Malam ini terlihat cerah setelah berminggu-minggu langit tertutup awan, jarang-jarang di Jakarta ada bintang yang bisa melakukan show setiap malam. Angin semilir menerpa wajahku dengan lembut, suara hiruk pikuk kota setiap malam terdengar bising klason dari jauh, gedung-gedung berkilauan cahaya lampu warna-warni seakan lukisan kanvas tiga dimensi yang sangat besar. Aku duduk dibangku taman yang panjang, catnya mulai mengelupas dan sedikit berkarat. Rasanya menyenangkan menikmati suasana nyaman dan tenang dibalkon atas.
Tempat ini biasanya ramai disaat malam Tahun Baru, beberapa pemuda yang nge-kost disini merayakannya, bahkan ada yang membawa pasangannya kemari. Yap, itu membuatku iri setiap malam Tahun Baru. Aku berpikir dan menerawang jauh melihat bintang yang menari-nari dilangit. Kenapa aku masih sendiri disini? Apa salahku? Tidak ada. Mungkin kalau aku kuliah di Jerman lain lagi ceritanya, sudah punya pacar, tidak kenal Coffee dan tidak bertemu Kyuna yang sudah berubah 180 derajat. Tapi aku senang disini, rasanya seperti dirumah sendiri.
“Weeiiizz, sendirian aja loe bro, udah sholat isya belum?” Coffee duduk disebelahku lalu menaikkan salah satu kakinya ke bangku, berlagak seperti preman sungguhan.
“Udah, Fee. Ngapain loe kesini, ganggu ketenangan gue aja.” aku masih menerawang ke langit. “Malam-malam gini asyiknya ngapain, ya Fee?”
Coffee mendesah, nampaknya aku lupa lagi, “Katanya loe mau benerin jam tangan, makanya gue kesini. Jadi gak sih ?”
“Nah, itu dia, gue baru inget...” aku merubah posisi dudukku, “Fee, kalau ada...”
“Woi, woi, woi, sebenernya yang anak penjabat disini siapa sih?” potongnya sebelum kalimatku selesai.
Tebakkan dia kali ini salah, “Dengerin dulu, bray. Kalau ada bensin, kita ke pasar baru malam ini. Udah pulang kan si ‘kun-kun’ ?”
“Ini gue baru pulang dari pom bensin, ‘kun-kun’ nungguin tuh dibawah. Anak-anak lagi pada heboh sama ‘kun-kun’, katanya ‘kun-kun’ lebih WOW dari kita, sialan!”
“Bukan kita, tapi loe!” aku langsung lari ke kamarku meninggalkan Coffee yang hampir menjitakku untuk mengambil jam tangan dan mengganti celana.
“Kun-kun” adalah vespa butut yang sudah dimodifikasi sekarang, aku belum lihat seperti apa penampilannya setelah pulang dari bengkel tadi sore. Vespa ajaib ini sengaja kita beli patungan dibengkel penjualan motor bekas. Kenapa namanya mesti “kun-kun”? awal kita beli, motornya berwarna kuning terang, agak kusam dan berkarat, tapi sebelum modifikasi kita setuju akan mengganti warnanya menjadi biru cerah.
Setelah dua minggu mengurus peresmian surat-surat “kun-kun” di Polsek, akhirnya plat nomor “kun-kun” bisa dipasang sekarang. Aku sudah tak sabar ingin melihat penampilan perdananya. Sebelumnya memang sering mogok dan jok-nya sudah tidak pantas diduduki, bokongku sering sakit saat diboncengin Coffee sampai ke kampus. Malam ini kejadian mogok, bokong panas, dan bau berkarat sirna sudah, kini saatnya kita bersenang-senang dengan “kun-kun” menuju Pasar Baroe.
Setelah menuruni anak tangga terakhir, anak-anak kost norak terlihat berkerumunan diteras. Apa ada yang meninggal di TKP? tentu saja bukan itu. Aku berjalan menyusuri lorong, mendekati kerumunan anak-anak yang heboh melihat motor terparkir anggun diteras. Sebelum “kun-kun” lecet dan tidak perawan lagi, sebaiknya aku harus berjalan cepat.
Coffee didepanku berusaha menyingkirkan kerumunan, “Woi, misi woi... udah ada yang punya! Minggir-minggir, kita mau make.” teriak Coffee.
Tiba-tiba anak-anak minggir dan kontan semua mata tertuju kearahku dan Coffee. Aku masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi disini. Aku berada dibelakang Coffee dan tidak bisa melihat apa yang anak-anak lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
== BROWN ! ==
General FictionCopyright to FriestSatria, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepengetahuan Pe...