10 Kencan Perdana

4.2K 152 0
                                    

"Brengsek!!" Resta menendang asal meja yang ada di kamarnya dengan sekuat tenaga mengakibatkan beberapa koleksi miniaturnya berjatuhan. Emosinya sudah memuncak tanpa tahu bagaimana meredakannya.

 Ponsel dalam genggamannya nyaris remuk jika tidak segera ia hempaskan asal hingga mengakibatkan baterai lepas dari ponsel. Pikirannya kacau. Isi pesan terakhir yang baru saja ia baca menari-nari dalam pikirannya.

Pernah membayangkan gadismu dalam genggaman orang lain? Tidak usah dibayangkan. Mari kita nikmati.

Persetan dengan perasaan dan apapun itu. Resta tak henti-hentinya mengeluarkan sumpah serapah.

Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, hampir lima tahun menjalin asmara, semua yang berawal iseng kini terasa benar nyata dan ia benar-benar jatuh cinta dengan gadisnya.

Jika ia tidak kalah dalam taruhan itu, jika ia tidak menyetujui tantangan konyol itu, jika bukan Alice gadis itu, dan jika dia masih bisa bersahabat dengan lelaki itu.

Aaarggh! Semua terlambat. Ia memilih mempertahankan Alice yang mulanya sebagai suatu lelucon kini justru menjadi panah bermata ganda.

Ia melanggar sumpah itu.

Deru napas Resta tidak lagi terkendali. Ia menghempaskan diri ke kasur dan memejamkan mata sejenak. Kembali ke masa itu. Saat ia bertemu Alice yang masih menggunakan seragam putih dongker.

Flashback on
"Wooy! Siput banget jalan lo. Buruan! Ntar kita telat kutu." Gadis dengan rambut kuncir dua bermata indah itu tidak sabaran melihat tingkah sahabatnya yang berjalan setengah hati.

Langkah lelaki itu sedikit goyang dengan kuap yang tak henti-hentinya ia lakukan dari bangun pagi tadi.

Saat itu musim piala dunia, Iqbal, Anda, dan Harry menghabiskan malam menyaksikan acara paling menggemparkan bumi tak lupa dengan taruhan.

Kalau sudah bicara bola apa mau dikata, ketiganya baru akan beranjak tidur saat ayam telah berkokok. Dan belum satu jam Iqbal terlelap, Alice membangunkannya dengan memercikkan air ke wajah tampan Iqbal.

"Iih. Lo kayak teler korban minuman oplosan. Buruan!" Kini Alice menarik tangan Iqbal paksa agar menyejajarkan langkahnya.

"Lo siih nggak biarin gue mandi. Kan jadi kebawa ngantuk terus. Hhooaaahmm." Iqbal kembali menguap. Seumur-umur ia tidak pernah berangkat sekolah tanpa mandi.

"Lo habis begadang curut. Suhu badan lo panas. Dan kalau lo paksain mandi, yang ada lo tumbang. Suhu tubuh lo nggak terima suhu dingin air. Gue nggak mau ya lo demam." Alice menjelaskan panjang lebar dan bergerak ke balik tubuh Iqbal. Mendorong tubuh itu dari belakang agar bisa berjalan lebih cepat.

"Itu bus. Ayo buruan!" Keduanya berebut dan berdesakan masuk ke dalam bus karena ini suatu perjuangan di pagi hari.

Karena mereka sedikit terlambat, tidak ada kursi yang kosong, akhirnya mereka memutuskan untuk berdiri ketimbang menunggu bus yang baru datang.

"Ciie. Ada yang khawatir gue sakit." Iqbal menoel hidung mancung Alice yang dibalas cibiran oleh empunya.

"Gue nggak rela aja ntar bonyok lo marahin bonyok gue karena lo sakit waktu dititip ke kami." Alice melipat tangannya di depan dada.

Keadaan ibu kota yang macet mengakibatkan bus itu berjalan sangat lambat. Begitu mendapat jalan, sang sopir menginjak pedal gas kuat dan bus bergerak dengan sentakan.

Alice yang masih melipat tangan di depan dada tidak sempat berpegangan untuk menstabilkan posisinya. Untung Iqbal dengan sigap menarik sebelah tangan Alice saat tubuh mungil itu terhuyung ke depan.

Possessive Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang