Chapter 17

1K 94 6
                                    

Nara melangkahkan kakinya dengan santai saat berjalan menapaki jalan-jalan yang ramai di Shibuya. Banyak sekali orang-orang yang lalu lalang. Hari ini Nara berniat makan di tempat makan favoritnya yang berada tak jauh dari gedung kantornya. Untuk itu ia memilih berjalan kaki.

"Nara san, chotto matte kudasai." Ucap naoko, sepupunya yang notabene sekantor dengannya.

Naoko mengisyaratkan kepada Nara bahwa ia akan mampir sebentar di toko pernak-pernik yang baru saja mereka lewati.

Nara hanya mengangguk sambil tersenyum. Sepupunya yang satu ini suka sekali mengoleksi berbagai pernak-pernik. Terlebih yang bentuknya lucu-lucu dan unik.

Melihat anggukan dari Nara, Naoko bergegas berbalik dan memasuki toko itu.

"Koko ni materru yo." Ujar Nara setengah berteriak.

Naoko hanya mengangkat tangannya tanpa berbalik ke Nara sebagai isyarat bahwa iya menyetujuinya.

Bell yang tergantung di pintu berbunyi disaat Pintu toko dibuka dan ditutup kembali oleh Naoko. Namun beberapa saat kemudian, bell pintu itu berbunyi lagi sehingga menarik perhatian Nara. Di pikirnya, sepupunya itu yang akan keluar lagi dari dalam toko. Namun ternyata Nara malah terkesiap begitu menyadari sosok perempuan yang keluar dari dalam toko.

Dita...

Saat tak sengaja bertatapan dengan Nara, dahi Dita tampak sedikit berkerut seperti sedang berpikir. Tapi sesaat kemudian, ekspresinya berubah, Dita tersenyum dan langsung menghambur kearah Nara dan memeluknya.

"Ya ampun Nara, sumpah gue hampir nggak ngenali Lo lagi." Dita begitu bersemangat. Senyum sumringah selalu menghiasi wajahnya.

Terang saja kalau sekarang Dita hampir tak mengenali Nara. Nara yang dulu sangat berbeda dengan Nara yang sekarang. Kalau dulu Nara selalu tampil cuek dan apa adanya, sekarang penampilan Nara begitu modis. Mini dress warna putih yang di padu dengan blazer berwarna hijau pastel serta menggunakan sepatu heels berwarna senada membuat penampilan Nara kelihatan begitu modis. Di tambah lagi dengan model rambut curly yang sebahu dan berwarna hitam kecokelatan, tentu saja membuat Dita pangling dan hampir tak mengenalinya.

"Ya ampun, Ra.. gila lo cantik banget tauk." Dita tak henti-hentinya memuji penampilan Nara. Nara menjadi malu dibuatnya.

" lo juga makin cantik, Ta." Nara balik memuji.

Dita juga makin cantik. Penampilan Dita juga berubah. Kalau dulu, sama halnya dengan Nara, tak peduli dan cuek dengan penampilan dan bahkan terkesan tomboy, sekarang penampilan Dita lebih feminim. Rambut Dita juga sekarang terlihat rapi dengan model yang lurus sebahu dan diberi poni yang tipis. Dita juga tampak menggunakan make up yang natural.

"Jadi saat ini lo tinggal di Jepang ya, Ra?" Tanya Dita sesaat sebelum menyuapkan makanan ke mulutnya.

Nara hanya mengangguk mengiyakannya.

Selepas pertemuan yang tak terduga di depan toko pernak-pernik tadi, akhirnya mereka memutuskan untuk makan siang bersama di Cafe favorit Nara. Naoko, sepupunya Nara memilih untuk tak ikut serta karena tak ingin mengganggu reuni tak terduga keduanya.

"Gue masih nggak percaya bisa ketemu lo, Ra. Lo dulu pergi gitu aja. Kita semua nyariin lo, Ra. Berkali-kali kita datengin perusahaan bokap lo buat cari tau keberadaan lo, tapi hasilnya nihil. Bokap lo bener-bener tutup mulut." Jelas Dita panjang lebar.

Rasa bersalah langsung merayapi hati Nara. Papa memang melakukan sesuai dengan permintaannya untuk tidak memberitahukan kepada siapapun tentang keberadaannya, bahkan kepada sahabat-sahabat terdekatnya.

"Maaf, Ta." Ucap Nara lirih. Hanya kata maaf yang bisa Nara ucapkan. Nara tak berani untuk menjelaskan penyebab kepergiannya yang mendadak itu.

"Kita baru tau tentang masalah kedua orang tua lo setelah 3 tahun kepergian lo. Sepertinya bokap lo memang menutup rapat-rapat hal itu agar tidak diketahui banyak orang." Ujar Dita.

Nara menarik dan membuang nafas berat mendengarnya. Perceraian kedua orang tuanya memang begitu membawa banyak pengaruh bagi kehidupannya.

"Kalian tau darimana?" Tanya Nara penasaran.

"Dari tante Gea. Awalnya tante Gea nggak mau cerita. Tapi nggak tau kenapa akhirnya dia ngasih tau hal itu ke Lexy." Jelas Dita.

"Tapi dia sama sekali nggak ngasih tau alamat lo di Jepang. Katanya dia emang beneran nggak tau, karena lo sama nyokap lo pindah dan nggak ngasih tau alamat lo yang baru ke dia." Tambahnya lagi.

Dalam hati Nara membenarkan hal itu. Hanya Papa yang tahu alamat mereka yang sekarang. Setelah kedua orang tuanya bercerai, Nara dan Mamanya memang sudah tak pernah menjalin komunikasi lagi dengan keluarga Papanya yang di Indonesia. Bahkan dengan Papanya saja, hanya kurang lebih lima kali bertemu dengan Nara. Itu aja mereka bisa bertemu karena Papanya memang kebetulan ada urusan bisnis di Jepang.

Nara menghela napasnya dalam-dalam. Bila mengingat bagaimana kehidupannya setelah perceraian kedua orang tuanya, Nara hanya bisa mengungkapkannya dengan satu kata. Berat.

Terlalu berat hari-hari yang Nara lalui setelah itu. Nara begitu tertatih menapaki kehidupannya selanjutnya. Mencoba mengobati sendiri luka hati yang diakibatkan dari perceraian dan drama patah hatinya terhadap Jadden.

"Lo sendiri udah berapa lama di Jepang, Ta?" Nara mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gue hampir dua tahun tinggal di Jepang. Tadinya gue di Kyoto. Baru sebulan ini gue dipindahin di Tokyo. Kantor gue sekitaran sini." Jelas Dita.

"Wah berarti besok-besok kita makan siangnya barengan yok! Kebetulan kantor gue juga nggak jauh dari sini." Ajak Nara penuh semangat.

Dita mengangguk tak kalah semangatnya.

"Ta, jadi lo sekarang LDR-an ya sama Danish?" Tanya Nara kemudian.

Wajah Dita berubah muram saat mendengar pertanyaan Nara barusan.
"Udah dua Tahun gue putus ma Danish. Saat gue ke Jepang, hubungan gue sama dia juga berakhir." Jelas Dita lirih.

Kisah cintanya dengan Danish memang harus berakhir. Sulit bagi mereka berdua untuk menyatu dengan adanya jurang perbedaan yang begitu besar diantara mereka. Tak ada yang mau berkorban. Karena bagi mereka, masalah keyakinan bukanlah suatu hal yang harus dikorbankan. Mereka harus mengesampingkan cinta dan perasaan mereka demi keimanan yang telah mereka yakini sedari mereka kecil. Bukankah cinta tak harus memiliki?

Berat bagi Dita dan Danish untuk sama-sama saling melepaskan dan mengucap pisah. Apalagi disaat perasaan keduanya yang semakin hari semakin mendalam. Sejak awal mereka tahu bahwa hubungan ini tak akan berhasil, tak pernah ada jalan keluar terbaik bagi hubungan mereka ini selain salah satu diantaranya rela berkorban, karena kedua orang tua mereka mengharapkan agar kelak mereka menikah dengan yang seiman. Mereka tak mau menjadi anak yang durhaka terhadap kedua orangtua mereka. Jatuh cinta tak lantas membuat mereka menjadi egois. Selama ini mereka hanya berusaha menunda-nunda waktu untuk berpisah.

"Sorry, Ta." Ucap Nara dengan nada penyesalan.

Dita membalasnya dengan senyuman.

***

================================
Chotto matte kudasai= tunggu sebentar

Koko ni matteru yo= aku tunggu disini ya

When It RainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang