VIII

3.3K 376 61
                                    

Luna baru saja meninggalkan bangkunya. Bukannya melanjutkan makannya lagi, Henry malah sibuk melemparkan pandangannya ke luar ruang makan mengintip apa yang gerak-gerik Luna. Sedangkan Yoongi hanya makan dengan tenang sampai Henry bertanya, "Menurutmu, siapa yang meneleponnya?"

Yoongi menggidikan kedua bahunya.

"Aku tidak tahu. Lagipula apa peduliku," jawabnya singkat.

"Dasar kau ini."

Yoongi diam tidak membalas. Jujur saja, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ini bukan hanya tentang perasaannya, tetapi perasaan Henry juga. Yoongi hanya takut jika Henry terlalu terobsesi seperti itu, bahkan rela mengorbankan lehernya yang bisa putus kapan saja karena melongok seperti sekarang ini. Kira-kira, apa yang akan Henry lakukan jika ia tahu kalau orang yang ditaksir itu sudah mempunyai pasangan? Yoongi penasaran.

Yoongi berdeham bermaksud mencairkan suasana sebelum bertanya serius pada Henry. Tapi, bukannya suara Yoongi yang mengisi kekosongan, malah suara Henry yang terdengar lebih dulu.

"Tidak usah sok manly berdeham seperti itu, Yoongi," kata Henry.

Yoongi hanya merespons datar. Baru ingin prihatin kepada Henry tentang perasaannya, sudah diledek duluan si Yoongi. Keadaan hening kembali, menyisakan suara sendok dan piring yang beradu.

Ditahan ga enak, mau bilang juga nanti respons nya ga enak lagi. Yoongi mah serba salah kalau mau ngomong sama Henry. Tapi, Yoongi sudah tidak tahan. Yaudah lah ya, tanya aja.

"Kau benar-benar menyukainya?" tanya Yoongi pelan.

Henry mengangguk di sela suapannya, membuat Yoongi ikut memanggut pelan, yakin kalau Henry benar-benar menyukai Luna.

"Dia itu cantik, pintar memasak, baik, rajin, penyayang, halus, sopan. Astaga, Yoongi. Dia benar-benar membuatku sesak nafas," deskripsi Henry dengan semangat.

"Kau-yakin itu adalah cinta?" tanya Yoongi.

Pertanyaan Yoongi barusan membuat Henry mengernyitkan kedua alisnya.

"Memang menurutmu apa?"

"Nafsu," jawab Yoongi singkat, tetapi mampu membuat Henry tercengang.

Henry berdecih sesaat sambil mengeluarkan smirknya.

"Kau masih belum legal, Yoongi. Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?"

"Karena aku sudah merasakannya. Dan yang ku tahu, cinta itu tanpa alasan."

Yoongi benar. Cinta yang seharusnya itu tanpa alasan. Tidak tahu darimana datangnya, tapi kau bisa merasakan. Tidak tahu karena apa, tapi kau tetap jatuh karenanya. Tidak tahu apa yang dia punya, tapi kau rela berjuang untuknya. Tampan, cantik, pintar, baik, sopan, santun, ramah, dan yang lainnya itu hanya bonus.

Iya atau tidak, sih?

Henry sampai dibuat diam karena jawaban Yoongi. Sebenarnya, siapa yang lebih dewasa?

"Ehem." Lagi-lagi Yoongi berdeham.

"Lupakan. Aku hanya berpendapat tadi," ucap Yoongi sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

***

Pip

Luna mematikan sambungan teleponnya dan berjalan kembali ke ruang makan. Ia duduk di kursi yang sama seperti tadi, tepatnya di samping kanan Henry. Dilihatnya Henry dan Yoongi yang hampir selesai makan.

"Satu jam lagi, temanku akan datang kesini," ucap Luna sambil melanjutkan makannya yang tinggal setengah.

"Mm-apa aku dan Henry harus menemuinya? Atau kita hanya harus berada di kamar selama dia ada disini? Mengantarkan makanan dan minuman? Atau harus apa?" tanya Yoongi bertubi-tubi.

Sebenarnya, Yoongi selalu merasa tidak enak jika seperti ini. Ia bingung akan melakukan apa. Bisa saja tamu Luna itu adalah tamu spesial, Yoongi akan menyeret Henry untuk berdiam diri di kamar. Siapa tahu Luna tidak ingin ada yang menganggu ketika tamu spesialnya datang.

"Kalian bisa menemuinya. Kurasa kau masih ingat dengannya, Henry. Dia temanku yang waktu itu di kedai es krim. Dia seumuran denganmu, Yoongi. Ya walaupun lebih muda setahun darimu lah. Dan ku harap kalian bisa berteman baik."

Yoongi mengangguk patuh pada ucapan Luna. Yoongi akan mencoba akrab, walaupun sebenarnya ia bukan orang yang pandai menemukan topik pembicaraan. Ini semua karena Yoongi tidak enak pada Luna yang sudah baik padanya dan Henry.

Luna tersenyum senang melihat Yoongi yang menurut. "Nah, sudah selesai semua makannya? Ayo kita bereskan!"

Luna mulai beranjak dan menumpuk piring, kemudian menaruhnya di wastafel untuk Henry cuci nanti. Sedangkan Yoongi membersihkan meja makan yang berisi tumpahan nasi dan lauk.

"Henry, nanti kau yang cuci ini, kan? Aku ingin mencari sesuatu yang lezat dulu sebelum dia datang. Aku tinggal dulu, ya," pamit Luna, kemudian langsung keluar dari dapur.

"Hati-hati, Lun," kata Henry.

Tidak ada suara respons. Luna sudah berlari keluar. Di dengar atau tidak, Henry juga tidak tahu. Akhirnya Henry memutuskan untuk segera mencuci piring.

"Kau tahu siapa yang akan ke sini, Yoongi?" tanya Henry yang sedang mencuci piring sambil melamun. Matanya menatap kosong tembok di depannya sambil tangannya terus bergerak mencuci piring-piring kotor.

"Pacarnya?" tebak Yoongi asal.

Henry menggeleng. "Belum. Tapi, statusnya adalah orang yang ditaksir Luna."

"Bagus dong." Ucapan singkat Yoongi membuat Henry menatap heran ke arah Yoongi yang sudah santai duduk di kursi makan karena sudah selesai dengan pekerjaannya.

"Darimana bagus nya? Itu malah berbahaya untukku,Yoongi. Urgent. Kau tahu?"

Terdengar helaan nafas Yoongi sebentar. "Kalau statusnya masih 'orang yang ditaksir', berarti kemungkinan orang itu tidak menyukai Luna. Dan itu artinya, kau masih punya kesempatan untuk membuat Luna membalas perasaanmu," jelas Yoongi.

"Lagipula, siapa orang nya yang akan datang ke sini? Katanya lebih muda satu tahun dariku. Berarti Luna suka yang muda? Pantas saja kau merasa tersaingi, haha." Yoongi tertawa melihat Henry yang menekuk mukanya. Niat Yoongi hanya meledek Henry.

"Cinta itu tidak bisa dipaksa, Yoongi. Apapun sesuatu yang dipaksa, hasilnya pasti tidak akan bagus."

"Aku tidak menyuruh kau memaksanya untuk mencintainya, kan? Aku hanya ingin kau mempertahankannya, berjuang agar dia mencintaimu juga. Buat dia jatuh cinta padamu seperti kau mencintainya!"

Henry diam sesaat. Ada benarnya juga apa yang dikatakan Yoongi. Haish, kenapa bisa Henry kalah dewasa dengan anak umur 16 tahun dalam masalah seperti ini. Atau malah memang Yoongi yang dewasa terlalu dini (?).

"Tadi kau bertanya siapa yang kesini. Yang ku tahu dia juga dari Korea, sama sepertimu. Kalau tidak salah, namanya Park Jimin." Kali ini Yoongi yang terdiam. Badannya terasa kaku untuk digerakkan.

Henry baru selesai mencuci piring dan berniat untuk duduk di depan Yoongi yang sedang diam. Henry tidak sadar. Dan Henry tidak akan pernah peka tentang apa yang membuat Yoongi terdiam, karena Henry tidak tahu apa-apa.

"Mm-kalau aku tidak bisa membuat Luna mencintaiku?"

Yoongi terdiam menatap lurus ke depan. Mencoba menatap tepat ke mata Henry mencari bayangannya dan meyakinkan diri sendiri untuk, "Berhenti. Kau baru boleh berhenti-

-Dan aku juga akan berhenti."

♥♥♥♥♥♥♥

Annyeong


Update nih wkwk tumben ya cepet :v

Aku kangen komen2 semuanya hikseuㅠㅠ

Kritik dan saran boleh banget asli. Komen apa aja dah biar semangat nulis sama UKK nya wkwk :v

Yang UKK semangat Yang mau SBMPTN semangat Yang udah selesai UKK semangat terima raportnya


Voment주세용^^

California [Minyoon BTS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang