"Karena, Gue nggak mau liat lo rapuh kek gini, De"
---
Happy reading!
.
.
.
.
.“ Bangun dek.” Suara bass milik seseorang terdengar jelas di ruangan 5 x 6 meter ini.
“Engh.” Lenguhan lantas keluar di bibir manis seorang gadis, Dea. Dio berdecak kasar. Ia pergi ke dalam kamar mandi Dea. Mengambil sedikit air yang ia isi di dalam gelas berukuran mini. Ia mulai menuangkan sedikit demi sedikit di wajah Dea. Membuat Dea spontan membuka matanya. ‘Rasain lo’ terdengar seperti bisikan bagi Dio. Tawa nya berderai. Dea menatapnya sinis.
“Apaan sih bang? Kan jadi basah gue nya.” Dea kesal sangat kesal. Kini spray tempat tidurnya basah. Mana ini spray kartun favorit nya lagi. Ah, Dea sangat marah dengan abang nya ini, Dio.
Dengan tampang tak berdosanya. Dio keluar dari kamar Dea sambil cekikikan. Sebelum sempurna keluar ia kembali meyembulkan kepalanya. “ Jangan lupa ke bawah dan bersihin tu tempat lo haha” tawanya bisa Dea dengar. Dea kini sangat gemas sangat sangat gemas ingin memukul abang nya itu.
Untung lo saudara gue, kalo bukan udah gue jotos tuh orang.batin Dea kesal.
Dea menuruni tangga dengan malasnya. Jujur, ia malas ke sekolah hari ini. Bener-bener malas. Ia masih ingin tidur dibawah hangat nya selimut miliknya.
“Bun, Dea nggak usah sekolah ya,” celetuk Dea. Rania –Bunda Dea- menoleh menatap anaknya tajam. “Nggak ada kata bolos Dea.”
Dio tertawa pelan.tapi, masih bisa di dengar oleh adiknya itu. “Jangan ketawa!”
“ Masih kecil juga udah niatan mau bolos, besar mau jadi apa lo,hah?” Dio terkekeh di akhi-akhir kalimatya. Dea sedikit kesal dengan saudara nya ini.
“Gue udah gede, besar mau jadi orang lah! Masa iya babon.” Dea duduk di sebelah kanan Dio. Mengambil 2 lembar roti tawar dan mengolesinya cepat dengan selai favoritnya, Coklat.
“Haha, lucu lo misal jadi babon. Bengkak semua badan lo.” Tawa Dio kembali berderai.
“Bunda,bang Dio nih nyeselin.” Dea merengek pada bundanya agar bundanya itu membelanya dan alhasil Dio bakal di marah.
Benar saja. Riana memandang anak lelakinya itu tajam. “Dio sekali lagi kamu jailin adik kamu. Bunda ambil PS4 kamu.” Dio berhenti tertawa. Dea memandang nya tajam. Mampus lo! Bisik Dea.
Dio memutar matanya asal. Oke kali ini dia kalah.
---
“ Jemput gue jam 2 bang jangan telat! Awas aja telat!”
“Iya, gue jemput nanti. Bawel amat sih!” Dea menggeram saat ia dibilang ‘Bawel’.
“Gue nggak bawel!” Dio terkekeh. “Iya bon, lo nggak bawel”
Dea menyatukan alisnya. Bon?. “Apaan tu Bon?”
“BABON HAHA!” Dio tertawa terbahak-bahak. Ia masih belum berhenti meskipun Dea memukulnya. Dea memilih keluar dari mobil. Toh gue juga udah sampai,ngapain lama-lama di dalem mobil.yang ada gue jadi sasaran tu kera!,batin Dea.
Ia merasa sangat asing. Bukan-bukan asing tetapi sedikit terganggu. Yap, terganggu akan pandangan sinis para penggemar Ari. Dea memilih melewati koridor lain yang lumayan sepi. Ia menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya, ia bisa tenang sekarang tanpa ada mata-mata yang ingin ia colok satu-satu pake garpu.
BRUK
Dea meringis. Bunda bokong Dea tersakiti huee. Dea meringis “Eh , lo jalan pake mata.”ucapnya. Dea mendongakkan kepalanya. Sosok cowok yang dapat dibilang tampan. Dengan postur tinggi, Hidung mancung, putih, dan kek nya blesteran deh. Ia menatap Dea dengan tatapan err sedikit dingin. Iman gue tergoda, Ohmygod. Batin Dea berkecamuk di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love?
Teen FictionBagi Dea, Ari itu segalanya. Bagi Ari, Dea hanyalah Angan. Bagi Rafa, keduanya hanyalah khayalan.