13. Difficult life

993 63 4
                                    

Ardo's pov

Kata mereka,
"Jangan membohongi perasaan di atas puisi. Berpura-pura kuat bersandar pada hati yang hampir tandus. Kau manusia, bukan malaikat. Jatuh cintalah tidak apa-apa".

Tapi,
Aku terlalu takut.
Takut untuk mengatakan kebenaran cinta.
Takut untuk menyakiti salah satunya.
Takut untuk meninggalkan salah satunya.
Tapi aku mencintai satu diantara mereka,
hanya saja cinta tak selalu dapat dikatakan.
Karena kadang cinta bukan hanya mempengaruhi hati mu, tapi juga hati nya, hati orang yang mencintai mu, dan yang mencintai dirinya.
Aku terlalu takut.
Takut aku tidak pantas mengatakan segalanya.
Takut aku tidak cukup sempurna untuk dirinya.
Apa daya, saat aku sulit mengungkapkan apa yang aku rasakan, aku memilih diam, lalu memendam, menyimpan sangat dalam, hingga tak seorang pun dapat merasakan radarnya. Termasuk dia.

☆☆☆

Author's pov

"Kamu enak tinggal ngomong, coba gantian, kamu yang ngurusin rumah sama anak."

"Kamu aku kasih uang bulanan kan, terus apalagi masalahnya? Anak? Anak kamu bilang? Bukannya kamu yang mau dia tinggal sama kita?"

"Pulang larut, ngapain diluar sana? Mainin cewe ha?"

"Kamu kalo ngomong di jaga ya. Aku kan udah bilang aku lagi banyak tugas, aku lembur."

"Halah alesan. Bilang aja kamu seneng-seneng kan, tiap malem pergi ke club."

"Masalah kamu apa sih? Cuma karna aku belakangan ini pulang malam iya?"

"Bukan cuma itu, kamu sekarang udah berubah. Kamu liat kan Ardo udah gede, apa peran kamu sebagai papa?"

"Papa kamu bilang? Dari dulu aku tidak menginginkan anak itu."

"Jaga kata-kata kamu."

"Ah sudahlah, cape aku berantem terus sama kamu. Aku mau keluar, bisa kena serangan jantung aku kalo kamu ngomongin anak itu terus."

Plak

Tamparan wanita itu, mengenai pipi kanan pria itu.

"Jangan lupa satu hal, dia anak kamu, bukan anak aku. Anak kamu dengan wanita itu. Ngerti? Jangan sekali-sekali mengabaikan anak yang gak bersalah. Kamu yang buat kesalahan, lalu kamu melimpahkan amarah mu padanya? Iya?"

"Sudahlah aku bosan membahas masa lalu ku. Biarkan aku menenangkan diri ku."

Lalu punggung pria itu menjauh, meninggalkan bekas-bekas kepedihan bagi Ardo yang mendengar pertengkaran kedua orangtuanya itu dari atas. Memang ia tak mendengar jelas adu mulut antara kedua orang tuanya itu, tapi ia merasa sangat hancur sekarang. Dia butuh seseorang.

Kemarin waktu Nada bercerita tentang keluarganya pada Ardo, Ardo hanya bisa menanggapi seadanya, karena ia juga merasakan hal yang sama dengan Nada. Meski ia tak tahu jelas masalah apa Nada dengan keluarganya.

Satu orang yang Ardo ingat saat ia sedang dalam keadaan seperti ini adalah Artha.

Tapi kembali terbayang dibenaknya hari itu. Saat hujan turun dan Artha belum juga kembali kerumah, saat Ardo berusaha mencari Artha ke sekolah, namun ia dihadiahi pemandangan Artha dengan seorang pria berseragam berbeda sedang berbincang dengannya. Ardo hanya dapat duduk didalam mobilnya, menyaksikan kepedihannya itu, hingga sebuah mobil datang dan Artha ikut dengan pria itu kedalam mobilnya. Ardo mengikuti nya, mengkhawatirkan Artha. Tapi kekawatiran nya ternyata salah, mobil itu mengantarkan Artha pulang. Ya walaupun ada rasa pedar didalam hatinya, namun ia bersyukur Artha diantar dengan selamat. Tak peduli siapa pria itu, yang penting Artha sudah sampai dirumahnya. Namun entah berapa kali Ardo terganggu saat memikirkan hal itu, lagi dan lagi. Entah berapa jam semalam Ardo tidur dengan gelisah saat memikirkan hal itu, lagi dan lagi. Apa itu kecemburuan? atau hanya kekhwatiran yang berlebihan? Entahlah.

Why Not Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang