Sayang Tak Tersadar

356 20 2
                                    

 
Tania melangkah bersama seorang pria berumur kepala dua puluh di sebelahnya. Kedua kaki mereka melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan yang terlihat cukup besar dengan banyak kursi dan meja di dalamnya. Tercium beberapa aroma masakan yang mampu membuat siapapun yang menciumnya pasti akan merasakan getaran di dalam perut mereka. Begitu juga dengan sepasang manusia ini, dengan langkah besar mereka, Tania dan pria itu melangkah ke salah satu meja yang tersedia empat kursi di antara panjang meja tersebut.
 
Beberapa detik kemudian, seorang perempuan berpakaian seragam pekerja khas menghampiri mereka. Sambil membolak-balikkan buku menu yang tadi diberikan oleh pelayan tersebut, keduanya secara bergantian menyebutkan beberapa nama makanan yang ingin mereka makan nanti. Dengan teliti dan tangkap juga pelayan itu mencatat setiap kata-kata yang terlontar dari mulut pembeli makanan restaurant ini. Setelah selesai, dengan sangat sopan pelayan itu meninggalkan sejoli ini sambil membawa buku menu tersebut di salah satu tangannya.
 
"Lo yang bayarin kan?" Tanya Tania dengan tatapannya yang berbinar ke arah pria di hadapannya. Terlihat pria di hadapannya menghela nafas kasar dan menatap Tania dengan tatapan datarnya.
 
"Yang ngajak ketemu siapa, yang nraktir siapa."
 
"Elah, Gi.. Berbagi napa dih susah banget." Ujar Tania dengan bibir mungilnya yang Ia majukan sedikit. Sosok yang dipanggil 'Gi' itu menampilkan sedikit senyumnya sekarang. "Manyun mulu!" Ujarnya lalu tertawa kecil sesudah berucap.
 
"Ya kan gue udah gak kerja, dapur di rumah tetep ngebul. Baik dikit kek!" Ujar Tania dengan nada kesalnya yang Ia buat. Pria bernama asli 'Gio' ini tertawa kecil lalu memegang ponselnya. "Iya dah mumpung lagi baik nih ya?!" Ujarnya lalu mengedipkan salah satu matanya ke arah Tania.
 
"Wohooo! Telimakacih qaqa.." Ujar Tania dengan senyumnya yang mengembang. Gio kembali mengedipkan salah satu matanya.
 
Setelah percakapan tadi, terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tania sendiri kini berdiam diri sambil menatap Gio yang sedang sibuk dengan layar ponselnya. Beberapa detik setelah itu, Gio mendongakan kepalanya dan memandang Tania yang tengah menatapnya dalam diam.
 
"Ngapain lo ngeliatin gue? Naksir?" Canda Gio. Tania sarkastik mendengar ucapan yang keluar dari mulut Gio tadi.
 
“Beli pedemeter dimana, mas? Yang anti jebol?”
 
Gio tertawa keras sebelum menjawab ucapan Tania. “Yang anti jebol biasanya yang ada sayapnya, mbak.” Sahut Gio asal.
 
Tania langsung menatap Gio jengkel dengan mencibir laki-laki itu sekilas. “Ada sayap? Terbang dong?” Tanya Tania dengan tampang yang sangat dibuat bodoh.
 
“Nggak, yang ini gak bisa terbang. Perekatnya erat, anti kerut. Panjang, makanya anti jebol.”
 
“Berapa harganya?”
 
“Satu biasanya seribu, isi delapan biasanya goceng. Tergantung panjang, mau beli yang berapa panjangnya?”
 
Gio langsung tertawa keras setelah menyelesaikan kalimatnya. Tania hanya menyengir lebar sambil melempar Gio dengan tissu yang Ia sobek-sobek kecil sejak obrolan ini terjadi. “Biasa beli ya lo?” Sahut Tania lalu menggelengkan kepalanya tidak percaya, kenapa Gio bisa tahu sampai sedetail itu?
 
“Lo kan biasanya nyuruh gue beli gituan kan?” Cetus Gio dengan tawanya yang keras setelah itu. Tania langsung bergidik ngeri dan melemparkan tatapan seramnya menatap Gio yang masih tertawa keras.
 
“NAJIS!” Sentak Tania.
 
“Biarin. Dulu pas SMA aja lo sering ngobrolin hal-hal mesum sama gue!”
 
“Dulu, pe’a! Lo yang ngajak! Bongkar aib gue aja elah!” Seru Tania dengan nada suara seolah frustasi. Gio yang sudah menyurutkan suara tawanya kini menatap Tania dengan bibir yang sudah terlihat menahan tawa lagi.
 
“Gimana sama Rangga? Bisa diajak mesum?” Tanya Gio dengan suara pelan dan alis yang sesekali terangkat. Wajah Tania terlihat langsung memerah dengan kedua matanya yang melotot tajam.
 
“GIO!!!”
 
BHAHAHA!
Dengan tanpa dosanya Gio kini tertawa lebih keras dari yang sebelum-sebelumnya. Untung saja suasana tempat makan ini tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang yang menatap mereka dengan pandangan heran. Seolah tak peduli, Gio tetap saja tertawa yang membuat Tania cukup menahan malu karena punya teman macam Gio seperti itu.
 
Tania menatap Gio dengan tatapan melasnya. “Gio, please jangan malu-maluin.” Ujarnya. Gio langsung meredakan gelak tawanya dan menatap ke arah seisi restaurant.
 
“Maaf, sih.” Ucap Gio dengan nadanya yang terdengar menyesal.
 
“Ya elu, sih!”
 
“Eh tapi-tapi...” Gio menggantungkan ucapannya dengan mendekatkan wajahnya ke arah Tania yang kini menatap dirinya heran. Dengan isyarat beberapa jemari tangannya, Tania juga kini mencondongkan tubuhnya untuk mendekatkan wajahnya ke arah wajah Gio yang tersaji serius.
 
“Secara dia kan kayak es serut ya? Eh salah maksudnya es salju, dingin gitu. Tapi, Rangga agresif gak? Apa jangan-jangan elo lagi yang kegenitan kayak cacing kepanasan?” Bisik Gio. Tania langsung membulatkan kedua matanya. Tapi bukannya menjauhkan wajahnya, Tania malah semakin mendekatkan wajahnya ke arah telinga Gio sebelah kiri.
 
“Gue kalem. Dia dingin. Boro-boro agresif, apalagi mesum kayak lo, gandengan aja jarang banget. Bisa kali gue itung pake jari lima.” Bisik Tania. Gio langsung menjauhkan wajahnya dan menahan tawa setelah mendengar jawaban Tania.
 
Tania sendiri menegakkan duduknya dan menatap Gio dengan tatapan jengah. “Please gak usah ngetawain lagi, lo gak kasian sama gue?”
 
Gio menutup sebentar bibirnya dengan salah satu telapak tangannya, lalu menatap Tania dengan tatapan gemasnya. “Cara kerja enzim di dalem tubuh lo aja harus mengandung teori key and lock, terminal aja pasangannya sama colokan, sendal aja punya pasangan, truk aja gandengan, masa lo kalah sih sama mereka?” Ujar Gio dengan tatapannya yang sungguh membuat Tania ingin sekali melempar meja yang ada disini sekarang juga. “Lo temen gue tapi malu-maluin banget. Temen macem apa sih?”
 
“KAMVRET LU!-_-” Sentak Tania kesal sambil menghembuskan napas keras. “Lagian dia bukan pacar gue lagi, tapi MANTAN! Inget ya, M.A.N.T.A.N!” Seru Tania yang sangat menekankan sekali kata ‘mantan’ pada ucapannya. Melihat ekspresi wajah Tania yang tidak terima seperti itu, ingin sekali Gio tertawa lagi. Tetapi dirinya masih ingat dengan nasib cinta gadis di hadapannya ini.
 
“Oia, sekarang hari nikahan lu, ya?” Tanya Gio dengan wajah tanpa dosanya. Tania semakin menekan emosinya menghadapi laki-laki dengan paras cukup tampan di hadapannya. Kalo lagi gak butuh sih, udah gue gibeg nih setan! Ujar Tania dalam hati.
 
Bicara soal ada apa di hari ini, hari ini sebenarnya adalah hari pernikahan Tania dan Rangga, kalau misalnya rencana itu terjadi. Gara-gara Gio ngomong kayak gitu, Tania jadi membayangkan kalau misalnya mereka resmi hari ini, pasti dirinya sedang sibuk-sibuknya menata hari bahagia seumur hidup satu kali ini agar semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Namun rencana hanyalah rencana. Angan tidak selalu bisa menjadi kenyataan, buktinya sekarang kisahnya dengan Rangga hanyalah bayangan belaka.
 
