Part 7

679 62 0
                                        

Sisi memutar bola matanya berulang-ulang. Sosok yang ia tunggu belum juga menampakkan batang tubuhnya. Baiklah, gadis itu berkacak pinggang seraya berdecak sebal. Sampai saat ini Digo belum juga muncul, padahal berkali-kali sudah ia lakoni untuk memanggil arwah itu dengan cara rahasianya yang memang ia miliki.

Dari arah belakang ia mulai merasakan sesuatu yang janggal. Bulu kuduknya mulai naik membuat gadis itu perlu untuk mengusap lehernya yang terasa merinding dalam sekejap saja. Sisi menolehkan lehernya perlahan, tentu dengan hati yang was-was. Ia takut jika sosok itu bukan Digo, melainkan hantu-hantu jahil yang berniat buruk untuk mengganggunya di tengah jalan sesepi ini. Sisi mengembuskan napas pelan setelah ia manarik napas dalam.

"Sisi!"

Ia terlonjak ketika suara seruan itu terdengar keras. Sisi memegang dadanya dengan merasakan degupan jantung yang berpacu lebih cepat. "Ish, Lala! lo bikin gue merinding badai aja," umpatnya sambil mengerucutkan bibir.

Lala terkekeh pelan, "Lagi ngapain, sih?"

"Seperti yang lo liat, nunggu seseorang dan seseorang itu arwah yang bener-bener ngaret."

"Digo, maksud lo?"

Sisi mengangguk karena memang benar.

Hantu perempuan itu mulai terdiam, sepertinya dia sedang berpikir. Sisi tak berminat untuk mencari tau apa yang tengah dipikirkan hantu itu. Toh, Lala cuma lewat dan bertemu dengan dirinya secara tidak sengaja. Kemudian seperkian detik tampaknya Lala sudah mengingat apa yang sedang ia ingat-ingat tadi, ia menjentikkan jarinya yang keriting.

Lala membuka mulutnya namun tak terdengar sebuah suara yang keluar. "Hai, Danu!" sapa Lala melihat ke arah depannya, spontan Sisi mengikuti arah pandangan Lala untuk melihat sosok Danu yang Lala sapa barusan.

Sisi membulatkan matanya lebar, Danu adalah sosok hantu yang akhir-akhir ini sering Lala ceritakan saat ia hendak ingin tertidur. Ternyata itu Danu. Ooo. Sosok itu berjalan tanpa menoleh, pandangannya kebawah karena kepalanya tertunduk. Jika dilihat dari sisi samping, hantu itu mengerikan. Bisa-bisanya Lala menyukai Danu. Di mana mereka bertemu? Kapan?

"Si, gue mau nyamperin Danu dulu. Dah…." katanya dengan riang gembira.

"Dasar lo, pacaran mulu," cibirnya.

Dari kejauhan Lala membalikkan tubuhnya ingin memberitahu sesuatu hal yang terlewatkan. Ia mendekati Sisi dalam sekejap mata. "Oh ya, tadi gue liat Digo di kampus."

"Hah?"

"Digo, kan? Iya di kampus. Udah ah, gue mau nyamperin Danu lagi."

Sisi mengerutkan kening dalam-dalam. Kalau memang Digo berada di kampus lantas mengapa dia tidak bisa dipanggil? Aneh. Mendadak entah ada firasat darimana perasaanya begitu saja tak nyaman. Secepat mungkin ia pergi ingin menemui Digo. Apa yang terjadi dengan arwah lelaki itu?

Setelah melintasi jalanan yang tak lengang akibat macet dan kendala lainnya membuat Sisi datang sangat terlambat. Perasaan tak nyaman itu kini sudah hilang setelah 1 jam terlewatkan. Ia menajamkan tatapannya menyapu bersih sekeliling yang nampak mencurigakan. Ia menelan ludahnya berkali-kali karena tenggorokkannya terasa kering mencekik lalu melanjutkan mencari Digo yang entah berada di kampus bagian mana.

"Odong! Kenapa gue gak nanya ke Lala kalau Digo lagi ada di kampus bagian mana…." rutuknya sendiri.

Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi gadis itu buru-buru berlari. Salah satu temannya ada yang bertanya atas kedatangannya karena memang ia tidak ada jadwal untuk kuliah hari ini. Dan ia hanya menjawab "Tidak" berulang-ulang Sisi menjawab demikian hingga mulutnya saja sudah malas untuk berkata lagi.

Semua bagian kampus sudah ia telusuri. Ia berhenti tepat di tengah taman kampus, perutnya sakit. Sisi mencengkram erat perutnya. Bukan lapar, tetapi keram. Begitupun dengan napasnya yang tersengal-sengal akibat berwara-wiri. Gadis itu kini berusaha berpikir untuk menelusuri tempat apa yang belum ia kunjungi. Ia bergumam tak jelas sambil berpikir.

"Sisi… tolong…." Sisi menangkap suara lirih meminta tolong itu. Suaranya dekat dari daerah di mana sekarang ia berdiri.

Ia pun mencari-cari sumber suara tersebut. Suara itu memang bukan suara manusia, melainkan sosok astral yang jarang ditangkap oleh mata manusia biasa. Ia pun baru mengingat sesuatu, "Bodoh, kenapa gak daritadi nerawang aja, sih…." rutuknya lagi.

Sisi mulai memejamkan mata untuk menerawang suara itu dan keberadaan Digo saat ini.  Sekuat tenaga yang ia miliki ia keluarkan untuk menerawang. Sisi menggeleng kuat lantas membuka kembali matanya yang tadi  sempat terpejam. Tidak, ini pasti gurauan? ia tidak bisa menerawang suara itu dan di mana Digo sekarang. Satu-satunya cara ia harus mencari dengan tangan kosong.

Firasatnya kembali tak nyaman. Ada apa sebenarnya?

Taman belakang kampus. Ya, Sisi belum mencari Digo di sana. Secepat mungkin Sisi berlari hendak menuju taman belakang tersebut. Seketika kakinya membeku, mulutnya menganga lebar hingga firasat yang ia rasakan benar membuktikan sesuatu yang aneh.

"Digo, turun! Kenapa lo di atas sana?" Sisi berteriak.

"Si-si, gu-gu-gue…." Digo terbata-bata ingin menjelaskan hal yang terjadi kepadanya, namun Sisi segera menyela ucapan arwah itu. "Digo, kenapa?" gadis itu mulai kehilangan pikiran jernihnya, ia begitu takut melihat Digo yang mengambang di udara dengan posisi terlentang seperti itu. Jika digambarkan tubuh arwah itu bergetar hebat dan sepertinya dia tengah menahan rasa sakit yang bergjolak.

Digo menggeleng sebagai jawaban, ia sudah tak mampu untuk berkata lagi. Arwahnya sudah mulai melemah, 10 menit lagi efek seperti ini akan berakhir karena biasanya setiap pergantian bulan ia akan merasakan hal yang sama seperti ini dan efek kesakitan ini hanya berlangsung dari pukul 7 pagi hingga 11 siang. Aneh.

"Argh!!" Digo memekik kencang.

Sisi masih berdiri membeku, matanya sudah memanas melihat Digo yang tersiksa seperti itu. Sungguh, gadis itu tak mengerti sama sekali bagaimana hal nihil tersebut bisa terjadi. Demi Tuhan, ia tak tau sama sekali. Jika kalian yang berada diposisi Sisi, apa yang akan kalian lakukan? Benar, hanya menangis dan tak mengerti apa yang harus diperbuat agar menyelesaikan hal-hal gila yang berasal dari luar kepala itu.

Digo menjerit lebih kencang kali ini, kemudian sambaran angin cepat berembus ke arahnya dan ia terhempas keras ke tanah.

"Digo!" Sisi segara berlari ke arah Digo yang sudah tergletak di sana.

Gadis itu berusah menyentuh arwah tersebut. "Digo, lo gak apa-apakan?"

Kecemasan Sisi sudah berada diujung tanduk. Lantas Digo menjawab dengan gelengan lemah seraya berucap bahwa ia tidak apa-apa. Sisi tak percaya. Gadis itu tak percaya dengan hal yang barusan terjadi. Itu sangat mengerikan.

"Tadi lo kenapa?" tanya Sisi lagi dengan raut wajah khawatir. Sangat... khawatir. Lalu Digo tersenyum sendu kepada Sisi. Mengapa dia bisa tersenyum disaat genting seperti ini?

***

Haduh Part ini hancur, terus sori ya slow update nya parah. 😂👌

Behind The Soul [mate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang