Keadaan di kastil masih sama parahnya karena belum ada satu titik terang-pun mengenai siapa Pewaris Slytherin yang telah berhasil membuka Kamar Rahasia.
Di sisi lain, makin sulit untuk Celene bisa keluar pada jam-jam malam sementara selusin pengamanan telah diperketat.
Celene keluar dari Aula Besar usai makan siang, namun bukannya melangkah menuju asrama Gryffindor, ia malah berbelok, menuju lantai duaㅡ menuju toilet anak perempuan yang kini sudah tak boleh digunakan lagi semenjak kematian Myrtle.
Namun, ia sama sekali tidak menemukan petunjuk kendati ia sangat ingin tahu, apapun itu mengenai si Pewaris Slytherin.
Keadaan disana begitu lengang, hampir tidak ada satu anak dari asrama mana pun menginjakkan kaki disana.
Kemudian di tengah keheningan ia mendengar sesuatuㅡ desau angin, menyapu sedikit ujung rambut pirangnya. Kemudian, cupingnya terasa sejuk dan hawa dingin misterius merayapi lehernya.
Celene menelan ludahㅡ pikiran-pikiran buruk langsung berdatangan, bahwa ini hari terakhirnya bisa melihat Hogwarts, ia tidak akan bisa bertemu Birdy dan teman-temannya yang lain, juga Riddle sekalipun.
Namun, ia tak merasa ada sesuatu yang bergerak di lantai sedikitpun, sehingga ia memutuskan untuk menoleh dan..
"Levicorpus!"
Celene mengacungkan tongkatnya, Peeves dengan tubuh keperakan-nya yang transparan terlihat melayang terbalik dengan kakinya di langit-langit. Tak dapat bergerak.
"Apa ini! Aku hanya meniup-niupkan angin di telingamu!" erang Peeves, kelihatannya kesal karena Celene melontarkan mantra pembalik tubuh yang menggantungnya di atas. "Lepaskan aku! Kau! Se-ka-rang!"
Celene memutar bola matanya. Ia pikir sesuatu yang seramㅡ seperti kematianㅡ yang tadi datang. Ternyata hanya Peeves.
"Liberacorpus!"
Peeves kemudian kembali berdiri seperti semula dan melayang meninggalkan Celene dengan jengkel sambil mengolok-oloknya sepanjang jalan.
Namun Celene yang walaupun kesal, merasa setidaknya ia bisa tertawa puas mengerjai Peeves si hantu jail.
"Tadi itu brilian sekali."
Celene tersentak, mendapati Tom Riddle yang tiba-tiba saja berada di hadapannya.
"Blimeyㅡ kau mengagetkanku!" Celene tertawa, memukul Riddle dengan pelan di pundaknya.
"Begitukah? Maaf, kalau begitu." katanya. Ia melirik ruangan di hadapan Celene, toilet perempuan.
"Apa yang membuatmu datang kemari?"
Riddle menatap penasaran ke arah Celene. Dan tatapannya terasa lebih menusuk daripada biasanya.
"Kau tahuㅡ hanya.. sedikit penasaran dengan tempat ini." Jawab Celene, menyadari ekspresi aneh Riddle, namun sebisa mungkin menyembunyikan kecurigaannya.
"Kau tidak mencoba menyelidiki sesuatu, kan?"
"Oh.. yahㅡ bagaimana kau tahu?" Celene mengernyit.
Riddle terlihat aneh sekarang, memandang Celene lebih dalam ke manik birunya. Namun tangannya meraih tangan Celene dan menggenggamnya, menautkan jemarinya.
"Kau tahu ini terlalu berbahaya." Riddle berkata tenang.
"Ya, aku tahu, tapi.."
"Bolehkah aku melarangmu untuk tidak ke tempat ini lagi?"
Celene terdiam, memandang aneh ke arah Riddle.
"Bolehkah, Celene?"
Namun Celene menggeleng, "Tidak. Kau tidak bisa melarangku, Tom. Selama masih terang benderang begini, tidak ada masalah kan?"
"Tentu saja itu masalah, aku.. aku tak ingin kau terluka!"
Kini mereka saling melempar pandang kesal satu sama lain. Celene bisa melihat mata Riddle yang memerah memandangnya.
Celene melepaskan genggaman tangan Riddle. "Lalu kau sendiri, apa yang kau lakukan di koridor pada jam-jam yang jelas bukan jam patrolimu?!"
Riddle mengerutkan dahinya. "Sudah tugasku kan? Aku tak harus menunggu jam patroli sementara keadaan tegang begini?"
Untuk pertama kalinya, Celene merasa dibohongi. "Begitukah? Dan bagaimana di malam-malam ketika Myrtle belum meninggal? Kau memanfaatkan posisi Prefekmu itu!" Celene mendorong pundak Riddle dengan telunjuknya, membuat Riddle terdorong pelan.
Riddle terdiam.
"Kuharapㅡ tak ada kebohongan di antara kita, Tom. Aku harus pergi, selamat siang."
Celene berbalik pergi meninggalkan Tom yang mengepalkan tangannya sendiri.
Di tengah keheningan setelah Celene benar-benar lenyap dari pandangan, Riddle berucap pelan,
"Aku bahkan tidak ingin kehilangan sosokmu, danㅡ"
"ㅡperasaanmu."
Riddle memandang kosong ke arah tempat terakhir Celene berdiri.
*
*
Read the Next Chapter ~>
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 A Girl Who Changed The Destiny (Harry Potter: Tom Riddle Fanfiction)
FanfictionKarena Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut tidak akan pernah terjadi dalam cerita ini. warning ; cONTAINS DRAMA HEHEHEHE NB : I made this story, over all, just for fun! ( completed )