I Will

439 19 0
                                    

Rangga memarkirkan mobilnya pada tempat yang sudah diberi garis putih tepat dua sisi untuk tempat parkir satu mobil saja. Sedangkan aku langsung keluar dari mobilnya, dan dia masih berkutat untuk mematikan mesin mobil serta mengambil barang-barang bawaannya. Tidak lama, ku lihat dia keluar dari arah pintu kemudi dan melangkah mendekatiku dengan tas kecil yang talinya menyampir panjang ke arah samping kanan tubuhnya. Ku lihati tubuh Rangga dari atas sampai bawah, barangkali ada yang kurang.

"Ngapain sih?" Tanya Rangga risih. Aku menatap wajah bulatnya yang sedikit tirus akhir-akhir ini. Kutanya mengapa dia terlihat mengurus, dia menjawab sedang dalam masa menurunkan sedikit berat badannya agar tidak terlihat gemuk seperti aku. What the hell kan punya pacar kayak Rangga? Tapi aku tetap sayang kok, hehe.

"Gak papa. Gak ada yang ketinggalan?" Tanyaku tak sesuai dengan apa kata hati. Rangga langsung membuka resleting tas kecilnya dan memeriksa barang bawaannya.

"Gak ada." Jawabnya sambil kembali menutup resleting tasnya kembali.

"Ya udah, ayo masuk!" Ajakku. Rangga mengangguk dan langsung menggamit telapak tangan kananku. Dia mulai menarik bagian itu agar aku berjalan sejajar dengannya.

Kami pun memasuki salah satu restaurant yang namanya cukup terkenal di kota kami. Saat memasuki restaurant, aku sudah dapat melihat jelas bagaimana mereka, teman-temanku dan Rangga masa SMA, anak-anak Paskibra sudah paling ramai saja di pojok sana. Memang selepas pertemuan terlengkap anggota divisi kami kemarin pada saat pelantikan junior yang entah divisi berapa aku lupa tanya, anak-anak jadi lebih sering berkomunikasi di grup media sosial yang dibuat demi mengeratkan silaturahmi yang sempat putus.

Rangga masih menggenggam telapak tanganku dengan semua jemarinya yang menyelinap di antara sela-sela jemariku saat kami melangkah membelah area jalan kecil antara meja satu dengan meja lainnya. Aku bisa merasakan bagaimana hangat kulitnya saat bersentuhan dengan kulitku, menciptakan rasa nyaman yang berdesir di dalam dada. Dan selalu seperti ini apabila aku bersentuhan kulit dengannya maupun hanya memandang wajah atau kedua iris coklat bola matanya.

Semakin melangkah kesana, kehangatan itu seketika lenyap saat aku dapat melihat satu sosok perempuan yang tengah berdiri di antara kursi-kursi yang teman-temanku duduki. Wajah perempuan itu sungguh berbinar saat menatap kami berdua. Tapi ralat! Bukan berbinar menatap kami berdua, dia sungguh berbinar karena melihat Rangga yang berada di sampingku. Sesekali mata perempuan itu menatap ke arah bawah dimana telapak tangan kami saling menggenggam, dan wajahnya pun langsung memperlihatkan bahwa Ia tak suka dengan apa yang kami lakukan.

"Kak, ada ibu sama ayah aku. Mampir ke sana yuk?!" Ujar perempuan itu saat aku dan Rangga sudah sampai di area meja kawan-kawan kami. Perempuan itu menunjukkan senyumnya yang sangat lebar dan memang terlihat sangat manis. Aku hanya memandangnya sekilas dan langsung melepas genggaman tanganku dari telapak tangan Rangga.

Tidak sulit, dan Rangga pun tidak berusaha mempertahankan atau kembali menggengam telapak tanganku. Dia terdiam dan memandang perempuan itu penuh.

Jujur aku tidak suka detik-detik kejadian seperti ini. Parahnya lagi, Rangga pun tidak menyadari atau sekedar peka dengan gelagatku. Kesal, aku mencari kursi kosong. Tempat duduk kosong itu ternyata berada di sebelah Gio, yang sejak tadi sudah tersenyum penuh semangat ke arahku.

"Hai!" Ujar Gio saat aku sudah duduk disampingnya. Aku membalas senyumnya dengan riang pula, walau sebagian keriangan itu aku ciptakan secara tidak rela.

"Hai juga! Apa kabar? Semenjak gue gak kerja di tempat lo, lost contact ya kita!" Ujarku dengan nada sedih di akhir kalimat. Langsung ku rasakan usapan lembut di puncak kepalaku membuatku langsung menatap wajah Gio dengan tatapan aneh. Gio hanya memamerkan deretan giginya lalu menatap ponselnya yang tergeletak di atas meja.

KITA YANG BERBEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang