Siang itu, Nara sedang termenung di pinggiran balkon sekolah sambil memandang kosong sisa-sisa tetesan air hujan yang jatuh.
Arga yang tak sengaja lewat, segera datang menghampirinya.
"Belom pulang, Ra?"
Pertanyaannya membuyarkan lamunan Nara. Segera dia memalingkan wajahnya kearah Arga dan tersenyum.
"Belom, Ga. Gue masih menikmati hujan. Menunggunya berhenti hingga tetes terakhir." Katanya sambil nyengir.
"Iklan banget sih Lo."
Mereka berduapun tertawa.
"Lo sendiri kenapa belom balik?" Nara balik bertanya.
"Gue masih ada bimbingan tadi sama pak Samad, buat persiapan olimpiade."
"Semangat ya, Ga."
"Oh iya, gue udah mo balik nih. Lo masih disini atau mau sekalian gue anter? Soalnya tadi kayaknya Jadden baliknya sama Tanzie."
Nara diam membisu. Belakangan ini, Jadden memang semakin dekat dengan Tanzie. Hampir setiap pulang sekolah, Jadden selalu mengantar Tanzie pulang. Dan Nara? Karena cuaca yang setiap harinya hujan, Nara terpaksa meminta di jemput oleh sopir. Kini mereka semakin berjarak.
"Nggak apa-apa, Ga. Lo duluan aja. Gue lagi nunggu jemputan." Tukas Nara setelah jeda yamg cukup lama.
"Lo lagi ada masalah ya, Ra? Belakangan gue perhatiin Lo seneng menyendiri." Tanya Arga penuh selidik.
Nara mencoba tertawa.
"Perasaan Lo aja kali." Tampik Nara
"Cerita dong, Ra. Gue tau ada sesuatu yang Lo sembunyiin." Arga semakin penasaran.
Degh...
Apa jangan-jangan Arga mulai curiga dengan perasaannya ke Jadden? Apa terlihat segamblang itu kah perasaannya terhadap Jadden? Nara semakin merana.
"Nggak kok, Ga. Gue emang sering kayak gini aja kalo lagi hujan. Gue selalu menikmati hujan. Nggak tau kenapa, gue senang aja menyendiri sambil menatap hujan." Sanggah Nara.
"Gadis pecinta hujan." Ucap Arga lirih.
Nara terkekeh mendengarnya.
"Gue kalo ada masalah, kalian adalab orang pertama yang gue ceritain." Nara mencoba meyakinkan Arga.
"Lega gue dengernya." Arga tersenyum lega sambil mengacak-ngacak rambut Nara, sayang.
Nara begitu terharu. Entah bagaimana reaksi Arga bila Arga tahu yang sebenarnya. Entahlah Nara tak ingin memikirkannya. Biar saja perasaan ini ia simpan. Semoga saja, dengan berjalannya waktu, rasa ini akan perlahan mulai memudar dan lenyap hingga tak bersisa. Semoga.
***
Malam itu Nara terkejut dengan kedatangan Jadden yang begitu tiba-tiba di rumahnya.
Jadden tersenyum sumringah saat nara menemuinya di ruang tamu.
"Ada angin apa nih?" Tanya Nara heran.
Jadden tertawa.
"Gue kangen aja ma Lo, Ra." Katanya sambil tersenyum simpul.
Kangen? Aahh jangan merasa senang dulu Nara. Dia hanya kangen sama Lo sebagai sahabatnya aja. Nggak lebih!
"Anjayy deh." Cibir Nara.
Lantas Jadden tertawa.
"Serius Ra, gue kangen ma Lo. Dah lama gue nggak ketemu Lo. Bahkan di sekolah aja nggak pernah ketemu. Cuma bisa ngehubungi Lo lewat hp doang." Kata Jadden kemudian.
"Elo sih sibuk pacaran, jadinya udah nggak punya waktu buat gue lagi." Nara mengatakannya dengan nada bercanda.
"Ihhh ada yang cemburu." Tukas Jadden sambil mencubit pipi Nara dengan gemas.
Hati Nara berdesir hebat. Sentuhan Jadden di permukaan kulit wajahnya membuat hatinya menghangat.
Bagaimana Nara bisa menghilangkan perasaannya terhadap Jadden bila hanya dengan perlakuan kecil seperti ini saja sudah membuat benteng pertahanan perasaannya terhadap Jadden porak-poranda?
Benci. Nara benci dengan perasaanya yang terlalu lemah dihadapan Jadden. Nara juga benci kepada Jadden. Kenapa juga Jadden harus selalu berlaku manis dihadapannya. Tak bisakah Jadden memperlakukannya dengan cuek, tak perlu menghiraukannya lagi? Maka dengan begitu, mungkin.. ya mungkin hati Nara akan terjaga. Mungkin Nara akan dengan mudah untuk mengendalikan perasaannya. Ya mungkin saja.
"Ya kali cemburu. Kan gue jadi nggak punya tebengan buat pulang." Nara berpura-pura memasang tampang cemberut.
Jadden langsung mengusap-usap rambutnya dengan lembut.
See..
Selalu saja Jadden berlaku manis. Perlakuan yang selalu membuat Nara jadi memiliki harapan lebih. Padahal Nara sudah sangat tahu pasti bagaimana perasaan Jadden terhadapnya yang notabene hanya menganggapnya sahabat. Sekali lagi hanya sebagai sahabat.
"Sori banget ya, Ra." Ucapnya
"Nggak apa-apa kali, Jadd. Gue ngerti kok." Nara mencoba memamerkan senyumnya yang paling manis.
"Jangan senyum kayak gitu, Ra." Ujar Jadden.
"Lah? Emang kenapa coba?" Tanya Nara bingung.
"Senyum Lo itu bisa bikin orang jatuh cinta."
Gombal. Jadden lagi sedang menggombal. Dia nggak benar-benar mengatakannya. Jangan percaya, Ra. Tutup kuping Lo itu. Kalo emang bisa bikin orang jatuh cinta, kenapa dia nggak jatuh cinta sama Lo? Please jangan percaya. Batin Nara tersiksa.
Nara tertawa sumbang menanggapinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
When It Rains
Ficción General[COMPLETED] Karena aroma hujan, nuansa langit gelap dan dinginnya udara yang lembab mampu membuat Nara betah berlama-lama memandangi hujan. Hujan.... Selalu ada kenangan yang tercipta di antara riuhnya suara hujan. Ketika hujan, Nara tertawa dan ba...