Sembilan

130 21 1
                                    

Warning!!! Typo bertebaran.
Happy reading.. ^^

°•°•°Mars pov°•°•°

"Tidur mulu, Nus," cibirku saat Venus menyandarkan kepalanya pada jendela mobil dan sedikit memejamkan matanya.

"Berisik lo, Mars. Kepala gue pusing," ucapnya dengan mata terpejam.

"Kok bisa?" Setahuku dia tadi siang masih sehat-sehat saja. Kenapa sekarang mendadak sakit?

"Ya gatau lah," ucapnya jutek. Oke, ini tanda bahaya.

Hening.

Bukan hening dalam artian yang sebenarnya maksudku. Dari empat orang di mobil ini, tidak ada satupun yang bersuara. Hanya ada suara lagu Tum Hi Ho dari tape. Tipikal Venus. Kemanapun perginya, bahkan ke Paris, musik yang didengarkan pasti India. Sama seperti Marissa.

Kenapa dia lagi sih?

Beneran deh, aku berani jamin, aku sudah sepenuhnya move on dari Marissa. Tapi, entah kenapa bayang-bayang itu masih ada. Bukan bayang-bayang Marissa sebenarnya, tapi entahlah. Mungkin ini menurutku saja, Venus sedikit banyak memiliki sesuatu yang mirip seperti Marissa.

"Ngelamunin apa?" tanya Venus sambil menyiapkan tasnya. "Kita udah sampe," lanjutnya datar. Aku hanya ber-oh-ria membalas ucapannya dan bersiap keluar.

Eiffel sudah terlihat dari sini. Bahkan ini masih jauh untuk menuju kaki Eiffel. Aku menarik nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan. Menikmati udara malam yang sejuk. Aku menyandarkan diriku pada bagian belakang mobil dan mulai melihat sekeliling yang dipenuhi oleh pasangan. Entah pasangan kekasih, atau suami-istri.

"Mama sama papa udah pergi duluan, janjian sama temennya, katanya. Nanti jam sembilan kita harus udah disini," ujarnya sambil merapikan anak rambutnya yang sedikit berantakan karena angin.

Aku hanya berdehem menanggapi ucapannya. Rambut dan bagian bawah gaunnya tak henti bergerak karena angin yang tidak terlalu kencang, namun cukup untuk membuat hawa disini menjadi dingin. Atau memang ini akan memasuki musim digin? Entahlah.

Kulihat Venus juga menyandarkan dirinya pada bagian belakang mobil dan mengusap-usap lengan atasnya yang tidak tertutupi dressnya. Venus hanya memakai dress sedikit diatas lututnya berwarna biru dongker. Tidak terlalu kecil, namun tidak biasanya Venus memakai sesuatu diatas lututnya. Bahkan ia selalu memakai celana panjang kemanapun ia pergi.

Mungkin ini akan sedikit formal. Mengingat tadi Venus mengatakan kedua orang tuanya bertemu teman mereka. Aku menarik nafasku dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Jalan sekarang?" tanyaku yang lebih mirip pernyataan sambil mengulurkan tanganku pada Venus. Ia terdiam beberapa detik sebelum akhirnya juga mengulurkan tangannya.

Berjalan bergandengan tangan dengan Venus. Kenapa seperti ada listrik dari tanganku dan menjalar ke seluruh tubuhku?

Bukan hal besar sebenarnya, tapi ini sedikit banyak memengaruhiku. Seperti ada yang aneh pada diriku. Wajahku terasa panas, namun tangan dan kakiku kedinginan.

Mungkinkah ini efek udara di Paris? Ya mungkin saja.

"Beli ice cream yuk," ajakku sambil menarik tangan Venus ke salah satu pedagang ice cream keliling.

"Cranberry ice cream, right?" bukan, itu bukan suaraku. Penjual itu mendongakkan kepalanya, memperlihatkan wajahnya yang tadi tertutup topi.

"Do you guys were couple that morning?"

Aku menaikkan alisku dan menatap Venus dengan pandangan apa-kau-mengenal-dia? Venus hanya memasang wajah datar. Matanya sedikit membulat saat aku menatapnya tadi.

Mars And VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang