Bab 4

262 53 35
                                    

BAB EMPAT

EDWARD segera masuk ke dalam kafe milik ayahnya. Ia terus saja tersenyum sepanjang perjalanan, karena jarang-jarang dia dan Vanesa bisa sarapan bersama di tengah kepadatan jadwal masing-masing. Setelah masuk, ia langsung menemukan dimana Vanesa berada.

" Hai. Lama menunggu? " Tanya Edward sambil duduk di kersi yang berhadapan dengan Vanesa.

" Tidak juga. " Jawab Vanesa. Kemudian datanglah seorang pelayan menanyakan pesanan.

Vanesa membuka daftar menu.

" Mau makan apa? Hari ini aku yang traktir. "

Edward menimbang-nimbang. " Omelet rice disini enak. "

Vanesa mengangguk. " 2 Omelet rice. Minumannya belakangan saja. "

Setelah pelayan mencatat pesanan, pelayan tersebut pergi meninggalkan meja Vanesa dan Edward.

" Bagaimana pekerjaanmu? " Tanya Edward untuk mengubah suasana agar tidak canggung.

" Umm.. biasa saja..memotret ini dan itu. " Jawab Vanesa. " Lalu kau? "

Edward tersenyum tipis. Senang Vanesa bertanya kembali. "Sibuk sekali. Tapi aku senang kau mengajakku makan sekarang. " Edward menghela nafas dan Vanesa tertawa kecil.

" Ya begitulah, kalau kau terkenal. " Ujar Vanesa dan Edward mengangguk pelan.

Tiba-tiba Edward mendengar sebuah suara familier memanggilnya.

" Edward?

***

" Edward? "

Edward memandang ke pemilik suara itu, dan mendapati ayahnya sedang datang menghampiri mejanya dan Vanesa dengan seorang gadis.

Edward segera berdiri untuk memperkenalkan ayahnya dan Vanesa.

" Oh ayah. Kenalkan ini Vanesa teman dekatku. Vanesa, ini ayahku, pemilik De Latte. "

Vanesa ikut berdiri kemudian bersalaman dengan Mr. Miles sambil –tentu saja- menyunggingkan senyum terbaiknya.

" Ah kebetulan. Ini Tiffany. "

Mendengar nama itu, otak Edward langsung berhenti bekerja.

What? Tiffany?

Mr. Miles kembali berbicara. " Mungkin temanmu ini belum tahu. Vanesa, ini Tiffany, calon tunangan Edward. "

Vanesa sontak menaikkan alis dan memandang Tiffany dan Edward bergantian. Seolah belum mencerna apa yang baru saja ayah Edward katakan. Vanesa pikir mungkin ia salah dengar.

" I-Itu.. begini.. eh.. "

Edward pusing, tak tahu kata apa yang akan keluar dari mulutnya.

Vanesa memandang Edward kemudian lama kelamaan senyum mengembang diwajahnya. " Ed. "

" Ya? "

" Tunanganmu cantik sekali! Ya ampun! Kenapa kau tidak memberitahuku sih?! Astaga! Selamat! "

Air muka Edward berubah semakin parah. Mendengar perkataan Vanesa membuat Edward jadi tahu satu kebenaran yang kini sedang menyayat hatinya.

Kini ia tahu..

Vanesa tak pernah menyukaiku.

***

Sarapan dengan perasaan yang tak enak akhirnya selesai. Ayah Edwrad memanggil Edward ke ruangan pribadinya sementara Vanesa dan Tiffany sudah pulang.

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang