Delapan

146 22 1
                                    

Heyyaa.. Ini bukan update marathon kok. Cuma revisi typo² yang sering nyelip. Wkwkwk. Oke.

Warning!!! Typo bertebaran.
Happy reading.. ^^

°•°•°Venus pov°•°•°

"Bienvenue a Paris!"

Tiga kata itu yang selalu ku dengar saat aku bangun tadi. Mungkin sudah ribuan kali aku mendengar kata-kata dalam jangka waktu kurang dari dua puluh empat jam. Mulai dari pramugari yang berlalu lalang dan selalu mengucapkan itu, hingga para pedagang yang kami hampiri. Yah, mungkin itu sambutan ramah untuk kami, tapi bukankah itu terlalu berlebihan?

Aku melirik Mars yang mengulum senyumnya sambil memainkan ponselnya. Dia gila? Bukan hal wajar jika seorang Romeo Mars Gunawan tersenyum. Oke, bukan hal yang tidak mungkin juga. Ia tersenyum dan memasang wajah ceria saat bersama teman dekat dan keluarganya. Dan gebetan mungkin?

Mars tidak pernah sekalipun bercerita tentang gebetannya denganku. Bahkan kami sudah berteman lama. 2 tahun bukan waktu yang singkat, bukan? Mungkin aku sedikit ge-er, tapi aku yakin hubunganku dan Mars sudah seperti teman dekatnya. Tidak kurang. Namun juga tidak lebih.

"Jangan banyak ngelamun," ucap Mars sambil mencubit hidungku. Aku langsung menepis tangannya yang dengan seenaknya mendarat di hidungku. "Tau gak, orang yang sering ngelamun itu gak baik. Nanti cepet tua," lanjutnya.

"Gue tau lo jenius. Gak usah umbar-umbar juga," ucapku cuek.

"Lo kenapa deh, Nus?" tanyanya menaikkan alisnya. Entah kenapa moodku selalu down sejak kemarin.

"Jadwal tamu bulanan kali," ucapku mengedikkan bahuku dan mengalihkan pandanganku ke luar jendela. "Langitnya bagus," lirihku.

Mars menarik kedua bahuku, membuatku berhadapan dengannya.

"Apa?" tanyaku cuek.

Aku mengernyitkan dahiku saat Mars tak kunjung mengatakan sesuatu. Ia hanya menatapku yang kubalas dengan tatapan jutekku.

Beberapa orang akan mengalihkan pandangannya saat kuberi tatapan itu. Namun hal ini tidak berlaku untuknya dan membuatku terpaksa membuang wajahku saat Mars tak kunjung melepas kontak matanya denganku. Melakukan kontak mata dengan Mars sama saja membuka semua rahasiamu dengannya. Seperti dia dapat menyelami semuanya hanya dengan melihat mataku.

"A-aku.." aku mengernyitkan dahiku saat Mars mengatakan itu. Bukan hal baik jika ia mengatakan 'aku' bukan 'gue'. Biasanya ia mengatakan itu saat akan memarahiku, menasehatiku, atau yang biasa ia katakan adalah 'membimbingku'. Entahlah.

"Aku.."

"Nanti papa sama mama mau cari makan dulu. Kalian mau ikut aja atau mau main-main dulu di taman?" tanya papa sambil tetap menatap fokus jalanan di depan.

"Aku ga laper, pa."

"Saya ikut Venus aja, Om." Aku mendengus melihat Mars yang nyengir ke arahku.

Aku memicingkan mataku. Ngapain dia ikut-ikutan? Aku berusaha memutar otak, mencari jalan keluar agar tidak lebih lama berada di dekatnya.

"Di hotel 'kan ada restoran, pa. Kenapa keluar cuma buat makan?" tanyaku. Mungkin ini opsi terbaik saat ini.

"Tadi mama kira kamu masih mau main-main dulu sebelum ke hotel, sayang. Tadi aja kamu beli ice cream masih dua. Siapa tau masih kurang," ucap mama tersenyum padaku. "Lagian kamu juga belum beli cotton candy. Mama kira kamu mau beli itu waktu di taman nanti," lanjutnya.

Mars And VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang