Part 3

1K 75 0
                                        

Bingung. Pening. Rasa itu menyerang otaknya secara bersamaan dan dalam tempo waktu yang sama pula. Berkali-kali Sisi mengacak-acak kasar rambut hitamnya yang tergerai panjang. Tak ada yang peduli dan tau tentang apa yang telah menimpa dirinya, lantas menjadi sebuah beban yang memang belum ikhlas ia jalankan. Berkali-kali Sisi menghela napas panjang mengingat kejadian yang baru kemarin terjadi. Beberapa pertanyaan tak lazim turut menggantung di otak besarnya itu, ia tak tau harus bagaimana dengan permasalahan sesosok arwah yang begitu saja hadir ke dalam hidupnya dan semudah itu ia menerima permintaan bantuannya. Dan berkali-kali pula Sisi menggerakkan kakinya, mondar-mandir dari ujung ke ujung kamarnya.

Lala yang melihat Sisi sekacau itu menyimpan seribu pertanyaan untuk sahabatnya. Tentang apa saja yang menimpa gadis itu? Tentang apa saja yang sedang gadis itu pikirkan? Dan tentang apa saja yang sudah membuat gadis mungil seperti sahabatnya menjadi kacau berantakan? Lala melayangkan tubuhnya mendekati Sisi. Suara lirihnya memanggil nama indah itu, tetapi na'as, si empunya nama masih sibuk dengan dunianya yang terlihat amat sangat kacau.

Menjadi hantu yang terperangkap di tengah dunia seperti ini tidak menjadi keinginannya selama hidup. Lala merasakan hanya dirinya lah hantu yang paling beruntung di dunia ini karena ia dapat bertemu, bahkan berteman baik dengan sesosok anak manusia berhati mulia seperti Sisi, sahabatnya.

Kini Sisi melangkah keluar entah ingin kemana. Lantas Lala pun menghilang sekejap mata dalam hitungan beberapa detik.

Sisi ingat, barang-barang yang ia perlukan masih tertinggal di dalam kamar. Gadis itu butuh sedikit refreshing untuk mengoptimalkan otaknya yang penuh dengan kemistisan dan kemisteriusan hidup. Buru-buru ia memunguti barangnya lalu kembali melangkah keluar dengan tergesah-gesah. Sisi tak peduli dengan ayahnya yang berkata jika mobil merah kesayangannya kini sudah menjadi milik ibu tirinya sementara waktu. Sungguh, ia benar-benar tak peduli akan hal itu.

Mobil yang dikendarainya melaju dengan kecepatan penuh. Tiba-tiba saja Lala muncul dengan posisi duduk tepat di sampingnya. Sekilas Sisi melihat hantu perempuan itu hanya dengan ekor matanya. Arah pandangan Lala lurus ke depan menatap jalanan sore yang lengang dan sedikit becek akibat hujan tadi siang. Senjang di antara mereka membalur begitu lemah hingga Sisi membuka mulutnya untuk bertanya.

"Ngapain lo ngikutin gue, La?"

Masih hening. Lala terdiam menatapi jalanan di depan. Sisi menghela napas panjang, lalu sesekali menolehkan kepalanya menatap Lala yang tengah termenung seperti itu. "La?" Sekali lagi gadis mungil itu membuka mulutnya ragu. Ia takut Lala sedang naik pitam karena seharian ini ia mengacuhkan hantu perempuan itu tanpa sebab yang jelas.

Akhirnya Lala menoleh memandang Sisi. "Gue gak tau apa yang sedang menyangkut di pikiran lo," Hening lagi. "Gue gak marah Si, cuman gue bingung. Kenapa lo terlihat begitu kacau sejak tadi malam?"

Skakmat! Sisi tak lagi bisa berkata-kata. Nadinya terasa berhenti untuk sesaat. Napasnya pun tercekat hanya beberapa detik saja. Semestinya ia tak boleh begitu, menyembunyikan masalah besarnya dari teman-teman yang dianggapnya begitu baik. Lala bukan lah sosok yang salah untuk dijadikan sebagai tempat curahan hati. Mungkin untuk saat ini ia butuh sesosok yang dapat ia jadikan tempat membuang seluruh beban jiwa dan raganya.

Cit!!!

Sisi mengerem mendadak ketika mata cokelatnya melihat cermin yang memantulkan seorang lelaki yang tengah duduk termangu di belakang. Ia rasa cukup kenal dengan sosok yang tiba-tiba saja muncul layaknya hantu, namun sosok itu tak pantas jika disebut hantu. Ya, Sisi mengingatnya. Dialah sosok arwah yang kemarin ia temui di rumah sakit.

"Digo?" Gumamnya, ia membelalakkan matanya kaget.

Lala menengok ke belakang melihat sosok itu. Ia tak pernah menemui hantu lelaki yang sedang duduk di belakang kemudi.

Behind The Soul [mate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang