6. Saingan

92 9 1
                                    

" Gue emang orang asing yang muncul di kehidupan lo..."
---
Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
---

Ari berjalan di koridor sekolah. Pikirannya masih lari kepada kejadian semalam. Fafa.meskipun banyak para siswi sekolah yang mencoba untuk menyapanya. Ia diam saja melanjut langkahannya untuk sampai ke kelas.

Langkah nya berhenti saat ia melihat sosok pria berjalan di sisi sampingnya. Ia tersenyum membuat Ari memandang nya tajam, Rafa.

Ari berbalik. Lalu melihat punggung Rafa yang lama kelamaan hilang di belokan koridor. Ari kembali melangkahkan kakinya ke kelas. Sesampainya, ia melempar tas nya begitu saja di atas meja. Membuat cowok di sebelahya -Riki- tersentak kaget. " Apa-apaan lo dateng-dateng muka kusut kek belum disetrika gitu."

Ari menatapnya tajam. "Nggak lucu." Ari mendelik. "Siapa juga yang ngelucu."

"Lo."

"ge-er banget mau dilucuin." Ari menatapnya kesal lalu memilih bungkam. Nggak guna buat adu mulut ama ni bocah.

Ari memilih membenamkan kepalanya di atas lipatan-lipatan tangannya. Pikirannya kini tidak dapat berpikir jernih.

Bagaimana jika dia buat gue sama Dea jauh lagi?

Ari meringis saat sekelebat kejadian semalam terlintas.

"Fa-fa?"

"haha, lama nggak ketemu, Ri."

"Lo dimana,fa?"

Kekehan kecil terdengar di sana. "Jaga Dea ya."

Lalu sambungan terputus malam itu.

Ari mengerang keras. Membuat beberapa teman di depan nya menatap nya bingung.

" Sahabat gue nggak gila kan?" Dion bersuara. Ia menatap Ari dengan tatapan yang sangat-sangat bingung.

Ari menatap nya tajam. " Lo kenapa sih ri? Punya masalah?" kini Lala yang bersuara. Ia bersidekap sambil duduk di depan Ari.

Ari menggeleng. " Gak." Lala menghela nafas nya. " Lo di cariin Dea tadi. Lo disuruh ke taman belakang." Ari lalu berdiri dan keluar dari kelasnya.

"Tu anak salah makan?" Dion menatap Riki. Riki mengangkat bahunya. " Tau, lagi PMS kali," celetuk Riki membuat yang lainnya tertawa.

---

Disinilah Dea. Menunggu Ari untuk datang ke tempat janjiannya yang dia bilang ke Lala. Ia terlalu takut untuk berbicara langsung. Menyadari, telfon Dea yang nggak diangkat satupun sama Ari.

"Ada apa?" Dea mendongakkan kepalanya lalu bangkit berdiri. " Ri?" Ari menatapnya datar. Oke, Dea akui kini ia cukup canggung dengan Ari yang bersikap dingin dibanding biasanya. Dea menghembuskan nafasnya pelan. "Gue minta maaf."

Ari menatap Dea yang menunduk. Ia ingin tertawa sekarang juga di depan Dea. Melihat Dea lemah seperti ini. Sebenarnya ini hanya masalah kecil. Tetapi, dirinya lah yang semalam terlalu-Baper mungkin.

Dea menatap Ari. "Maafin gue ya, Ri. Gue emang salah nggak nepatin janji gue." Ari mengangkat dagu Dea. Karena, gadis itu menundukkan kepalanya. Ari menatapnya tepat di mata cokelat itu. Tatapan keduanya bertemu, Bisa Ari liat mata indah itu sedikit berkaca-kaca. Membuat Ari tak bisa menahan tertawanya.

" Ariiii!! Kenapa lo ketawa! Gue serius." Dea mengusap pipinya saat satu air mata lolos keluar begitu saja. Ini kenapa juga gue pake acara nangis-nangis?,Rutuk Dea.

Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang