Bab 7

199 33 7
                                    


BAB TUJUH

"MAAF aku terlambat. "

Ketika Edward masuk ke ruangan yang dipesan khusus untuk acara keluarga, semua mata memandangnya. Nafasnya terengah-engah, rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat, bulir keringat terus mengalir.

Dengan sedikit bingung Mrs. Miles menyuruh Edward duduk. " Duduklah, nak. "

Edward hendak duduk di samping Tiffany yang menggunakan dress selutut warna biru gelap. Gadis itu merunduk, menolak untuk menatap Edward. Edward menghela nafas, dan dengan perasaan tidak enak duduk di samping gadis itu.

Disamping Edward, Errina nampak memasang wajah kecewa yang dibuat-buat sambil menggeleng pelan. Edward hanya mendesah dan memalingkan wajah dari kakaknya yang berlebihan saat ini.

" Kau nampak seperti maling yang melarikan diri, Ed. " Edward sedikit menganga mendengar komentar Errina. Kemudian Errina melanjutkan komentarnya yang semakin membuat Edward menganga dan ingin menjitak kakaknya saat itu juga. " Nilaimu di mata Tiffany sudah melesat turun. Tapi kau tetap tampan. "

Edward nyaris tertawa keras ketika kata 'tampan' terselip diantara ejekan Errina.

Edward mencoba merapikan rambutnya dan memandang ayahnya. Ayahnya juga memandangnya aneh. Edward tak tahu apa arti pandangan itu. Kemudian ayahnya memanggil seorang pelayan dan menyebut pesanan bersama dengan Errina dan ibunya.

Ketika Edward memandang ke segala arah, kakek Tiffany tak ada bersama mereka.

" Dimana kakekmu? " Edward tak sadar ia langsung berbicara menghadap ke Tiffany sambil berbisik.

Tiffany memandangnya." Suaramu sudah baik-baik saja. "

Edward menaikkan sebelah alisnya. Edward memandang mata itu, dan seolah ada yang menjalarinya. Aneh. Mata itu gelap. Tapi hangat.

Sadar dipandangi seperti itu, Tiffany memalingkan wajah. " Kakek.. sedikit sibuk.. "

Edward mengangguk pelan. Edward tiba-tiba saja merasa gugup dan ada sengatan aneh diujung jarinya. Jantungnya juga tidak dapat diajak kerja sama dengan baik ketika ia mendengar detak jantungnya sendiri di telinganya.

Harap-harap cemas, semoga saja Tiffany tidak mendengar detak jantungnya yang mulai menggila saat ini.

Selain itu, Edward ingin mencari tahu mata itu. Mata gelap yang menariknya ke dalam.

***

" Lama. "

Oliver memandang Vanesa yang nampak cemberut.

" What's wrong? "

Vanesa memandang salad di depannya dengan tidak bernafsu. Vanesa melipat kedua tangannya di depan data, memandang ke sekeliling ruangan. Menatapi setiap orang yang makan dengan lahap.

" Ed, lama. "

Oliver menaikkan alisnya. " Mungkin urusan penting. " Oliver memandnag saladnya dan perlahan mulai melahap salad itu. Vanesa juga jadi uring-uringan tanpa alasan jelas. Atau karena.. Edward?

" Mungkin yang tadi meneleponnya? Siapa 'ya tadi? " Vanesa berpikir sejenak sambil memasukkan irisan lobak dan wortel ke dalam mulutnya, meski tidak nafsu makan, setidaknya ia tidak membuang uang dari kerja kerasnya.

" Ah! Tif..Tiffany? Ya! Tiffany... " Vanesa terdiam sebentar, sambil berhenti mengunyah. " Calon tunangan Edward. "

Oliver mengalihkan pandangan dari piring menuju wajah Vanesa. " Calon tunangan? "

Vanesa mengangguk pelan. " Um. Calon tunangan. Mr.Miles memperkenalkannya padaku. Pada saat itu, aku dan Edward sedang makan di De Latte. Dan.. gadis itu datang. " Vanesa memberi penekanan aneh ke kata 'gadis itu'.

" Be- "

Tiba-tiba ponsel Oliver berbunyi, Oliver permisi pada Vanesa dan mengangkat telponnya. Vanesa hanya menjawab dengan anggukan singkat dan memakan salad.

" Halo? "

" Oliver. Ini aku. "

" Ya, Ed. Sebaiknya kau cepat kemari. Vanesa mulai mengamuk, ia berceloteh tiada henti dari tadi dan aku mulai pusing. " ujar Oliver panjang lebar.

Edward tertawa sebentar. " Maaf, kawan. Aku ditahan ayahku. Sepertinya aku tidak bisa menemani kalian malam ini. "

Oliver terdiam sejenak tetapi kemudian mengangguk. " Oke. Tapi.. berarti aku yang bayar ? Asal kau tahu Vanesa memesan menu terbaik malam ini. Aku bisa tidak makan keesokan harinya, jika harus membayar semua ini, kau tahu? " Sebenarnya Oliver mengatakan hal itu dengan setengah bercanda.

" Akan aku ganti besok pagi. Kau tenang saja, dan temani dia dengan sabar. " sahut Edward dengan nada cepat. " Aku duluan, ayahku pasti akan segera memanggilku. "

Klik!

Oliver menghela nafas.

" Sepertinya, Edward tidak bisa bergabung bersama kita malam ini. "

***

Terimakasih bagi yang sudah menunggu lanjutan One More Time :)

Terimakasih bagi yang sudah vote dan comment, bahkan silent reader :)


Maaf ya chapter ini agak pendek :"( Karena saya bener-bener banyak tugas dan bentar lagi UAS.


Terimakasih sekali lagi bagi yang sudah baca, dan menunggu dengan setia One More Time, mohon dukungannya, karena saya bukan siapa-siapa dan apa-apa tanpa kalian semua.

Ngomong-ngomong restoran Masa itu beneran ada loh, cek aja di internet kalo kalian mau tau.

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang