26. Strain

694 40 5
                                    

Darah mengucur disepanjang jalan Wahidin. Sangat ramai orang yang menyaksikan tubuh pria berkulit sawo matang itu terkulai dijalanan, tanpa ada yang membantu. Semua hanya terkejut dan termangu.

Arkha yang sedang melintas jalan itu, karena dapat kabar operasi Artha sudah dimulai, pun penasaran dengan apa yang terjadi.

Perlahan ia menerobos kerumunan, dan menyaksikan seorang pria yang tak asing terbaring tak berdaya di aspal hitam yang sudah memerah.

Arkha berlari menuju ke arah itu, takut takut salah kaprah. Dia sendiri yang berani menuju kesana, kerumunan lainnya hanya mengelilingin dengan jarak tertentu.

"Richardo?", wajah Arkha pucat, panik setengah mati.

Tak menunggu polisi ataupun ambulance, dia langsung memberhentikan taksi yang lewat, menggendong tubuh Ardo masuk kedalam nya. Ia meninggal kan motor nya tanpa peduli.

"Kemana den?"

"RSUD mas"

Mobil melaju kearah sana, didalam taksi tak peduli baju sekolah Arkha penuh darah, iya terus menyuruh supir melaju dengan cepat, khawatir pada dua orang, Artha dan Ardo.

"Ardo bodoh. Jangan karena khawatir dengan keadaan seseorang, kau membuat keadaan dirimu sendiri mengkhawatirkan", resah Arkha.

Sampai di RSUD Ardo langsung didorong keruang gawat darurat.

Lalu semuanya berjalan sangat menyedihkan, Siapa yang tidak terpukul saat dua orang terdekat sedang memperjuangkan hidup di atas kasur rumah sakit, dengan infus di tangan?

☆☆☆

Arkha berjalan ke arah ruang operasi, dan ernyata operasi Artha sudah selesai dengan lancar.

Martin menitip Artha yang masih belum siuman pada Arkha.

Di kamar Melati nomor 3a, ia menunggu artha siuman, dan menunggu kabar dari doket Abi tentang Ardo.

Ia gelisah, takut takut kehilangan.

Artha terbangun, dan kalian tahu? Orang yang pertama kali ia cari adalah Ardo. Arkha yang berada disamping Artha langsung tak enak hati.

Bukan, ia bukan cemburu. Ia hanya tak akan sanggup memberitahu kabar Ardo pada Artha, dengan keadaannya yang begini.

"Khaa..."

"Ya?"

"Kemana si buntel?"

"Lagi diluar tha, makan mungkin", bohongnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal itu.

"Kamu bohong", artha membuang wajahnya.

"Sejak kapan Artha Denissa ini panggil aku pake 'kamu'?", kekeh Arkha menoelnoel pipi bulat Artha.

"Gak penting. Jawab dulu pertanyaan gue dengan jujur bandooo"

"Kan mulai deh manggil aku bando"

"Hahahah lucu banget muka lo same merah dipanggil bando gitu"

"Gausah ketawa", Ardo membuang muka, pura pura ngambek.

"Kok ngambeknya gantian?", Artha menggoyang lengan Arkha.

"Siapa yang ngambek?", ujar Arkha semakin cuek, usil.

"Yauda ah, aku tidur aja lagi. Bete. Yang nemenin aku tembok", Artha mulai kena perangkao keusilan Arkha.

"Hahaha sialan, gue dikatain tembok", Arkha mengacak rambut hitam Artha yang lusuh.

"Emang dasar tembok berbentuk bando warna pink", kata Artha sambil menjulurkan lidah kearah Arkha, mengejek. "Jawab pertanyaan gue!", sambungnya.

Why Not Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang