat sedang membawa ayam kampung. Ngapain anak kecil disini? Pikirku.
"Hey,kamu sedang apa? Tolongin dong bensin abang abis nih" Ujarku yang memang sangat bodoh meminta bantuan ini kepada anak yang masih kecil.
Ada keganjilan dari ayam yang dia peluk. Ayan tersebut terlihat lemas seperti sudah menjadi bangkai dan mengeluarkan bau busuk.
"Ada syaratnya bang! Abang harus kasih aku bunga mawar dan melati setiap malam jum'at" katanya aneh.
"Maksud kamu apa? Aneh banget" tak mau berurusan panjang dengan bocah aneh ini,aku pun mendorong motor ku dan melanjutkan perjalanan yang masih lumayan jauh.
Sayup-sayup terdengar suara tertawa dari arah belakangku. Ketima aku menoleh kebelakang,ASTAGAAAA!
Anak itu,.... tubuhnya penuh dengan luka bakar,pucat,matanya lebam.... tengah menyeringai kearahku.... dan dia... dia mengejarku dengan kecepatan yang tak masuk akal.
Tak lama,tuyul itu menemplok ketubuhku sambil berkata dingin "abang,aku mau mawar dan melati..aku lapar!! "
Dengan nafas yang sesak,dan tubuhku seketika dingin bergetar,setelah itu semua pandangan kabur,dan GELAP.
****
"Ridho,bangun nak" suara yang tak asing bagiku berhasil membuatku sadar.
Disekitarku telah berkumpul banyak orang. Aku pun bangun,lalu kebingungan.
"Ada apa bu?" Tanya ku kepada ibu. "Kamu pingsan nak,di pohon waru itu,pak Arkhan yang menemui mu tadi subuh ketika ingin pergi kemasjid. Ibu kira kamu kemana nak"
Tiba-tiba aku teringat kejadian semalam,aku hanya bergidik ngeri. Lalu,aku menceritakan segala kejadianku kepada orang2 disekitarku yang pasti sudah menunggu ceritaku.
Banyak diantara nya yang memasang wajah terkejut.
Lalu,dengan ngos-ngosan pak Rt mengetuk pintu rumahku lalu mengatakan,bahwa tuyul yang telah mengganggu aku dan Karin ialah korban kebakaran pabrik tahu yang tidak jaub dari pohon waru.
Seketika aku mulai bergidik ngeri,lagi. Lalu,dengan suara yang masih lemas,aku berkata "lalu,kenapa saya melihatnya membawa ayam?"
"Dia dan ayamnya terbakar kobaran api saat tengah membeli tahu pesanan ibu nya. Dia menjadi arwah penasaran karena jasadnya yang belum ditemukan,sekarang anak itu sudah dibawa ke rumahnya" terang pak Rt.
Lega sudah hati ku mendengarnya. Lalu ketika aku melihat keluar pintu,muncul sosok itu yang tersenyum dingin kearahku lalu berlari secepat kilat,dan menghilang.
Aneh.