“Gi, gue kesini bukan ngajak berantem ya?!” Sindir Tania sinis. Gio langsung memamerkan deretan gigi putih nan rapihnya lalu menyandarkan punggungnya di punggung kursi yang sedang didudukinya.
 
“Oke. Oke.” Ujar Gio dengan nada normal. Kedua mata elang laki-laki ini langsung menatap Tania dengan tatapan serius.”Lo mau minta kerja sama gue?” Tanya Gio dengan nada suaranya yang berat namun tetap santai. Tania juga dapat merasakan itu.
 
“Iya. Lo punya usaha kan?” Tanya Tania yang langsung dibalas helaan napas pelan dari Gio.
 
“Iya sih, nerusin usaha ayah sama bunda gue. Usaha ternak ikan yang di balong begitu, sama ada lah beberapa toko sembako di beberapa pasar. Lo mau kerja di tempat gituan?” Tanya Gio sambil menaikkan salah satu alisnya. Gio heran aja, masa gadis seaneh Tania mau kerja begituan? Biarpun sudah lama tidak bertemu, tapi Gio masih hafal sama sifat-sikap Tania. Gio yakin, Tania bukan tipe orang yang doyan berubah, dia selalu sama. Gio yakin, karena zodiak mereka juga kebetulan sama.
 
Tania tersenyum sebelum membalas ucapan Gio. “Gue mau, apa aja. Asal halal dan menghasilkan uang buat keluarga gue. Please, Gi.. Cuma lo sekarang yang bisa bantu gue..” Tania menatap dengan tatapan memohon ke arah Gio yang kini menatapnya bingung. Bukan masalah ingin menolak atau gimana, Cuma rasanya tidak enak saja kalau kita menjadikan teman dekat sendiri menjadi pegawai di usaha sendiri. Apalagi usahanya adalah usaha kelas menengah kebawah, sedangkan Tania sendiri sebelum meminta pekerjaan padanya, Tania adalah seorang pegawai perusahaan ternama milik teman masa sekolah menengah pertamanya.
 
“Aduh, gimana ya...”
 
“Please, Gio..”
 
Gio terdiam sebentar sambil menatap Tania dengan tatapan ragu. Tania yang ditatap lama oleh Gio kini menampilkan raut wajah meyakinkannya. Malah kini kedua telapak tangannya menyatu di depan dada. Gio menghela napas pelan, perasaannya kini sungguh tak tega menatap teman dekatnya semasa SMA itu.
 
“Gue baru buka cabang toko sembako baru. Lebih gede dari toko gue yang lain. Emang lagi nyari pelayan sih. Lo mau? Tapi ada di bagian selatan kota ini, jauh loh dari sini. Gimana?” Ucap Gio dengan tatapan ragunya. Tania sendiri langsung berbinar dengan senyum lebarnya.
 
“Serius? Gue mau, Gi! Gue mau!” Balas Tania dengan semangat.
 
“Tapi lo tinggalnya gimana? Gue gak bisa ngajak lo tinggal di rumah, gue masih sama orang tua tinggalnya. Nanti takut lo ditanya yang macem-macem sama bunda.”
 
“Tenang. Yang pasti sih kerjaannya aja dulu.”
 
“Gimana kalo gue bayarin bulan pertama kost-an lo?” Tanya Gio dengan wajahnya yang sedikit berbinar. Tania menatap Gio heran. “Maksudnya?”
 
“Ya gak mungkin kan elo ngegembel disana? Pasti lo, ngekost. Gue bayarin DP sama uang bulan pertama kost-an lo, biar duit gaji pertama lo nanti, lo kasih dulu ke keluarga lo. Gimana?”
Tania langsung menatap Gio dengan terkejut. Serius ini? Serius Gio sebaik ini? Astaga, sungguh sangat berterima kasih sekali Tania sekarang pada Gio. Sumpah demi apapun, Tania pasti akan membalas semua kebaikan Gio hari ini.
 
“Gak ngerepotin?”
 
“Gak sama sekali. Lo tenang aja.”
 
“Makasih banyak ya, Gi. Nanti gue ganti semuanya. Makasih banget, sumpah!”
 
“Tenang aja, anggep semuanya balas budi gue sama lo. Lo dulu baik banget sama gue, curhatan gue semua lo denger sampe privasi yang gue ceritain ke beberapa orang, lo gak pernah ember. Lo sering banget gue tipu, tapi lo gak pernah marah gede sama gue. Semuanya, gue cuma bisa balesnya kayak gini.” Ucap Gio sambil menatap Tania tulus. Kedua mata Tania kini berkaca setelah mendengar ucapan Gio barusan,  kenapa dia bisa nyiptain suasana se-mellow ini?
 
“Lo gak perlu bales, Gi.. Semua gue lakuin karna gue tau lo salah satu sahabat gue. Lo, cowok kedua yang gue ajak curhat selama gue SMA dulu setelah yang pertama itu, Rangga.”
 
Gio menatap Tania dengan senyumnya yang indah untuk dilihat. Sangat terlihat tulus. “Makasih, Tan. Makasih udah mau jadi sahabat gue dulu. Makasih dulu juga jadi temen mesum gue. Makasih sekali lagi.”
 
Suasana yang tadinya terasa sedih itu kini menjadi tercium aroma kekesalan yang sangat terlihat. Tania langsung menatap wajah Gio yang tengah tersenyum dengan bodohnya. “Fuck you!” Umpat Tania yang dibalas kekehan oleh Gio.
 
 
###
 
Tania tersenyum kecil sambil memencet beberapa tombol kalkulator hitam berukuran sedang yang sedang dipegangnya. Mulutnya berkomat-kamit sambil sesekali melirik sekilas ke arah kantong hitam besar yang tergeletak di atas tempat kiloan beras yang terbuat dari papan kayu. Lawan bicara di depannya hanya terdiam sambil sesekali membantu Tania yang menyebutkan nama-nama belanjaannya yang satu persatu Ia masukkan sendiri ke dalam kantong setelah Tania menyebut nama barang itu dan memencet tombol angka sebagai harga untuk menjumlahkan harga keseluruhan.
 
“Udah kan ya, bu segini aja?” Tanya Tania sambil memandang ke arah kantong hitam dan wajah seorang ibu di hadapannya. Sang ibu mengangguk. “Iya, neng. Jadinya berapa?”
 
Tania melirik ke arah kaca kalkulator dan menunjukkan kaca penunjuk hitung itu ke arah sang ibu. “Semuanya seratus lima puluh tiga ribu.” Jawab Tania. Sang ibu terlihat langsung merogoh tas fashion yang digunakannya untuk mencari dompet. Tania meletakkan kalkulator pada etalase yang berada di samping tubuhnya. Kedua tangannya kini bergerak untuk menyimpul dua bagian sisi kantong plastik hitam yang kini sudah menjadi milik ibu tersebut. Saat terasa ada beberapa lembar uang yang menyodor ke arahnya, Tania langsung mengalihkan aktivitasnya dan dengan gesit menghitung uang yang berada digenggamannya.
 
“Oke pas tanpa kembali. Makasih ya, bu.” Ujar Tania dengan senyum ramahnya. Sang ibu mengangguk dan membalas senyum Tania sambil mengambil belanjaannya yang sudah diikat simpul dari kedua sisi plastik hitam tersebut. Setelah pembeli itu keluar dari area tokonya, Tania langsung menghela napas dan melangkah ke arah dalam tokonya untuk menaruh uang yang baru saja diterimanya.
 
Hari sudah sangat terik, sinar matahari terlihat sangat terang siang ini. Banyak kaus oblong yang digunakan banyak orang sekarang sudah penuh dengan keringat. Apalagi mengingat lokasi ini adalah lokasi pasar induk yang sangat ramai, pasti bisa dibayangkan betapa panasnya daerah ini. Tania sedari tadi hanya dapat duduk di kursi yang berada di samping pintu toko ini, sambil kedua matanya menatap silih berganti pada orang-prang yang lewat begitu sibuk di depan matanya. Salah satu punggung tangannya mengusap peluh yang timbul dari kulit pelipisnya sejak tadi. Toko milik Gio ini memang sangat ramai sejak enam minggu yang lalu. Dan asal kalian tahu, selama ini pula Tania tidak memunculkan batang hidungnya di depan keluarga apalagi teman-temannya. Hanya lewat ponsel, itupun hanya beberapa orang saja yang mengetahui nomor ponselnya. Yang lain, hanya dapat menanyakan keberadaan Tania lewat kedua orang tuanya, itupun kedua orang tuanya yang bercerita apabila mereka sedang berkomunikasi. Bahkan Bisma dan Dina pun tidak mengetahui nomor ponsel Tania yang baru.
 
Sebuah motor bebek berhenti di depan Tania dengan pengemudinya yang menggunakan helm SNI berwarna hitam. Tania tidak beranjak berdiri, kedua matanya hanya menatap dalam diam ke arah orang tersebut. Bahkan saat orang itu membuka helmnya, Tania hanya menatap diam orang itu dan beberapa detik kemudian malah mengalihkan tatapannya.
 
“Heh, ngelamun aja!” Sembur seorang laki-laki yang merupakan pengemudi motor bebek tadi. Tania hanya menatap laki-laki itu sekilas lalu memandang ke arah lain setelah itu.
 
Laki-laki yang nyatanya Gio itu memandang Tania geli dan dengan isengnya mencolek dagu Tania dengan genit. “Euleuh sok-sok’an jutek. Gewla emang!” Ujar Gio dengan alaynya. Tania langsung menatap Gio geli dengan bahu yang bergidik satu kali.
 
“Najis tralala! Dagu gue harus disucikan pake pasir tujuh kali ini, sih!”
 
“Alay!” Sentak Gio kesal. Kedua mata elang laki-laki ini memandang kesekeliling toko warisan orang tuanya lalu menatap Tania kembali. “Yang lain mana?”
 
“Si Nanda gak masuk katanya sakit, yang biasa manggul-manggul lagi pada makan siang. Jadilah gue seorang diri disini.” Sahut Tania dengan wajah lesunya. Gio menatap Tania dengan pandangan jijik. “Segitu jonesnya?” Sahut Gio cepat.
 
“Tau bae yang punya pacar mah. Iyuh!” Sinis Tania. Gio terkekeh kecil lalu menarik kursi kosong yang berada di belakang Tania dan mensejajarkannya menjadi di samping Tania.
 
“Eh di depan kok ada toko bagus banget, dipita gitu lagi, belum diresmiin?” Tanya Tania setelah Gio duduk dengan manis di sampingnya.
 
 “Gak tau. Katanya sih gitu, toko peralatan rumah tangga yang agak berkelas gitu deh. Itu yang punya perusahaan terkenal, katanya sih gue denger-denger, si pengusahanya itu lagi coba bisnis di jalur yang baru.” Papar Gio sambil menatap sebuah bangunan ruko yang berjarak tiga puluh meter di depan mereka.
 
Tania melirik sekilas ke arah Gio lalu menatap bangunan ruko itu kembali. “Perusahaan terkenal? Perusahaan apa? Siapa tau gue tau nama perusahaannya. Kepo gue, secara kan perusahaan tempat gue kerja dulu juga perusahaan ternama sampe ke luar indo juga.”
 
“Iya. Apalagi perusahaan M.A.N.T.A.N C.A.L.O.N S.U.A.M.I lo ya, Tan!” Ledek Gio. Tania langsung memukul lengan atas Gio keras. “GAK USAH UNGKIT MASA LALU!” Teriak Tania.
 
Gio tertawa menatap Tania tanpa meringis sedikitpun. “Masa lalu apaan? Baru juga dua bulan yang lalu!”
 
‘Yaudah keles!”
 
“Eh tapi katanya peresmiannya hari ini, Tan.” Ujar Gio kembali ke topik pembicaraan. Tania langsung menatap Gio dengan kedua kelopak mata yang sedikit membulat. “Beneran? Pantes daritadi perasaan ada yang mondar-mandir sibuk gitu di ruko sana.”
 
Saat Tania dan Gio terdiam beberapa saat, seorang laki-laki bertubuh kekar dengan pakaian serba hitamnya berteriak tidak jelas di jalanan sepanjang area ruko disana. Semua mata dan cuping telinga warga yang ada termasuk Tania dan Gio pun mengarah pada teriakan laki-laki tersebut.
 
“BUAT SEMUA ORANG DI PASAR SAAT INI, SILAHKAN BERKUMPUL DI DEPAN RUKO INI. AKAN ADA PERESMIAN RUKO, DAN SIAPA YANG BERGABUNG DAN MERAMAIKAN PERESMIAN INI, AKAN DAPAT UANG DARI KAMI. AYO RAMAIKAN!”
 
Antusias warga yang berada di pasar ini langsung terdengar semangat. Banyak berbondong-bondong para pedagang ataupun pembeli yang langsung bergegas ke ruko yang berada di hadapan toko milik Gio dengan terburu-buru. Tidak seperti yang lain, Gio dan Tania hanya terdiam sambil kepala mereka yang menengok ke kanan dan ke kiri mengikuti langkah cepat banyak orang yang sibuk berlarian ke arah toko peralatan rumah tangga yang akan diresmikan siang ini itu.
 
“Lo gak ikutan?” Tanya Gio masih menatap penuh ke arah ruko yang sekarang sudah dikerumuni banyak warga tersebut. Tania melirik sekilas ke arah Gio sebelum kembali menatap keramaian di depannya.
 
“Ngapain, kurang kerjaan banget.”
 
“Lumayan oon dapet duit.”
 
“Lo aja sana!”
 
“Maaf, gue gak level!”
 
“Alay!” Sembur Tania sambil menoyor kepala Gio pelan. Gio membalasnya dengan menjulurkan lidahnya ditemani kedua bola mata yang dibuat juling ke arah Tania.
 
Saat keduanya kembali menatap penuh ke arah depan, ada sekitar lima mobil mewah yang berhenti bersamaan di depan mereka. Dari mobil yang urutan terakhir keluar banyak orang berbadan kekar dengan pakaian serba hitam saling berlarian ke arah mobil yang berada pada urutan kedua dari depan. Tania hanya menatap aneh ke arah mobil-mobil di depannya. Berlebihan emang, apa sebegitu pentingnya orang yang memiliki ruko peralatan rumah tangga di depan sana? Sampai dikawal banyak mobil, bahkan bodyguardnya lari-larian kayak gitu. By the way, okelah kalau dilihat-lihat kelima mobil itu. Tania sendiri menatap sedikit takjub ke arah mobil-mobil tersebut. Menatap dari ujung depan mobil sampai ujung belakang ke arah ban mobil mewah itu, sungguh sangat berkilauan. Yang Tania pikirkan, kapan ya dia punya mobil kayak gitu?
 
“Minggir-minggir!” Teriak salah satu bodyguard itu. Kedua mata Tania beralih menatap sosok berbadan kekar tersebut, yang berada di samping deretan mobil ketiga dari mobil-mobil itu.
 
B 6188 GA
 
Tania membaca plat mobil yang berada tepat di depan lutut pria bodyguard itu tanpa sengaja. Dan secara mendadak kinerja otaknya langsung bekerja dengan cepatnya. Melihat huruf dan angka disana, sepertinya Tania pernah mendengar atau melihat konsonan angka tersebut. Tapi dimana?
 
B 6188 GA
 
Tania kembali membaca yang tertera pada lempengan besi berwarna hitam itu dengan pelan. Tania berusaha mengingat, karena Ia rasa memang Ia pernah mendengar rentetan huruf dan angka itu. Belum sempat Tania menemukan jawabannya, suara Gio berhasil membuat pikiran seriusnya buyar dalam seketika.
 
“Tan, gue rasa gue pernah liat itu cewek.” Ujar Gio pelan. Tania yang tadi menatap kosong ke arah depan langsung menatap wajah Gio dari arah samping dengan tatapan bertanya. “Yang mana?” Tanya Tania penasaran.
 
“Itu yang keluar dari mobil yang kedua.” Jawab Gio tanpa membalas tatapan Tania. Tania langsung menatap lurus dan menatap seorang wanita yang berdiri disamping pintu mobil kedua dengan kedua mata yang menyipit karena posisinya saat ini yang melawan  sinar matahari. Tania memperbesar kelopak matanya dan mengedipkan kedua matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya saat ini bukanlah khayalannya belaka.
 
Perempuan itu? Gadis dengan celana bahan cream dan setelan blouse yang senada ditemani kemeja putih di dalamnya, dengan rambutnya yang digelung rapih disana. Dia Lefi?
 
Berarti kalau Lefi berada disana, Rangga juga ada saat ini?
 
Tania langsung bangkit dari duduknya dengan rusuh dan memposisikan dirinya dibelakang Gio dalam keadaan jongkok. Gio yang terkaget langsung membalikkan tubuhnya ke arah Tania yang berada di bawahnya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kenapa Tania? Kenapa pas ngeliat cewek itu Tania langsung kaget kayak abis ngeliat setan? Padahal dia cewek cantik menurut Gio.
 
“Lo kenapa?” Tanya Gio dengan kesalnya. “Dia cantik. Lebih cantik dari lo kayaknya, kok lo kayak gitu, abis ngeliat setan gitu?” Lanjut Gio kesal.
 
Tania membuka sedikit tutupan kedua telapak tangan miliknya pada wajah ayunya. “Dia bukan setan. Dia manusia.” Jawab Tania pelan. Gio terlihat geram setelah mendengar jawaban Tania.
 
“Elah lay gue juga tau dia manusia, maksud gue kenapa reaksi lo kayak gitu?”
 
Tania kembali menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya erat-erat. “Lo tau, dia sekretarisnya Rangga.” Lirih Tania.
 
Gio menautkan kedua alisnya heran. “Apa? Lo laris jualan serangga?” Sahut Gio setelah terdiam sepersekian detik.
 
Tania yang kesal dengan respon Gio yang lemot langsung berdiri dan menoyor kepala Gio dengan gemasnya, tanpa sadar kalau sedari tadi dia berusaha mengumpat setelah melihat perempuan yang Ia ketahui adalah Lefi, sekretaris Rangga.
 
“Bodoh! Sekterarisnya Rangga! Cewek itu...” Tania menunjuk ke arah depan dengan dagunya. Gio hanya melirik ke arah yang Tania tuju sekilas lalu kembali menyimak Tania. “Sekretarisnya Rangga. Lo ngerti?” Jelas Tania jengkel. Gio membulatkan bibirnya dan mengangguk tanda mengerti ucapan Tania barusan.
 
“Berarti... Kalo asistennya baru aja keluar dari itu mobil, berarti Rangga juga ada di dalem sana dong?” Tebak Gio sambil beranjak berdiri di sebelah Tania. Tania yang baru menyadari bahwa disana ada Rangga secara logika pun langsung kembali mengingat acara mengumpatnya.
 
Belum saja Tania kembali berjongkok ria, dengan cepat pintu samping tepat dimana Lefi baru keluar dari sana. Muncul lah sosok laki-laki dengan setelan jas cream dan celana bahannya yang memiliki warna senada ditemani pantopel hitam berkilau. Ketika laki-laki itu berdiri dengan tegak sambil menutup pintu mobilnya, Tania dapat melihat kepala laki-laki itu tersebut. Dilihat dari belakang, Tania bisa menebak bahwa potongan rambut laki-laki itu sepertinya lebih fresh dari waktu terakhir Ia bertemu dengannya. Saat laki-laki itu menghadap ke arah samping dan membuka obrolan dengan wanita yang tadi Tania sebutkan Lefi, Tania dapat melihat wajah laki-laki itu dari arah samping. Memandang dari samping wajahnya, kenapa Tania kayak ngerasain firstsigh ya?
 
Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Tania mengambil nafas pendek-pendek dari kedua lubang hidung mungilnya. Kedua matanya dengan sialan terus menatap sosok laki-laki didepan sana, dengan keadaan tubuh yang lemas tanpa bisa diajak berlari untuk segera mengumpat karena bisa saja laki-laki itu mengetahui posisinya sekarang.
 
“Masya Allah..”
 
Tania semakin terlena saat tubuh laki-laki itu menghadap ke arahnya. Tania tidak dapat berkutik saat ini. Wajah laki-laki itu yang terkena sinar matahari dan kulitnya yang bersinar karena sinar matahari benar-benar memesona hati seorang Tania. Kedua mata laki-laki itu yang sedikit menyipit karena terkena silaunya sinar matahari menambah kesan ‘sangat tampan’ yang diberikan Tania untuk laki-laki itu sejak lama. Astaga, alangkah indah dan hampir sempurnanya laki-laki di depan sana, Tuhan..
 
Gio sendiri membelalakan matanya saat mengetahui laki-laki yang keluar menyusul wanita cantik yang Ia taksir tadi adalah Rangga. Dengan secepat kilat Ia melirik ke arah Tania yang malah terbengong menatap sosok laki-laki di hadapan mereka. Gio kembali menatap ke arah Rangga yang sepertinya tidak menyadari keberadaan mereka berdua disini karena sedang sibuk mengobrol dengan Lefi – wanita cantik itu – tanpa menengok ke arah apapun. Secepat kilat Gio menatap Tania lagi dan menepuk bahu gadis disebelahnya pelan.
 
“Tan.. Tania..” Panggil Lirih Gio. Tania tetap bergeming. Gio kembali menepuk bahu Tania sedikit lebih keras, tetapi hasilnya sama. Gio kembali menatap lurus dimana Rangga masih asyik mengobrol dengan Lefi ditambah satu orang manusia lagi disana. Gio untuk kesekian kalinya menatap Tania yang membeku ditempatnya. Apa dia harus teriak? Bagaimana kalau Rangga mengetahuinya? Biarpun begini-begini Gio masih mengerti keadaan Tania sekarang.
 
“Taniaaaa!” Ujar Gio sedikit lebih keras sambil mengusap wajah Tania sebanyak dua kali dari atas ke bawah. Tania langsung bereaksi dengan mengedipkan kedua matanya beberapa kali. Sepersekian detik kemudian, kepala Tania menengok ke arah Gio yang kini menatapnya dengan tatapan jengkel.
 
“Gi, Rangga kok makin tampan ya? Biarpun dia kurusan dikit..” Ucap Tania dengan nada manjanya. Gio langsung membuang napas kasar dan menyentik dahi Tania dengan jari telunjuk tangan kanannya.
 
“Elo itu pinter apa cerdas? Bukannya ngumpet malah melongo gak jelas gitu. Buru!” Sentak Gio sambil mendorong bahu Tania untuk memasuki area tokonya. Tania mempertahankan posisi berdirinya, Gio semakin menatap Tania dengan amat jengkel.
 
“Kenapa lagi?”
 
“Gue kangen sama Rangga..” Lirih Tania sambil menatap Gio dengan mata berkaca. Kalau Tania boleh jujur, Tania memang sangat merindukan Rangga. Sangat, kalau saja di detik selanjutnya Ia tidak mengingat kekecewaannya terhadap sikap maupun sifat Rangga padanya
 
“Jangan nangis, sipit..” Balas Gio lirih. Gio jadi kasian sama Tania, kenapa disaat dia mau ngelupain, tapi takdir kembali menemukan mereka? Tanya Gio dalam hati.
 
Baru saja Gio bertanya-tanya, Gio menangkap Tania sudah mengeluarkan beberapa bulir air mata, dan sedang berusaha dihapusnya. Gio membulatkan kedua matanya lalu dengan cepat langsung mengeluarkan sapu tangan dari saku jeansnya lalu memberikannya pada Tania.
 
“Lap air mata lo.” Titah Gio saat menjulurkan sapu tangan itu. Tania yang mulai sesegukan itu mengambilnya dan mengusapkan kain sapu tangan itu ke kulit wajahnya yang basah.
 
Gio mencoba mengalihkan tatapannya untuk mengetahui situasi di depan sana. Saat kedua matanya baru saja menatap ke arah depan, tenggorokkannya langsung tercekat saat mengetahui Rangga tengah melangkah menghampiri posisinya dan Tania.
 
Gawat! Sepertinya Rangga mengetahui posisi mereka berdua!
 
“Tania! Rangga kesini!” Ujar Gio dengan suara keras agar Tania mendengar jelas ucapannya.
 
Tania langsung menjauhkan sapu tangan Gio dari kelopak matanya dan mencoba menatap kedepan dengan tatapan fokusnya. Kedua matanya langsung membola. “Gue harus gimana?” Tanya Tania dengan cepat.
 
“Lo lari sekarang juga. Keluar pasar. CEPET!” Sentak Gio keras. Tanpa aba-aba terlebih dahulu Tania langsung berlari kencang ke arah kiri dimana pintu pasar berada. Rangga yang melihat Tania berlari langsung mengejar Tania cepat dibelakang gadis itu.

KITA YANG BERBEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang