Nara berjalan tergesa-gesa dan sedikit berlari menuju lift dan menekan tombol panah turun dengan tak sabar. Nara tak memperdulikan lagi dengan penampilannya yang sekarang yang hanya mengenakan pakaian tidur.
Setelah menunggu sesaat, pintu lift segera terbuka. Nara segera memasukinya dan segera menekan tombol close agar pintu lift segera menutup. Kemudian dengan tak sabar menekan tombol untuk ke bagian lobby apartemennya.
Rasanya seperti berjam-jam lamanya menunggu hingga lift terbuka. Nara menggigit-gigit kecil kuku jarinya mencoba menenangkan dirinya. Sesaat Nara melirik pantulan wajahnya di pintu lift. Ya Tuhan, penampilannya begitu berantakan. Rambutnya acak-acakan dan dia tak sempat untuk menyikat gigi bahkan mencuci mukanya.
Saat lift terbuka, Nara segera berlari keluar dan mencari sosok yang beberapa menit yang lalu menelponnya, membangunkannya dari mimpi indahnya dan mengajaknya untuk bisa bertemu saat ini juga.
Jam di dinding yang ada di lobby menunjukkan waktu pukul 3 pagi, dini hari.
Demi apapun itu, Nara tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Nara begitu bersyukur karena tadi sebelum tidur, ia lupa menonaktifkan ponselnya. Kebiasaannya selama ini, sebelum tidur ia selalu mematikan ponselnya agar tidurnya tak terganggu oleh bunyi notif atau apapun itu yang berasal dari ponselnya. Beruntung ia tak menonaktifkan ponselnya sehingga ia bisa dihubungi dengan mudah.
"Lo udah dari tadi ya disini?" Tanya Nara dengan nafas tersengal-sengal.
Lexy tersenyum melihat penampilan Nara yang begitu berantakan.
Nara mencoba duduk dan mengatur nafasnya serta merapikan rambutnya dengan jari-jarinya.
"Sori tampang gue berantakan banget." Ujarnya malu, tak berani memandang wajah Lexy.
Lexy langsung gemas melihat tingkahnya itu. Lexy segera menghampiri Nara dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Nara agar bisa bebas menjangkau hidung Nara dan mencubitnya dengan gemas.
"Awww.. sakit nyet." Pekik Nara.
Seketika hidung Nara langsung memerah. Melihat hal itu Lexy langsung tertawa terpingkal-pingkal.
"Lo datang jam segini cuma buat nyubit hidung gue?" Tanya Nara dengan tampang cemberut.
Setelah Lexy berhasil mengendalikan dirinya dan berhenti tertawa, ia kemudian mengatur posisi duduknya seperti bakalan berbicara serius.
"Gue cuma pengen liat wajah lo, Ra sebelum gue balik." Ucapnya lirih. Hampir tak terdengar oleh Nara.
Nara menatap matanya langsung. Mencari-cari sesuatu disana.
"Sekalian gue mau pamit pulang." Ucapnya kemudian. Saat mengucapkannya, wajah Lexy menampakkan kesedihan.
"Dan gue mau nyerahin ini." Tambahnya kemudian, seraya menyerahkan sebuah kotak kecil.
Nara tak berniat mengambilnya, tapi Lexy kemudian meraih tangan Nara dan meletakkan benda itu diatas telapak tangan Nara.
Nara menatapnya penuh tanya.
"Ini apaan Lex?" Tanya Nara tak mengerti.
"Buka aja, tar lo pasti tau."
Perlahan Nara membuka kotak itu. Seketika ada cahaya yang berkilauan yang memancar dari dalam kotak itu. Sebuah cincin. Bukankah cincin ini yang dulu pernah Nara kenakan? Cincin Neneknya Lexy.
Nara membekap mulutnya dan menatap Lexy tak percaya. Siapapun itu tolong jelaskan apa maksud dari semua ini? Apakah Lexy akan melamarnya? Tidak itu tak mungkin terjadi. Sebentar lagi Lexy akan bertunangan. Tapi kenapa Lexy malah memberikan cincin ini kepadanya, bukan kepada tunangannya?
"Ini cincinnya Nenek kan?" Tanya Nara bingung.
Nara tak sabar menanti jawaban dari Lexy.
"Iya benar, itu cincinnya Nenek. Cincin yang dulu pernah gue pinjemin ke lo, dan itu buat lo." Jelas Lexy.
"Terus kenapa di kasih ke gue? Kenapa nggak dikasih ke tunangan lo?" Tanya Nara makin bingung.
"Nenek yang minta gue buat ngasih ini ke lo." Lexy mengatakannya dengan santai.
"Gue nggak bisa nerima ini Lex." Putus Nara seraya menyerahkannya kembali kepada Lexy.
"Nenek bakalan sedih banget kalo lo nolak pemberiannya." Ucap Lexy lirih. Terlihat aura kesedihan diwajahnya.
Nara langsung mengurungkan niatnya untuk menyerahkan kembali cincin itu. Nara mencoba menerimanya dengan berbagai macam pertanyaan dibenaknya.
"Kabar Nenek gimana?"
"Nenek udah lama meninggal. Sebulan semenjak kepergian lo." Ujar Lexy dengan mata berkaca-kaca.
Nara membekap mulutnya, terkejut.
"Gue turut berduka cita ya Lex." Kali ini gantian mata Nara yang berkaca-kaca, dan akhirnya Nara tak kuasa membendung airmatanya. Kabar ini begitu mengejutkan baginya. Sosok Nenek Lexy masih terbayang jelas dibenak Nara.
Lexy menepuk-nepuk pundak Nara. Mencoba menenangkannya.
"Nenek udah tenang di alam sana. Makanya lo trima ya pemberian dari Nenek!" Bujuk Lexy.
Nara mengangguk sambil menghapus air matanya.
Lexy segera bangkit dari duduknya dan mengajak Nara untuk ikut berdiri. Lepas itu Lexy memeluk Nara. Sebuah pelukan yang hangat dan meneduhkan hati. Sebuah pelukan yang begitu Nara rindukan. Nara membalas pelukannya dengan penuh kerinduan.
Nara seakan berada pada dimensi lain, hanya ada dirinya dan Lexy. Waktu seakan berhenti berdetak. Nara merasakan kehangatan menyusupi relung-relung hatinya, menyebar dan menggelitik perutnya. Betapa sensasi seperti inilah yang sering membuat Nara semakin merindui sosok Lexy.
"Ra, gue pamit ya. Lo jaga diri baik-baik. Tanpa perlu diungkapin, kita sudah sama-sama tahu.. cukup biarkan takdir dan waktu yang memainkan peranannya." Ungkap Lexy penuh teka-teki.
Kemudian sesuatu yang hangat dan basah menempel di dahi Nara. Lexy mengecupnya dengan lembut.
"Sampai jumpa lagi Ainara, suatu saat nanti kamu pasti tahu apa makna dari semua ini." Katanya seraya mengambil cincin itu dari dalam kotak, dan memasangkannya di jari manis Nara.
Setelah itu Lexy melambaikan tangannya dan berbalik pergi, menjauh, tanpa menengok lagi.
Nara menatap kepergian Lexy dengan penuh tanya. Apa maksud dari perkataan Lexy barusan?
***
================================
Jangan lupa Vommentnya ya^^
Sankyu^^
KAMU SEDANG MEMBACA
When It Rains
General Fiction[COMPLETED] Karena aroma hujan, nuansa langit gelap dan dinginnya udara yang lembab mampu membuat Nara betah berlama-lama memandangi hujan. Hujan.... Selalu ada kenangan yang tercipta di antara riuhnya suara hujan. Ketika hujan, Nara tertawa dan ba...