Celene masih terdiam di tempatnya, mengandalkan indra pendengarannya untuk mengetahui apa yang merubah Riddle selama ini.
"Yahㅡ tak ada salahnya memberimu gambaran ikhtisar, tentu, hanya supaya kau memahami istilah ini. Horcrux adalah sebutan bagi benda yang digunakan orang untuk menyembunyikan sebagian jiwanya."
"Tapi saya tak begitu mengerti bagaimana itu bisa dilakukan, Sir," Riddle menjawab.
"Oh, kau membelah jiwamu dan menyembunyikan sebagian yang lain dalam benda di luar tubuh. Kemudian jika orang tersebut diserang atau dihancurkan, orang itu tak bisa mati karena sebagian jiwanya tetap terikat pada bumi dan utuh." Slughorn berhenti.
"Tapi tentu saja, eksistensi dalam bentuk seperti itu.. hanya sedikit yang mau, Tom. Sangat sedikit. Kematian masih lebih baik."
Celene mengintip sedikit untuk bisa melihat ekspresi Riddle. Ekspresinya tamak, nafsunya tak bisa lagi disembunyikan dan sangat kentara.
"Tetapi bagaimana kita melakukannya, Sir?"
"Dengan tindak kejahatanㅡ yang paling jahat. Dengan melakukan pembunuhan. Membunuh mencabik jiwa. Penyihir yang bermaksud menciptakan Horcrux akan menggunakan kerusakan ini untuk kepentingannya, dia akan menyimpan cabikannyaㅡ"
"Menyimpan? Tapi bagaimanaㅡ?"
"Ada mantranyaㅡ jangan tanya aku, aku tak tahu!" Kata Slughorn, menggelengkan kepala seperti gajah yang diganggu nyamuk. "Apa aku tampak seperti pernah mencobanya? Apa aku tampak seperti pembunuh?"
"Tidak, Sir, tentu saja tidak," kata Riddle cepat-cepat. "Maaf, saya tidak bermaksud menyinggung perasaan."
"Sama sekali tidak, aku sama sekali tidak tersinggung," kata Slughorn tajam.
"Ya, Sir," kata Riddle. "Yang saya tak paham adalahㅡ hanya sekedar ingin tahuㅡ maksud saya, apakah satu Horcrux banyak gunanya? Apakah.. Anda hanya bisa membelah jiwa sekali? Tidakkah lebih baik membuat Anda lebih kuat jika jiwa Anda terbelah menjadi beberapa bagian?"
"Maksud saya, misalnya, bukankah tujuh angka yang kekuatan sihirnya paling hebat, bukankah tujuhㅡ?"
"Jenggot Merlin, Tom!" Dengking Slughorn.
"Tujuh! Bukankah sudah cukup mengerikan memikirkan membunuh satu orang? Lagipula, sudah mengerikan membelah jiwa menjadi dua... tapi mencabik-cabiknya menjadi tujuh?"
Celene merasa merinding dan ingin ceoat-cepat pergi, namun ia masih mempunya tugas. Jadi, ia rasa inilah saat yang tepat untuk memecah diskusi menarik mereka.
Sehingga ia memberanikan diri melangkah masuk.
"Maaf sebelumnya mengganggu, Profesor.."
Slughorn langsung membeku. Keduanya menoleh ke arah Celene sementara Riddle hanya menoleh dengan tenang.
"Profesor Sprout yang menyuruh saya membawa ini untuk Anda, boleh saya tinggalkan disini?"
"Oh, ya, ya, Nak." Slughorn terlihat bingung. Namun akhirnya Celene meletakkan di atas meja, sepelukan tanaman berdaun yang ia sendiri tidak tahu namanya.
"Kalau begitu, maaf sudah mengganggu, saya akan segera kembali."
"Tunggu, Nak. Nah Tom, kurasa kau harus mengantarnya sampai ke menara Gryffindorㅡ karena kau Prefek, kan?"
Riddle sudah sempat akan menentang, namun akhirnya mengangguk dan keluar kantor bersama Celene.
"Selamat malam, Sir." Kata Riddle, kemudian mereka mulai berjalan.
"Aku tahu." Tom Riddle berbicara di tengah keheningan yang mencekam, membuat Celene sedikit terperanjat.
"Tahu?"
"Kau telah mendengar semuanya, aku tahu."
Celene mencoba bereskpresi se-heran mungkin, namun jantungnya berdegup lebih kencang.
"Apa? Aku? Mendengar apa? T-tidak, sama sekali..."
"Kau bohong."
Kini langkahnya terhenti, dan Celene ikut berhenti melihat Riddle yang berjalan ke depan wajahnya, mendorongnya sampai menghantam tembok dengan pelan, menahannya agar tidak bisa pergi.
"Katakan." Riddle menarik tongkatnya, kemudian menekan ujungnya ke permukaan leher Celene. Sensasi dingin menusuk tepat di tempat Riddle menusukkan tongkatnya.
Dalam hatinya, Riddle mencoba melawan sekuat mungkin, namun tangannya tergerak dengan sendirinya. Kendati ia tahu tak akan terjadi apa-apa, ia hanya menciba mengancam.
"Riddle, h-hentikan.." Celene melirik tongkat tersebut. Namun Riddle menatap tajam mata biru gadis itu.
"Hentikan!" Celene mendorong Riddle dan tolakannya melemparkan tongkat lelaki tersebut menjauh. "Apa yang membuatmu begini, sih?"
Celene kini menatap tajam Riddle, sebisa mungkin menahan agar tidak menangis. Segalanya tampak sudah berubah.
"Katakan padaku, Tom. Kau.. kau tidak seperti dulu, aku sadar itu."
"Aku hanya mencoba merubah diriku. Tak ada gunanya menyimpan kekuatan sihirmu terlalu lama. Semua itu, harus, kau manfaatkan."
"Tapi caramu jelas salah, Tom! Kau pikir dengan begitu, kau bisa hidup selamanya?!"
Riddle tertawa, "Jangan pura-pura bodoh. Aku yakin kau mendengar percakapanku dengan Slughorn. Kami jelas membicarakan Horcrux."
Celene terdiam. Ia tidak sepenuhnya mengerti akan benda atau hal yang mereka bicarakan. Namun ia sepenuhnya, dan akhirnya, tersadar akan pertanyaan yang menggantung di benaknya.
"Tom.. kau? Jadi.. Myrtle?"
Riddle akhirnya tersenyum puas.
*
*
Read the Next Chapter ~>
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 A Girl Who Changed The Destiny (Harry Potter: Tom Riddle Fanfiction)
FanfictionKarena Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut tidak akan pernah terjadi dalam cerita ini. warning ; cONTAINS DRAMA HEHEHEHE NB : I made this story, over all, just for fun! ( completed )