" SELAMAT atas kesembuhanmu! " ucap Vanesa sambil menyodorkan sebuah kue strawberry kecil ke arah Edward saat ia masuk ke dalam van-nya bersama dengan Oliver yang membantunya keluar dari rumah sakit ketika banyak wartawan mengerubunginya. Untung saja beberapa security turut bekerja sama.
Oliver yang berada di kursi setir yang rupanya sudah menyiap kan terompet mini tiba-tiba meniup benda itu.
Edward tersenyum. " Thanks. "
Vanesa memotong kue itu dengan sendok dan menyodorkannya ke arah Edward. " Buka mulutmu. "
Edward memandang potongan kue itu, dan memandang Oliver yang tertegun. Edward meraih sendok dari tangan Vanesa dan menyuapkan kue itu ke mulutnya.
" Enak. " komentar Edward sambil tersenyum tipis.
Vanesa tersenyum kemudian menutup kotak kue itu dan meletakkannya ke kursi di belakang. Oliver menyalakan mesin mobil, dan segera melaju di jalanan.
" Sekarang.. kita akan rayakan kesembuhanmu di restoran Masa yang terkenal itu! Sulit sekali 'loh mendapatkan meja disana. " ucap Vanesa sambil menujukan sebuah kartu pass supaya bisa masuk ke Masa.
" Aku membayar extra. " bisik Vanesa sambil tertawa kecil.
Oliver memandang Vanesa melalui spion tengah. " Jadi kami boleh makan sepuasnya?? Kau yang bayarkan? " canda Oliver.
Vanesa melotot. " Hei, aku hanya fotografer. Uangku tak 'kan cukup. "
Edward memandang Vanesa. Kembali mengingat kejadian ketika pertama kali ia bangun dirumah sakit. Dan Vanesa ada disana. Tangannya.. Tapi, entah kenapa rasa hangat itu mulai berkurang.
Vanesa nampak cantik malam ini, dengan jaket dan syal warna merah maroon.
" Bagaimana kalau Edward yang bayar makanannya? " tanya Vanesa, mencondongkan tubuh ke dekat Edward.
Edward sedikit bergeser. " Oke. Makanlah sepuasnya. "
Vanesa sedikit menganga dan bersorak kecil. " Terimakasih, Ed. " Ia bertepuk tangan pelan dengan semangat.
Oliver memandang Edward dari spion tengah. Menaikkan kedua alisnya.
" Kau melakukan itu untuknya? "
Edward juga memandang Oliver melalui spion, menaikkan kedua alisnya.
" Apa kau bilang? " tanya Vanesa.
Oliver kembali memandang ke arah jalanan sambil tersenyum. " Tidak ada. Mungkin kau salah dengar. "
Vanesa menggeleng. " Aku yakin kau mengatakan sesuatu, Oliver. Kau mau menipuku? "
Oliver tertawa pelan. " Kau salah dengar. "
" Kau kira aku tuli? "
" Aku benar-benar tidak bilang apa-apa. "
Kemudian ponsel Edward berbunyi, menghentikan perdebatan Oliver dan Vanesa. Mereka berdua memandangi Edward. Edward segera mengeluarkan ponsel dari kantung jaketnya.
" Halo? "
Tak ada jawaban. Edward menjauhkan ponsel dari telinga dan memandang layar. Benar. Sudah tersambung, ia tidak salah tekan. Dari nomor tidak dikenal. Edward memutuskan untuk kembali bertanya.
" Halo? Siapa ini? "
" Mmm.. ini.. aku. "
Edward menaikkan alis. Tanpa menyebutkan nama entah kenapa Edward tahu bahwa yang menelpon adalah orang itu. " Ya, Tiffany? "
" Mr. Miles, mengajakmu.." Ucapan Tiffany terpotong.
" Ya? "
" Untuk makan.." Kembali terpotong.
" Ya, Tiffany? Lalu? " tanya Edward sabar menanti lanjutan kalimat yang terpotong-potong itu. Dengan sedikit tersenyum.
" Makan. Malam. Bersama. Sekarang. Di Masa. " ucap Tiffany terbata-bata.
" Terimakasih. Terimakasih sudah memberitahu. " sahut Edward pelan.
" Um. " gumam Tiffany.
" Terimakasih sudah menelpon. "
" Maksudmu? "
" Tidak ada. Aku matikan dulu. Sampai jumpa. "
Klik!
Edward memutuskan sambungan kemudian memasukkannya ke dalam kantung jaketnya. Diikuti tatapan penasaran dari OLiver dan Vanesa, yang lebih memfokuskan diri pada ponselnya setelah itu.
***
Edward, Vanesa, dan Oliver telah sampai di depan Masa. Jalanan cukup padat di depan restoran mewah itu. Orang-orang rela mengantri dan menunggu berjam-jam hanya untuk makan di Masa, dan tentu saja itu tak 'kan mengecewakan.
Masa adalah salah satu restoran paling terkenal di Washington. Makanan di Masa beraneka dan lezat. Terutama menu utama mereka malam ini yang bisa Edward lihat di papan dekat pintu depannya yang ditulis khas dengan kapur. Edward mengabaikan menu pembukanya yang sudah cukup sering ia makan, tapi kali ini menu utama dengan bahan proteinnya yang terkenal kelezatannya jika diolah ala Masa, protein itu adalah Pork. Masa selalu menyajikan makanan modern yang kontemporer.
" Masa penuh sekali malam ini. " Gumam Oliver sambil menekan klakson dengan nafsu ketika sebuah mobil hitam menyelip antriannya. " Orang-orang jadi gila dan 'tak tahu aturan karena ingin makan di Masa. "
Vanesa sendiri memasang earphone sambil sesekali menguap. Sudah nyaris sejam mereka masih berada di antrian masuk. Belum lagi mencari tempat parkir. Setidaknya Vanesa mendapat card supaya mereka bisa langsung mendapat meja.
Edward terus terpikir tentang telfon dari Tiffany. Keluarganya dan Tiffany akan mengadakan makan malam di Masa juga, saat ini. Edward mengancing jaketnya dan membuka pintu mobil.
" Hei, apa yang kau lakukan? " tanya Oliver menatap Edward bingung.
Edward hendak menutup pintu mobil. " Kalian makan berdua dulu, aku ada urusan mendadak. Nanti aku menyusul, kawan. "
Setelah menutup pintu mobil. Edward segera berlari menyusuri trotoar dengan angin musim gugur yang terus menera wajahnya.
***
Terimakasih bagi yang sudah menanti bab 6 , One More Time..
Terimakasih bagi yang sudah vote dan comment sebelumnya :)
Menerima kritik dan saran yaa :)
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time
RomanceEdward Miles " Wajahnya, ya. Tipeku. Sifat dan sikapnya. Tidak. Bukan tipeku. " " Perjodohan ini tak akan pernah berhasil. Dia suka padaku, atau aku suka padanya? Itu mustahil. " Tiffany Turner " Maaf. " --------------------- Bagaimana jika seorang...