Lanjuutt....
********
"Digoo , aarrgghh! Sisi seperti ingin pipis..!" kata gadis itu di sela-sela rintihannya. Digo menghentikan jilatan lidahnya. Ia menengadah dan melihat mata gadis itu sedang terpejam.
"Sisi ingin pipis, Sayang?" tanyanya sambil menyisipkan jari telunjuk ke balik celana dalam yang menutupi bibir vagina gadis itu, lalu ditariknya ke samping.
Terpampanglah di hadapannya vagina seorang gadis remaja yang sedang dilanda birahi. Masih kuncup tetapi menebarkan janji untuk segera merekah dihisap serangga yang menghinggapinya. Dengan jari telunjuk, dibukanya sedikit bibir luar vagina berlendir itu. Lipatan yang sedikit terbuka hingga memperlihatkan vagina yang bersih, segar dan berwarna pink.
Melihat hal itu, ia memutuskan untuk memberikan cumbuan terbaik. Cumbuan yang sulit untuk dilupakan, yang akan membuat gadis itu menjadi jinak. Ia merasa mampu untuk melakukan hal itu.
Dan sebagai balasannya, mungkin ia akan mendapatkan perlakuan yang sama. Mempertimbangkan hal itu, ia menenggelamkan dan menggosok-gosokkan hidungnya ke belahan bibir vagina gadis itu. Semakin ditekan hidungnya, semakin semerbak aroma yang memenuhi rongga paru-parunya.
Sisi membuka kelopak matanya. Bola matanya seolah ditutupi kabut basah dan terlihat mengkilat ketika ia menunduk menatap wajah gurunya yang terselip di pangkal pahanya. Ia tak dapat mengucapkan kata-kata.
Bibirnya terasa kelu. Kaku. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya setengah terbuka megap-megap menghirup udara. Ia terpaksa menggeliatkan pinggulnya untuk menahan cairan yang terasa ingin mengalir keluar dari vaginanya. Ia tidak tega 'mem-pipisi' mulut guru matematikanya itu.
Dicobanya mendorong kepala itu agar terlepas dari vaginanya. Tapi kepala itu malah sengaja semakin ditekan ke pangkal pahanya. Dicobanya untuk menarik pinggulnya. Tapi kedua lengan guru yang sangat disayanginya itu semakin kuat merangkul pinggulnya. Walau telah mencoba meronta, mulut yang memberinya kenikmatan itu tetap menghisap-hisap vaginanya.
Semakin meronta, semakin keras remasan tangan di kedua bongkahan pantatnya. Dan semakin keras pula tarikan di bongkahan pantatnya agar vaginanya tak lepas dari hisapan dan jilatan mulut itu.
Akhirnya ia menyimpulkan bahwa mulut itu memang ingin 'dipipisinya'. Mulut itu memang sengaja ingin memanjakan vaginanya. Kesimpulan itu membuat ia melayang semakin tinggi dalam kenikmatan, membuat lendir semakin banyak mengalir ke lubang vaginanya. Sedikit pun ia tak merasa ragu ketika mengangkat kakinya yang terjuntai di atas karpet, dan melilitkan betisnya di leher lelaki itu. Ia sudah tak ingin kepala itu lepas dari pangkal pahanya. Bahkan ia mempererat tekanan betisnya di leher lelaki yang sedang memanjakannya itu.
Selain menggunakan betis dan paha, ia pun menggunakan kedua lengannya untuk menjambak rambut dan menekan bagian belakang kepala lelaki itu lebih keras. Ia ingin membantu agar mulut itu terbenam di dalam vaginanya ketika ia mengeluarkan 'pipisnya'.
Lidah digo telah merasakan bibir dan dinding vagina itu berdenyut-denyut. Ia pun dapat merasakan hisapan lembut di lidahnya, seolah vagina itu ingin menarik lidahnya lebih dalam. Sejenak, ia mengeluarkan lidahnya untuk menjilat dan menghisap bibir vagina mungil itu. Dikulumnya berulang kali. Bibir vagina itu terasa hangat dan sangat halus di lidahnya. Ia menyelipkan lidahnya kembali ketika menyadari bahwa tak ada lagi cairan lendir yang tersisa di bibir luar. Dijilatinya kembali dinding dan bibir dalam vagina gadis remaja itu.
"Digo, digoo.., sisi nggak tahan lagi. Sisi ingin pipiis!"
Digosemakin bersemangat menjilat dan menghisap-hisap. Lidahnya yang rakus seolah belum terpuaskan oleh lendir yang telah dihisapnya. Hidungnya sesekali menyapu bibir luar vagina yang segar itu, membuat pinggul gadis itu terhentak-hentak di atas sofa.
Walaupun kepalanya terperangkap dalam jepitan paha dan betis, tetapi ia dapat merasakan setiap kali pinggul gadis itu terangkat dan terhempas. Berulang kali hal itu terjadi. Terangkat dan terhempas kembali. Sesekali pinggul itu menggeliat menyebabkan kumisnya menjadi basah.
Ia dapat memastikan bahwa dalam hitungan detik sejumput lendir orgasme akan mengalir ke kerongkongannya. Dan ketika merasakan rambutnya dijambak semakin keras diiringi dengan pinggul yang terangkat menghantam wajahnya, ia segera mengulum klitoris gadis itu. Dikulumnya dengan lembut seolah klitoris itu adalah sebuah permen cokelat yang hanya mencair bila dilumuri air ludah. Sesekali dihisapnya disertai tarikan lembut hingga klitoris itu hampir terlepas dari bibirnya. Ketika merasakan pinggul gadis itu agak berputar, dijepitnya klitoris itu dengan kedua bibirnya agar tak lepas dari hisapannya.
"Sisi pipis, digooo ahhh! Aargh.. Aarrgghh..!"
Digo menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Bahkan ditekannya lidah dan kedua bibirnya agar terperangkap dalam jepitan bibir vagina itu. Ia tak ingin kehilangan kesempatan mereguk cairan orgasme langsung dari vagina seorang gadis remaja yang cantik dan seksi. Cairan orgasme yang belum tentu ia dapatkan dari murid lainnya.
**********
Next??
"kayaknya nggak ada yang minat dehh :'( "
"Ya , jelaslah cerita ini itu jelek banget tau gak!"
"Hiiiiiii :'( sedihhhh"
![](https://img.wattpad.com/cover/69923393-288-k447247.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Tampanku.
Fiksi PenggemarSejenak tak ada jawaban. Digo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Sisi yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia b...