Hadiah Terindah

367 28 1
                                    

Dan tiba-tiba

BUK!!

Aku berhasil mendorong tubuh Kak Raka dan membuatnya tersungkur di lantai, melihat kesempatan itu akhirnya aku berinisiatif untuk kabur.

Aku lari dengan langkah terseok-seok menuju lapangan. Peluh sebesar biji jagung bercucuran dengan deras di pelipis ku.

"Lo kenapa, San? Kok muka lo pucet terus keringetan gitu?" Ratih langsung memberi ku sebotol air mineral.

Aku menggeleng dengan cepat. Tidak. Aku tidak akan menceritakan kejadian ini kepada siapa pun, apalagi Ambar. dia tidak boleh tau.

"Yaudah, yaudah, lo tenangin pikiran dulu" Ratih mengelus bahu ku.
"Beres-beres yuk! Bentar lagi pulang" kata Ratih seraya menggandeng lengan ku.

Oiya, aku baru saja ingat kalau aku ada janji dengan teman-teman ku untuk nonton film. Sebaiknya aku segera ke taman untuk menemui Kezia, Ambar dan Refa.

Sesampainya aku di taman, aku melihat teman-teman ku sudah berkumpul disana. Tapi sebentar, ada siluet seorang pria, siapa?

Karna rasa penasaran ku, akhirnya aku mendekat ke arah mereka. Dan, Ya Tuhan! Itu Kak Raka! Aku harus bagaimana? Tidak mungkin kalau aku harus kabur. mereka bisa-bisa marah karna aku tak menepati janji. Baik, lah. aku harus berakting seakan-akan tak terjadi apa-apa.

"Hai," Aku tersenyum dan mencoba cuek akan kehadiran Kak Raka, walaupun detak jantung ku tak bisa dipungkiri bahwa ia berdetak dengan sangat cepat.

"Nah ini dia Waketos a.k.a putri keraton kita datang. lama banget dah lo! jamuran kita lama-lama" Celetuk Refa, dia memang gadis yang sangat bawel. Diantara Kezia, Ambar, dan Aku, Refa lah yang paling banyak omong dan asal ceplas-ceplos kalau bicara.

"Tau, dih. Lams pake banget tau gak lo. ngapain aja sih?" Kezia ikut-ikutan.

"Alah, paling juga gara-gara kamu, ya, yang, ngasih tugas ke Sandra kebanyakan? Makanya dia jadi lama, tuh" Ambar berkata pada Kak Raka dengan nada manja. Kak Raka hanya tersenyum. Dan aku? Aku hanya membalas ucapan Ambar dengan tertawa kikuk, seketika keringat kembali bercucuran.

"Elo kok tiba-tiba pucet, San? Lo sakit?" Tanya Ambar khawatir.

"Eh! iya, San. Kok tiba-tiba pucet gitu, dah? Kenapa lo?" Kezia bertanya dengan pertanyaan serupa.

"Wah, San. Gak bisa nih gak bisa, kalo lo sakit lo harus istirahat. Gak boleh ikut, nanti yang ada tambah sakit." Refa tak kalah khawatir nya. Ini yang aku suka dari mereka, mereka semua perhatian, mereka semua baik, mereka semua sayang padaku. Ya Tuhan, aku sangat berterimakasih karna engkau telah memberiku teman-teman seperti mereka, mereka adalah hadiah terindah yang engkau kirim untuk ku.

"Yaelah, engga. nyantai, sih. Gue gak sakit, serius. emang pucet, ya? Ah. paling cuma efek karna tadi pagi gue gak sarapan." Jelas ku sarkastik pada mereka

"Beneran gapapa?" Kezia masih terlihat ragu.

"Iya, gapapa. Oiya, Kak Raka ikut nonton juga?" Tanya ku ragu-ragu.

"Oh, enggak kok, San. Doi cuma nganterin kita. Oiya, San. boleh kek ya nontonnya dirumah lo? Gue penasaran pengen ketemu nyokap bokap lo," mendengar perkataan Ambar aku langsung mengrenyit bingung.

"Yah, Mbar. Lo 'kan tau bonyok gue sibuk. Lagian kan gue udah sering ngasih tau, kalo dirumah gue itu ada Nenek gue, dia itu galak banget. Dia paling nggak suka kalo ada orang asing yang nggak dia kenal masuk ke rumah gue," Aku masih bersikukuh untuk menolak ajakan Ambar. Apa jadinya aku kalau mereka melihat kelakuan Ibu dari seorang Tania Sandrania?

"Yah, yaudah deh next time boleh kek yaa?" Ambar menatapku dengan tatapan memohon.

"Gue gak janji." Jawab ku datar.

Ambar menghembuskan nafas
"Yaudah, yaudah. Sekarang kita nontonnya dirumah gue aja gimana? Kebetulan nyokap gue masak banyak makanan. Dari pada debat disini nanti keburu sore" Refa menengahi dan langsung disusul anggukan setuju dari kami.

-

I'm a Psychopath

Melihat sampul kesetnya saja aku sudah bergidik ngeri. bagaimana jika aku melihat langsung adegan filmnya? Ah, sudahlah. Lagi pula aku tak menonton film ini sendirian.

Film itu pun dimulai

Si pembunuh membawa korban seorang wanita setengah sadar masuk kedalam sebuah bungalow di tengah hutan.

Si pembunuh mengikat si korban di atas kursi dan meletakan tangan korban diatas meja yang ada didepannya.

Crak!!

Si pembunuh dengan teganya memotong ke empat jari korban.

"Arggggghhhh" erangan itu lolos keluar dari mulut si korban.

Selanjutnya, si pembunuh jalan kesudut rangan. di didapatinya sebuah garpu

Tanpa menunggu lama si pembunuh langsung membuka celana si korban dan memasukan garpu itu kedalam organ intim si korban. Terus menerus si pembunuh itu menusukan garpu berkali-kali dengan cepat tanpa ampun.

Di lihatnya si korban yang sudah tak sadar kan diri karna terjadi pendarahan hebat dibagian kemaluannya.
Si pembunuh langsung mencabut garpu itu dan menjilatnya tanpa rasa jijik sedikit pun.

"Huwek! Anjir, gue enek buruan matiin film nya!" aku segera keluar kamar Refa dan berlali ke toilet.

Saat aku kembali lagi kedalam kamar Refa, Refa, Ambar, dan Kezia masih tetap fokus melihat film itu. Akhirnya ku ambil remot dari genggaman tangan Refa dan mematikannya.

"Udah apa si woi, mendingan liat Drama Korea sumpah dari pada nonton beginian" ucap ku jujur.

"Wedeh, tumbenan membela Drama Korea" Refa berkata seraya pergi keluar kamar.

"Eh, balik yuk! Udah jam lima sore, ngeri dicariin." Ambar segera membereskan barang-barangnya dan Kezia memasukan kaset yang ia bawa kedalam tas nya.

"Ayo lah kita pamitan sama Mamah Refa" ucap ku

Saat kami keluar dari kamar Refa, Refa sudah membawa nampan penuh berisikan snack ringan.

"Wah, Ref. Sorry banget kita udah ditelponin nyokap, nih. Gapapa, kan?" Tanya Kezia

Refa mengangguk. "Oh, yaudah gapapa. bentar ya," Refa memanggil Ibunya. "Mah, Mamah dimana? Temen-temen aku mau pada pamit pulang." Suara Refa menggema seantero rumahnya yang megah ini

"Iya sebentar, Nak." Jawab Ibu Refa dari arah atas, tak lama munculah Ibu Refa.

"Mamah Refa, kita pulang dulu ya. makasih udah di izinin nonton dirumah Refa, hehehe" pamit Ambar kepada Ibu Refa

"Iya gapapa, kalo mau main kesini aja biar rame rumah nya hehehe, kalian hati-hati ya dijalan." Aku, Ambar, dan Kezia segera menyalami Ibu Refa secara bergantian.

Karna kami bertiga tidak ada yang membawa kendaraan, terpaksa kita harus naik angkutan umum.
Rumah kami yang tidak searah menyebabkan kami harus naik ke mobil angkutan umum yang berbeda.

Sesampainya aku ditaman komplek perumaham ku, aku melihat siluet cowok berperawakan tinggi tegap sedang bemesraan dengan seorang cewek, aku seperti mengenal cowok itu.
Penasaran, akhirnya ku dekati tempat mereka duduk dan ternyata.

ITU KAK RAKA! Dia sedang melihat ke arah ku dan menatap ku dengan tatapan tajam.

Langsung saja aku berbalik dan sesegera mungkin menjauh dari taman itu. Aku tak habis fikir dengan cowok itu, ternyata ketampanan yang menghiasi wajahnya tak setampan hatinya.

Bagaimana bisa? Dia sudah memiliki pacar-Ambar, teman ku sendiri. Tapi dia malah bemesraan dengan cewek lain? Tidak bisa ku biarkan, aku harus memberi tau ini semua kepada Ambar!
Lihat saja besok.

P s y c h o p a t hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang