Aku bahkan hampir tidak bisa melupakan kejadian tempo hari, ya, pertunangan antara Dimas dengan Resty. Bagiku, semuanya berjalan begitu cepat, aku tak sanggup lagi. Aku merasa seperti ada lubang besar menganga di hatiku. Sudah sebulan aku begini, mengingat kejadian itu berulang-ulang dikepalaku seperti kaset rusak, aku benci mengingatnya terus-menerus. Coffee selalu bersama Kyuna akhir-akhir ini dan aku benar-benar kesepian.
Aku hanya duduk di tepi danau kampus, rasanya ingin sekali aku masuk kesana, tapi aku tidak ingin meninggalkan keluargaku.
“Sudahlah, Brown. Aku tahu, kau masih sangat menyukainya, tapi bukan berarti tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan dia.” hibur Kyuna yang duduk disampingku, dia sedang menunggu Coffee yang belum datang.
aku hanya menggerakan bahuku, tak tahu harus bilang apa lagi.
Kyuna menghela nafas untuk kesekian kalinya, “Brown...” dia memegang bahuku, “aku tahu kamu masih suka sama Resty, tapi bukan berarti kamu harus menghindar terus--”
“Cukup! Bisa gak sih gak ngomongin soal dia?” aku geram membuat Kyuna sedikit terlonjak melepaskan tangannya dari bahuku
“Okay, anggap saja aku gak ngomongin soal dia tadi.”
“Hei, maaf, apa aku mengganggu acara keluarga disini?” Coffee langsung duduk di sampingku, sekarang aku diantara dua sejoli yang sedang kasmaran, membuatku mual.
“Sangat, loe emang selalu ganggu gue, mulai dari mimpi indah sampai dunia nyata gue!” ujarku ketus
Coffee mengangkat kedua tangannya, “Wow, wow, wow, ada apa ini? kenapa loe tiba-tiba marah sama gue?”
aku melempar batu yang dari tadi kupegang ke arah danau dan batu itu memantul beberapa kali di air sebelum akhirnya tenggelam.
“Brown,” Kyuna kembali mengelus pundakku, “Setiap orang punya waktu terindahnya masing-masing.”
Aku masih terdiam sambil memainkan beberapa rumput di depanku.
Kyuna tampak kesal sekarang, “Okay, gue udah muak ngomong baik-baik sama loe! Sebulan loe kayak gini dan ini bukan loe banget!” dia membuang mukanya lalu menoleh padaku lagi, “Brown! Dengerin gue, kalau loe terus-terusan begini itu gak bakal bikin Resty berpaling sama loe,” aku menoleh, “Ya, dia gak akan berpaling, karena apa? Karena loe belum menyatakan apapun ke dia”
“Apa sikap gue belum cukup---”
“Belum!” Kyuna memotong, “ Itu gak buktiin apa-apa, Brown! Asal loe tahu aja, dia itu yatim piatu dan tantenya Resty itu sahabat dari ibunya Dimas, dia sendiri yang bilang.” Aku tercengang, “Dia terpaksa menikahi Dimas, tantenya berharap agar dia bisa menjaga hubungan baik dengan sahabatnya, Brown.”
“Hanya karena itu?” aku memutar bola mataku lalu berdiri, begitupun Kyuna dan Coffee.
“Brown, jangan salah paham dulu.” Kyuna kembali menyerang pikiranku, “Ini memang gak semudah yang loe pikirkan, tapi bisa gak loe lakuin ini dulu?”
“Apa?”
“Loe harus kasih tahu semua perasaan loe sama dia, tapi ingat, jangan lakukan ini didepan Dimas.”
Aku tidak tahu kapan waktu yang tepat bertemu dengan Resty, apa aku sanggup bertemu dengannya? Memikirkannya saja sudah membuat hatiku remuk.
Coffee memegang bahuku, menyadarkanku dari lamunan, “Nanti malam kita datang ke pesta Ulang tahunnya Gilang, mungkin loe bisa bicara sama Resty, biar gue yang urus Dimas.”
“Ulang tahun Gilang? Tanggal berapa ini?” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, sumpah, aku lupa hari ini tanggal berapa. Coffee memukul kepalaku, “Yee, pikun! Giliran soal tunangan Resty yang udah sebulan, tetep aja inget!” aku dan Kyuna hanya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
== BROWN ! ==
General FictionCopyright to FriestSatria, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepengetahuan Pe...