8. Hero

1K 116 5
                                    

Ardo's pov

Sebentar saja Nada langsung keluar dari pagar rumah nya. Berlari menuju kearahku, memelukku, dan menangis sejadi-jadinya. Aku hanya bisa mengelus kepalanya lembut, membiarkannya melepaskan beban nya dulu.

Aku mengajaknya naik ke atas motor ku, ini bukan waktu yang tepat menanyakan keadaan nya.

Aku membawanya ke taman pusat kota, tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi. Aku menatap kearah mata sendu Nada, rambutnya acak-acakan, wajahnya tak secerah biasanya.

Suasana diantara kami masih bisu sampai aku memberanikan diri memecahkan keheningan diantara kami. "Nad.." aku menatap wajahnya.

"Aku gak apa-apa do", dia menjawab ku namun pandangannya masih terlihat kosong.

"Kalo ngomong itu liat aku dong, emang aku sejelek itu ya, sampe kamu gamau liat?", aku memegang kedua pundaknya, mengarahkan kepalanya menghadap padaku.

"Aku kacau do", ia menahan isakannya.

"Kamu nangis aja. kalo kamu malu, aku gabakalan liat", aku menutup kedua mata ku dengan telapak tangan ku.

Nada menyandarkan kepalanya dibahuku, aku merasakan tubuhnya bergetar, ia menangis hebat. Lama. Hingga aku tak lagi mendengar suaranya, dan tak merasakan pergerakan apapun dari nya.

Aku mencoba melihat ke arah wajah Nada. Ia tertidur. Damai.
Setidaknya wajahnya terlihat tenang saat terlelap, tidak se kacau tadi.

"Wait.. trus Nada mau gue kemanain?", aku tersadar akan satu hal, kalau aku tak tahu apa masalah nya di rumah itu, aku tak mengerti mengapa ia menangis.

Aku ingin mengantarnya pulang, tapi aku takut salah langkah.

"Apa gue bangunin ya? Ih tapi kan kasian.", aku menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal. "Eh.. dan gue lupa kalo bawa motor. Gimana mau bawa cewe tidur di atas motor?", aku frustasi.

"Eummh...", Nada bangun ia mengucek matanya.

"Eh dia bangun, suara gue kegedean ya?", tanyaku dalam hati.

"Aku ketiduran ya? Eh sorry do. Kita dimana? Ini udah jam berapa?", kali ini ia menatap wajahku.

"Nanya itu satu-satu Nada", aku mengusap kepalanya. "Yaudah yuk aku antar pulang", aku menarik tangannya.

Ia menggeleng, "Enggak".

"Jadi? Kamu emang mau tidur di emperan?", tanyaku padanya.

"Ya enggak, tapi aku gak mau pulang", katanya mengalihkan wajahnya dari ku. Lagi.

"Kalo kamu gamau pulang, kamu harus ceritain alesannya. Kalo enggak aku...", aku menghentikan kata-kata ku karena tak tahu harus melanjutkan apa.

"Oke, aku cerita. tapi jangan bunuh diri.", serunya spontan.

"Ni anak ya, siapa juga yang mau bunuh diri is", resah ku dalam hati.

"kamu berpikir aku mau bunuh diri? Yaelah Nad polos banget sih kamu", aku mencubit pipinya gemas. "Oke ceritain", aku mendaratkan kembali pantat ku di bangku taman itu.

"Do, kamu tau gak.. ka..", belum selesai dia melanjutkan kata-katanya aku sudah memotong, "ya kamu belum kasih tau, gimana aku mau tau".

"Iya Ardo, mau denger gak?", Nada melipatkan kedua tangan nya didepan dada.

"Iya-iya gausah ngambek, bibirnya kayak bebek", aku menggodanya.

"Oke serius", aku meletakkan telapak tangan ku di dagu.

"Kalo orang-orang bilang keluarga adalah tempat yang dituju dan dicari saat tak ada lagi tempat untuk pulang, aku merasakan hal sebaliknya do. Keluarga aku gak pernah jadi tempat untuk aku pulang, aku ngerasa rumahku bukan lagi tempat aku berlindung tapi malah jadi tempat dimana aku tidak merasakan kedamaian. Keluarga seharusnya tempat dimana aku mencari jati diri, tapi disana aku malah takut mengatakan apapun. Aku hanya... hanya", aku melihat cairan bening hampir jatuh dari bola mata indahnya.

Why Not Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang