Chapter 15

937 92 2
                                    

Hari ini Nara memaksakan dirinya untuk masuk sekolah, karena sekolah adalah pilihan terbaik baginya untuk saat ini. Berada dirumah hanya akan membuatnya merasa kesepian, sedih, sakit dan akhirnya hanya akan membuatnya mengasihani dirinya sendiri.

Nara ingin mencoba mengalihkan perhatiannya dengan fokus menerima pelajaran. Namun usahanya itu tak begitu berjalan mulus. Ada saatnya saat Nara terdiam, melamun dan menatap kosong ke arah papan tulis. Lexy yang duduk di sampingnya, sepertinya menyadari hal itu. Terlebih melihat mata Nara yang sembab seperti habis menangis, membuat Lexy penasaran dan berniat menanyakan perihal masalah Nara. Namun akhirnya Lexy memilih diam, mengurungkan niatnya itu. Karena Nara nampak terlihat seperti tak ingin menceritakan masalahnya kepada orang lain, bahkan kepada sahabat-sahabatnya.

Batin Lexy tersiksa melihat keadaan Nara yang seperti ini. Belakangan ini Nara memang terlihat pucat, kurus dan sering melamun. Iya.. Nara kurusan sekarang, hal ini terlihat dari baju seragamnya yang nampak kedodoran. Seragam yang dipakai Nara sekarang, bukanlah seragam barunya. Wajah yang dulu begitu menggemaskan, sekarang terlihat begitu tirus dan pucat. Nara seperti sedang memikul beban yang teramat berat.

Apakah Jadden yang membuatnya menjadi seperti ini? Bila memang begitu kenyataannya, Lexy tak bisa menyalahkan Jadden. Ini semua bukan kemauan Jadden. Jadden tak tahu menahu dengan perasaan Nara ke Jadden.

Sesakit itukah Lo, Ra? Andai saja dirinya bisa membantu Nara.. tapi dengan cara apa? Haruskah diam-diam ia memberitahu Jadden tentang perasaan Nara? Bagaimana jika setelah mengetahui perasaan Nara yang sesungguhnya, Jadden malah semakin menjauh dari Nara? Bukankah itu malah akan lebih membuat Nara semakin terluka? Lexy begitu dilema.

Nara adalah seorang gadis yang entah kenapa sangat ingin ia lindungi. Membuat Nara tersenyum, tertawa dan bahagia adalah hal yang selalu ingin Lexy lakukan. Berada di dekat Nara selalu membuatnya nyaman.

Namun, melihat keadaan Nara yang seperti ini, hatinya seperti ikut merasakan sakit. Merasakan penderitaan Nara.

"Ra, ke kantin yokk!" Dengan sangat hati-hati Lexy menggenggam tangan Nara. Telapak tangan Nara begitu dingin.

"Haa.. a.. apa Lex?" Sentuhan Lexy membuat lamunannya buyar seketika.

"Ke kantin, gue yang traktir." Lexy segera beranjak dari tempat duduknya tanpa melepaskan genggamannya dari Nara, hingga memaksa Nara mau tak mau untuk mengikutinya.

Saat berjalan melewati koridor sekolah, mereka malah berpapasan dengan Jadden dan Tanzie yang sedang berjalan beriringan sambil sesekali terlihat Tanzie memukul-mukul lengan Jadden dengan mesra. Keduanya tampak sedang bercanda dan tertawa-tawa bahagia.

Lexy merasakan genggaman Nara mengeras. Nara terpaku di tempatnya hingga memaksa Lexy untuk ikut berhenti.

"Wooowww... ada pemandangan yang janggal nih." Ucap Jadden dengan maksud menggoda Lexy dan Nara. Tatapan Jadden tepat mengarah ke genggaman Nara dan Lexy yang terlihat begitu eratnya.

Begitu menyadari arah percakapan Jadden, cepat-cepat Nara melepaskan genggaman tangannya.

"Ciee nggak perlu malu-malu gitu, Ra. Berarti sekarang udah nggak ada yang jomblo dong. Karena gue ama Tanzie juga udah jadian." Katanya seraya menatap dan tersenyum penuh cinta kearah Tanzie. Tanzie tertunduk malu mendengarnya.

"Waahhh seneng banget gue ngedengernya Jadd. Long last yaa." Ucap Nara diiringi senyum manisnya.

Lexy syok mendengar ucapan Nara barusan. Dirinya tak salah dengar kan? Apakah barusan itu benar-benar Nara. Darimana Nara bisa memiliki kekuatan untuk bisa mengatakan itu? Bahkan Lexy sendiri merasa begitu canggung dan tak tahu bagaimana cara menanggapinya.

"Jadd gue sama Nara duluan ya, kita berdua lagi buru-buru nih." Lexy memotong percakapan dan segera menarik Nara pelan menjauh dari tempat itu.

***

Hembusan angin menerpa wajah Nara, rambutnya menari-nari dipermainkan angin. Nara menatap jauh ke bawah. Semuanya tampak mengecil bila dilihat dari atap sekolah seperti ini.

"Ra, lo baik-baik aja kan." Lexy bertanya hati-hati, memastikan keadaan Nara.

Nara memalingkan wajahnya ke samping. Menatap lekat wajah khawatir Lexy. Cowok yang berada disampingnya sekarang ini, selalu saja mengkhawatirkan dirinya. Selalu saja menjadi orang pertama yang mengulurkan bantuannya. Selalu saja membantunya berhenti menangis tanpa banyak bertanya.

Lexy merasakan Nara menatapnya dengan aneh. Lexy benar-benar tak mengerti dengan maksud tatapan Nara seperti itu, namun kemudian tatapan matanya itu berubah menjadi sendu dan akhirnya berair.

Perlahan satu persatu air mata Nara mulai jatuh menggenangi wajahnya. Lexy segera meraihnya dan menenangkannya dalam pelukan.

"Lex, gue udah nggak kuat lagi." Tangis Nara pun tumpah.

"Sakit banget, Lex." Nara mencoba meredam suara tangisnya dalam pelukan Lexy. Lexy segera mengeratkan pelukannya. Hatinya begitu perih dan sakit. Ia ikut merasakan kesakitan Nara.

"Gue nggak tau lagi harus gimana Lex. Kenapa harus gue yang ngalamin semua ini? Salah gue apa?" Ucap Nara sesegukan. Lexy mencoba mengusap-usap lembut punggung Nara. Mencoba menenangkannya.

Selepas itu, Nara hanya menangis dan terus menangis tanpa satu kata pun dalam pelukan Lexy.

Dan hari itu menjadi hari terakhir bagi Nara untuk melihat wajah Lexy. Karena hari itu juga, Nara telah memilih dan memutuskan untuk pergi bersama Mamanya ke Jepang.

***

When It RainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang