"Gimana? Dapat kabar nggak lo?"
Setelah kalimat itu terdengar menderu di telinga. Sisi pastinya kaget dan Digo tertawa begitu kencang. Sisi tidak mengerti bagaimana cara arwah itu supaya selalu mendapatkan waktu yang tepat untuk mengagetkannya.
"Eh, iya. Gue cabut ah, bye!" ujar Digo lagi seraya menghilang.
Sisi mengerutkan keningnya tidak paham. Bukannya tadi Digo bertanya soal kabar tentang Angel? Arwah itu betul-betul membuatnya sengsara dan kesal. Ya sudah, lupakan. Mungkin Digo sedang mendapatkan suatu hidayah untuk menghilang sesaat dan pergi entah kemana.
***
Sehari kemudian...Semenjak datangnya sosok arwah yang mengaku sebagi Digo, entah mengapa Sisi menjadi semakin sulit untuk bersosialisasi dengan orang-orang yang memang nyata di dunia. Setiap hari selalu masalah hantu, arwah, hantu, arwah, hantu, arwah yang terus bermunculan. Cuman itu-itu saja yang pasti ada di sekelilingnya. Di bawah pohon teduh Sisi duduk sambil bersandar, Sisi menghembuskan napas kasar sambil mengalihkan tatapannya ke arah dahan pohon. Satu sosok yang terpikirkan. Kuntilanak.
Oh, ternyata bukan seperti apa yang Sisi bayangkan. Dahan itu kosong, hanya bergerak-gerak ringan karena ulah angin yang berembus cukup kencang. Bahkan, Sisi sering membenahi anak rambutnya yang tersapu ke segela arah oleh angin. Hari ini Sisi memilih untuk menghindar dulu dari masalah duniawi atau dunia lain, sudah cukup banyak dirinya berkecimpung dengan masalah-masalah itu. Kemudian Sisi alihkan tatapannya ke arah jalanan di depan pohon yang sedang dia singgahi dengan santai.
Langit senja belum akan nampak karena hari masih siang. Sejujurnya banyak hantu yang sedang berlalu-lalang meskipun matahari masih menyingsing di atas ubun-ubun. Sisi berusaha acuh dengan cara tidak terlalu sering menatap mereka. Ya, selama mereka tidak mengganggunya. Sisi juga menyandarkan kepalanya kemudian terpejam cukup lama.
"Dooor!"
Sisi langsung membuka matanya. Sekujur tubuhnya terasa kaget bahkan seperti membeku---sulit untuk digerakkan. Lalu Sisi mendengus dengan sabar meratapi sosok Digo yang tiba-tiba saja datang dan seenak jidatnya mengaggetkan dirinya yang sedang merasakan kedamaian. Sisi menggerutu kesal dan gerutuan itu ia dedikasikan khusus hanya untuk Digo. Memang hanya Digo arwah aneh yang terus-terusan bikin kepalanya pusing.
"Dasar lo tengil!" umpatnya.
"Si! Gue di atas sini!"
Sisi mendongak setelah sadar Digo sudah beranjak dari sampingnya. "Ish! Bisa gak sih, sehari... aja gue minta elo gak usah ganggu gue!"
"Sulit buat gue supaya gak ganggu lo." Digo menjulurkan lidah seolah mengejek Sisi yang berada di bawah. "Weh, naik sini!" serunya kemudian.
Sisi menggeleng mencoba acuh terhadap arwah tengil satu itu. Digo betul-betul menyebalkan dan menyebalkannya itu sangat over. Sampai pagi kembali datang pun lihat saja, Sisi tidak akan mau naik ke atas pohon. Kayak orang gila. Peduli setan dengan Digo, untuk apa arwah itu mengajaknya naik ke atas pohon? Tidak ada kerjaan.
Dari atas Digo tersenyum jahil. Entah ada apa yang menyangkut di otak seribu cara tengilnya. Yang jelas Digo tengah memikirkan sesuatu untuk menggoda Sisi.
"Si, kenapa lo bisa jadi anak indigo?"
Sisi mendongak lagi. "Nggak tau!" balasnya ketus.
Pasti mau berulah jahil.
"Aelah, payah lo! Ya berarti elo ada dalam diri gue." Digo mencebikkan bibirnya dan mengedipkan mata berulang-ulang bermaksud untuk menggoda seorang gadis yang sedang berteduh di bawahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Soul [mate]
FanfictionMenjadi seorang gadis indigo sebenarnya bukanlah pilihan. Sisi tidak bisa menyangkal jika di dalam tubuh mungilnya terdapat suatu kelebihan yang tak semua orang miliki. Hingga semua lika-liku hidupnya tak pernah surut dari kata mistis, miris, dan cu...