6.tampan

35.6K 638 1
                                    

Oke....lanjut....
Mm...sebelumnya aku minta maaf ,karena chapter yang sebelumya aku hapus.. aku terbitkan di part selanjutkan... seharusnya bisa juga di "flasback" tapi.. kayaknya nggak bisa... ceritanya jadi nggak nyambung... heheh...

**********

"Hallo Sisi!"

"Kalau dicium di situ belum pernah. Kalau dahi dan pipi sering, dicium
Papa."

"Terserah Sisi deh. Aku akan menurut saja. Kalau hanya boleh memandang saja, aku suka. Kalu diijinkan mencium, aku pun suka. Dilarang, aku pun akan patuh."

"Kalau suka, Sisi akan mengijinkan Bapak memandangnya lagi dari jarak dekat!"
"Kapan?"

"Mau sekarang?"

"Hah?!"

"Sisi sekarang ada di Mall Arion. Bapak jemput Sisi ya. Jangan parkir. Masuk ke halaman mall dan melewati pintu depan. Sisi sekarang berdiri di situ, buruan ya!"
"OK!"

*****
Digo tersenyum sambil melirik Sisi yang duduk di sebelahnya. Secara material, walau hanya seorang guru matematika, ia tidak kekurangan. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ia memiliki rumah dan mobil sedan yang baik pemberian orangtuanya. Ia mencintai matematika dan ingin mengajarkannya kepada orang lain. Cita-citanya hanya ingin membuat matematika menjadi sebuah ilmu yang mudah untuk dimengerti. Sikapnya yang sabar ketika mengajar membuat ia disukai murid-muridnya. Ia memang tidak ingin diarahkan orangtuanya menjadi seorang pengusaha seperti yang dialami adiknya.

"Kita kemana?" tanya digo memecah keheningan.
"Ke rumah Sisi saja. Di rumah Sisi hanya ada pembantu. Papa dan Mama sedang ke Singapore."

"Karena sekarang tidak sedang di kelas, sebaiknya panggil langsung nama, jangan pakai Pak."
"Benar? Nggak marah?"
"Benar! Walau perbedaan usia di antara kita, bukan berarti kita harus membuat sekat pemisah. Sekat seperti itu sangat membatasi ruang dan gerak. Secara formal, kadang-kadang sekat seperti itu memang diperlukan untuk menjaga jarak karena kita terikat pada norma dan etika. Kalau informal, sekat-sekat itu tak diperlukan karena akan membatasi seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Setuju?" Sisibtertawa kecil mendengar uraian digo.

"Kayak menjelaskan rumus matematika saja!" komentarnya.

Ternyata gadis remaja itu tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Sizi menggandeng tangan digo menuju ruang keluarga yang terletak di bagian tengah, lalu menghilang di balik salah satu pintu setelah aku menghempaskan pantat di atas sebuah sofa besar dan empuk. Tak lama kemudian, seorang pembantu datang meletakkan segelas minuman ringan di hadapanku dan kemudian dengan terburu-buru menghilang kembali ke arah belakang.

Sambil menunggu, digo melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan. Semua furniture di ruangan itu tertata rapi dan bersih. Pada sebuah dinding, tergantung lukisan berukuran kira-kira 1 x 1 meter. Lukisan seorang anak perempuan kira-kira berumur 7 tahun yang berdiri diapit oleh ayah dan ibunya. Anak itu sedang tersenyum lugu. Rambutnya berponi. Lucu. Itu pasti sisi dan kedua orangtuanya, kata digo dalam hati.

Kurang lebih 15 menit kemudian, digo terhenyak. Gadis remaja itu berdiri di hadapannya dengan gaun tipis berwarna putih yang ujung bagian bawahnya tergantung kira-kira sejengkal di atas lutut. Gaun tanpa lengan. Hanya dua utas tali di bahu kiri dan kanan yang mengikat gaun itu agar tetap tergantung menutupi tubuh pemiliknya. Cantik. Seksi. Mempesona. Rambutnya lurus sebahu. Tingginya yang kira-kira 165 cm membuat ia tampak anggun. Tonjolan dadanya proporsional. Gaun tipis itu seolah menebarkan sejuta misteri yang memaksa mata lelaki menatap tak berkedip untuk mengungkap rahasia lekuk-lekuk tubuh yang tersembunyi di baliknya. Bagian bawah gaunnya yang lebar dan berenda seolah menjanjikan telaga birahi yang akan menyeret lelaki menyelam dalam sejuta fantasi.

"Sisi, kau cantik sekali," kata digomemuji. Pujian jujur yang keluar dari lubuk hatinya.

Sisi tersenyum. Selama ini belum pernah ada lelaki yang memujinya seperti itu. Ia senang mendengar pujian itu. Ia pun sangat senang karena sebelumnya tak pernah melihat guru matematikanya itu terpesona menatapnya. Ia pun belum pernah melihat tajamnya sorot mata lelaki yang terpesona menatap. Dengan sikap feminin, ia duduk di sebelah kiri digo.

Kalau bagus vote ya...
Sama coment....

Kalau jelek? Loncati ajah...heheheh

Guru Tampanku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang