Part 6

836 79 2
                                        

Malam sudah berselang, rutinitas seperti biasa telah dilaksanakan oleh Sisi dan sekarang, ia tengah berdiri sendiri di hadapan sebuah bangunan modern klasik yang sangat khas. Bukan berdiri sendiri, melainkan jika dilihat dari mata yang lebih dari kata normal, Sisi sedang bersandingan dengan Digo. Simpang siur angin berhembus kencang, menerbangkan dedaunan yang rapuh dari setiap pohon yang tumbuh di tepi jalan. Digo hanya terdiam beberapa menit memandangi bangunan yang menjadi tempat di mana ia dibesarkan dahulu. Ia tertunduk menyesal, semua yang sudah terjadi tak bisa diputar ulang layaknya sebuah film yang dapat diulang-ulang sepuas keinginannya. Sisi yang mengikuti Digo mulai merasa jenuh, hembusan napas panjang berderu dengan seru. Ia menoleh ke arah arwah lelaki yang tengah tertunduk.

Sisi tau Digo yang masih berduka atas kejadian yang menimpanya, Sisi tau Digo menyimpan sebuah amarah yang belum bisa terluapkan oleh sesuatu hal, Sisi tau bagaimana hancurnya Digo saat ini, Sisi tau semua yang Digo pikirkan detik ini sekalipun. Ia menatap arwah itu iba. Mulut seolah-olah tak bisa berkata saat ini, hanya hati yang berani megutarakan semua kepedihan yang meradang di dalam rohani. Lagi-lagi Sisi menghembuskan napas panjang, ia masih bingung dan teramat ragu untuk memborbadirkan semua masalah Digo yang ia terima karena keibaan.

Rumah modern klasik yang berdiri kokoh di sana terlihat sangat terawat, Digo tak bisa menerka apakah semua pegawai rumahnya itu masih mau bekerja tanpa upah sepeserpun? Ia tak tega melihat para pegawainya yang bekerja tanpa hasil yang memadai. Andai kakinya masih benar-benar bisa memijak tanah ini. Nihil. Wujudnya saja tak bisa dilihat oleh orang-orang normal dan ia hanya bisa berandai yang masih arang untuk dicapai.

Krek-krek

Suara gerbang terbuka nyaris membuat Sisi melompat tinggi. Seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan tergesah-gesah. Sisi menegang, sedangkan Digo justru tersenyum ketika melihat wanita itu menghampiri rekannya, Sisi.

"Ada yang bisa Mbok Sum bantu, non?" ujar wanita pertengahan berumur itu.

Sisi melirik Digo dengan ekor matanya dan memberi sebuah kode. Ia bingung harus memberi alasan apa agar bisa mengorek informasi dari Mbok Sum itu. Sisi menelan ludahnya berkali-kali, namun rasa tegang dan tak percaya diri masih setia hinggap membaluri tubuh mungilnya. Berlama-lama Digo terdiam berpikir, berlama-lama pula wanita tua itu memberikan tatapan tanya kepadanya.

"Bilang aja, kalau lo teman kuliah gue dan lo mau ketemu gue," ucap Digo pelan, walaupun Mbok Sum tak bisa mendengar perkataannya jika suaranya mengeras sekalipun. Sisi membalas dengan anggukan kecil, membuat Mbok Sum yang menatapinya sedari tadi menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Sisi menerbitkan sebuah senyuman tipis untuk wanita di hadapannya. "Mbok Sum, perkenalkan saya Sisi," Sisi mengulurkan tangannya berusaha berjabatan tangan dengan Mbok Sum, wanita tua itupun melemparkan senyuman kembali kepada Sisi. "Saya teman kuliah Digo."sambungnya.

"Mmm, Non Sisi, lebih baik kita berbicara di dalam saja."

"Baik Mbok."

Mbok Sum melangkah mendahului Sisi di depan, Digo yang sudah menghilang membuat Sisi kembali merasa kesal atas perlakuan arwah tengil itu. Ia pun memutuskan untuk melenggang masuk ke rumah Digo. Pintu yang dibuka oleh Mbok Sum jelas memberikan aroma jeruk yang tersebar di setiap sudut ruangan rumah tersebut. Sisi berjalan dengan gontai di atas ubin marmer rumah Digo, ruang tamu yang begitu luas mendominasikan dengan beberapa figura foto yang terpajang di barisan tembok bercat netral.

Mbok Sum yang mungkin sedang berada di dapur membuat Sisi lebih leluasa untuk mengamati ruang tamu yang begitu menyiratkan rasa keharmonisan si empunya rumah dengan keluarganya. Ada Ibu, Ayah, dan juga putra sematawayang mereka, Digo. Beberapa guci bergambarkan sesuatu yang menarik juga terpajang di sana. Sisi meyapu bersih semua pajangan dan perabotan rumah arwah lelaki yang meminta bantuan kepadanya, tunggu! Sebuah foto bocah kecil yang amat lucu tak terlewatkan untuk diamati. Lucu banget, siapa itu? Ucapnya bermonolog dengan gemas.

Behind The Soul [mate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang