Aliana menaruh teh di atas nampan dan membawanya menuju ke ruang tengah. Disana sudah berkumpul Papa, Vio, dan Medy. Aliana meletakkan nampannya dengan hati-hati dan langsung duduk di sebelah temannya itu. Papa bersidekap seperti biasanya dan Vio hanya menunduk canggung. Medy sesekali melihat Vio dan hanya tertawa kecil. Ia menganggap sikap Vio seperti itu sangat lucu setelah sekian lama tidak bertemu dengan Papa.
"Jadi..." Papa memulai pembicaraan, "Sejak kapan kamu berada di Indonesia, Vio?"
Vio mengadah dan tersenyum kikuk, "Baru tadi siang, Pa. Sekitar jam 1."
Papa hanya mengangguk lalu tersenyum, "Selamat datang ke rumah, Vio," katanya lalu mengusap rambut Vio.
Vio tersenyum, "Aku pulang, Papa" lalu Vio meraih tasnya dan mengeluarkan berbagai jenis barang lalu meletakkannya di atas meja, "Ini ada oleh-oleh, yang ini untuk Papa, ini untuk adikku yang bawel, dan ini untuk Medy"
"Vio." panggil Papa
"Iya, Pa?" tanya Vio
Papa memajukan sedikit kursinya, "Papa tadi mikir, katanya kamu sudah tiba di Indonesia pukul 1. Kenapa baru sampe rumah larut malam begini?"
"Eh, jadi pas Vio mau pulang ternyata Vio tersesat. Soalnya semua yang ada di sekitar sini udah beda. Jadi pas mau pulang agak bingung dan langsung tersesat."
Medy yang sedari tadi diam lalu angkat bicara, "Kak Vio bener-bener tersesat, Om. Medy ketemu kak Vio yang lagi bingung gitu. Untung Kak Vio ketemu Medy, kalau nggak Kak Vio nyampe rumah besok pagi" ujar Medy sambil tertawa.
Papa hanya tertawa kecil dan menepuk punggung anak laki-lakinya, "Untung kamu ketemu sama Medy. Kamu juga, ya, Vio. Kalau emang kamu mau pulang, kamu bisa telfon Papa. Papa bakalan minta supir buat jemput kamu di bandara."
Vio hanya tertawa kecil dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Yah Papa. Vio kan mau ngasih kejutan. Dateng tiba-tiba gitu. Eh, malah taunya Vio yang tersesat."
Aliana yang sedari tadi diam memperhatikan kemudian meledek kakaknya, "Ye, makanya jangan sok tau. Kakak kan udah lama banget di luar negeri pasti ada yang berubah dong disini"
"Nggak usah ikut-ikutan, adik bawel," kata Vio gemas sambil mencubit pipi adiknya.
Medy tertawa dan seketika melirik jam. Sudah jam 8 malam. "Om, Aliana, Kak Vio. Medy mau ijin pulang. Sudah jam 8, nanti kalau kemalaman orang rumah khawatir"
"Loh, sudah mau pulang? Tapi malam-malam begini gak baik kalau anak perempuan pulang sendiri. Vio, kamu gak capek, kan? Tolong antarkan Medy pulang ke rumah"
-----
Vio menatap lurus ke jalanan. Medy hanya melamun menatap keluar jendela memandangi kendaraan yang simpang siur bergerak didepannya. Vio hanya melirik Medy sekilas dan memutuskan untuk berbasa-basi sebentar.
"Jadi," Vio memulai pembicaraan sambil mengetuk-ngetukkan setir mobil. Medy langsung sadar dari lamunannya dan memandangi Vio.
"Ada yang berubah setelah sekian lama aku gak berada di Indonesia?" tanya Vio sambil menancap gas karena lampu lalu lintas sudah berwarna hijau.
Medy memandangi Vio sebentar lalu menatap lurua kedepan, "Um, nggak banyak. Hanya beberapa"
"Hanya beberapa itu yang seperti apa?" tanya Vio lagi.
"Um, seperti misalnya yang udah kakak lihat. Semuanya berubah, lingkungan, orang-orang, ya macam-macam, deh"
"Oh, gitu. Gimana keadaan keluarga kakak selama kakak gak ada? Ada yang berubah?"
Medy langsung terdiam. Apa ia harus ngomong kalau Aliana telah memiliki pacar? Ia sangat tau kalau kakak Aliana yang satu ini sangan overproctetive terhadap adiknya.
"Em, semua baik-baik aja, kok. Om Ryan selalu sehat dan Aliana sama seperti dulu, lucu dan selalu menyebalkan. Dan ia sekarang punya pacar."
Medy terkesiap karena keceplosan dan langsung menutup mulutnya. Ia memandang Vio yang menatap lurus tanpa ekspresi.
"Punya pacar? Padahal masih bocah. Kelakuan anak jaman sekarang"
Medy hanya memandang heran, "Kakak gak marah? Kalo Aliana punya pacar?"
Vio terdiam sebentar dan memandang Medy lalu tertawa, "Ya enggak lah, kakak sudah gak kayak dulu yang melarang Aliana mau ngelakuin ini itu"
Medy hanya menghela napas lega. Ia memandang keluar jendela jika ia sudah sampai dirumahnya. "Kakak masih inget rumahku?"
Vio membuka seatbelt dan mematikan mobil. "Iya dong. Kakak kan bolak-balik main kerumahmu jadi ya masih inget."
Wajah Medy bersemu merah. Ia agak senang bahwa Vio masih mengingat hal kecil seperti ini. Ia membuka seatbelt lalu mulai membuka pintu yang lalu dihentikan oleh tangan yang mencengkram lengannya.
"Anu, aku ada satu permintaan. Maaf kalau permintaanku aneh" kata Vio. Wajahnya terlihat bersemu merah dibawah keremangan lampu jalan.
"Permintaan apa, Kak?"
"Boleh kupeluk?"
Medy hanya terdiam dan wajahnya berubah menjadi merah. Ia kemudian mengangguk kecil dan Vio kemudian mendekati Medy lalu menyenderkan kepala di bahu Medy. Vio melingkarkan lengannya di pinggangnya dan tangan Medy tergerak untuk mengelus rambut Vio.
"Maaf, aku sudah lama gak dapat pelukan seperti ini"
"Nggak apa-apa. Kak Vio pasti sangat kangen rumah dan mama kak Vio"
----
Aliana POV
Aku memandang hp untuk yang keseratus kali mungkin dan tidak menemukan notif atau tanda apapun dari Revo. Apakah aku dan Revo berpacaran? Atau aku saja yang kegeeran? Pertanyaan itu selalu berputar-putar dalam otakku. Apa orang yang 'menembak' selalu berakhir dengan berpacaran atau engga? Uh, pertanyaan-pertanyaan ini membuatku pusing.
Aku memasuki gerbang sekolah dan disambut oleh Medy.
"Cie, cie, gimana nih hari pertama pacaran?" tanya Medy sambil memainkan matanya, "Ada perkembangan yang bagus?"
Aku hanya menatap jengkel dan menghentak-hentakkan kakiku, "Nggak. Dia gak ngirim sms atau line. Apa itu sebuah perkembangan?" kataku sambil menghela nafas "Uh, gue harus pasang tampang gimana, ya kalau ketemu sama Revo?"
Medy menatapku dan mencubit pipiku, "Senyum dong, ada apa, sih? Coba cerita."
Aku melangkah masuk ke kelas dan meletakkan tas di samping kursi lalu menyembunyikan kepala di antara lipatan tangan, "Apa orang yang 'menembak' kita langsung berubah status menjadi pacar atau hanya sekedar 'ditembak' aja? Masalahnya Revo cuma mengutarakan perasaan saja tapi dia gak bilang kita pacaran"
Medy yang tertegun mendengar pertanyaan Aliana langsung tertawa, "Yaampun, jadi ini yang bikin lo uring-uringan terus?" Medy mengacak-ngacak rambutku. Aku langsung bangun dan merapikan rambutku.
"Apaan sih, ini pertanyaan serius tau." kataku kesal.
Medy kemudian menunjuk seseorang yang berada tepat di depan pintu. "Mending lo butuh kepastian. Tuh, orangnya sudah nunggu."
----
HALOO MAAF CERITANYA GANTUNG:))
Makasih banget yang udah setia nungguim cerita ini berlanjut. Maaf agak lama nge-update karena lagi sibuk dan sudah agak buntu buat ngelanjutin. Selanjutnya semoga ide cerita ngalir terus~

KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Prince
Teen FictionAliana Tanuwijaya, gadis yang sudah berjanji akan menemukan jodoh yang seperti pangeran. Sialnya, dipertemukan oleh Revo, cowok menyebalkan yang membuat Aliana berdebar-debar. Dibalik cerita mereka terdapat kisah kelam yang akan mereka hadapi demi s...