IX

3.3K 364 48
                                    

Kriet..

Terdengar suara deritan pintu yang dibuka. Yoongi yang tidak jauh dari situ, menyempatkan diri untuk menengok sebentar ke sumber suara.

"Kenapa lewat pintu belakang?" Yoongi bertanya setelah pintu tertutup kembali.

"Lebih dekat dengan toko terakhir yang aku datangi. Daripada harus memutar lewat pintu depan kan," Jawabnya yang hanya mendapat anggukan dari Yoongi.

Ternyata itu Luna yang baru saja pulang dengan membawa beberapa kantong kresek yang entah isinya apa. Yah seperti yang semua tahu, Yoongi tidak peduli. Tidak mau peduli.

"Loh, Yoongi, kenapa masih mencuci piring? Henry kemana? Katanya dia yang mau mencuci? Gimana sih dia. Bilangnya mau cuci piring," cerocos Luna.

'Baru pulang udah bawel aja' batin Yoongi. Beranikah Yoongi berbicara langsung? Berani. Jelas berani, kalau dia sudah ingin tidur dijalan pasti Yoongi berani.

"Henry sudah mencuci semua. Hanya tadi mangkuk ini tertinggal," jawab Yoongi.

Luna hanya memanggut, kemudian berjalan untuk menaruh belanjaannya di meja makan. "Sekarang Henry dimana?" tanyanya lagi.

"Sedang menerima tamu," jawab Yoongi-lagi.

"Temanku ya?" kali ini Yoongi hanya mengangguk.

Yoongi sudah selesai mengeringkan tangannya dengan handuk kecil diatas wastafel. Ia berbalik menuju meja makan.

"Yoong, aku ke depan dulu. Emm, kau bisa menata ini di piring kan? Lalu mengantarkannya dengan minuman ke depan. Tolong," pinta Luna sambil menyengir lucu. Setelah itu, ia kemudian berjalan keluar menemui tamunya. Tidak lupa juga Luna mengucapkan terima kasih.

Yoongi mengangguk.

Mengangguk ragu lebih tepatnya.

Dengan lihai, ia menata makanan dan minuman yang sudah ia siapkan tadi di nampan yang baru saja ia ambil. Merapikan kembali cemilan yang ia taruh di piring. Dan selanjutnya, nampan itu siap ia antar ke depan, sekalian dirinya menemui Henry, Jimin, dan Luna.

Hufft, Yoongi menghembuskan nafasnya sejenak. Ia harus siap.

***

"Hai. Kau sudah datang rupanya. Maaf, aku tidak menyambutmu," sapa Luna begitu melihat Jimin yang tersenyum melihatnya.

"Tidak apa, Henry hyung menyambutku dengan baik," ucap Jimin.

"Hyung? Ah, kalian rupanya menggunakan panggilan korea. Aku senang kalian bisa dekat." Jimin dan Henry terkekeh bersama.

"Jimin anak yang asik. Walaupun kami baru kenal, tapi dia sudah bisa percaya padaku. Dia bercerita banyak tentang hidupnya," kata Henry. Jimin yang dibilang seperti itu hanya malu-malu, kemudian menepuk bahu Henry sambil berkata, "Kau juga, hyung."

Luna hanya ikut tertawa, walaupun ia sedikit tidak paham. Maklum, hanya dia yang perempuan.

"Permisi," ucap seseorang yang membawa nampan berisi minuman dan jajan.

Semua mata tertuju padanya, sedangkan yang ditatap berusaha tidak memedulikannya. Ia berjalan mendekat dan memindahkan makanan dan minuman yang ada di nampan itu ke atas meja.

"Apa sih pada liat-liat?" omelnya. Risih juga jadi seperti pusat perhatian.

"Kenapa jadi kau yang mengantar, Amber?"

Bukannya menjawab pertanyaan Luna, yang ditanya malah balik bertanya, "Memang kenapa? Tidak suka?"

Amber, tetangga Luna yang satu itu memang suka bikin Luna naik darah karena sifatnya yang menurut Luna tidak ada sisi feminimnya sebagai perempuan. Sering Luna naik darah karena Amber yang teriak-teriak tidak jelas dari kamarnya yang letaknya disamping kamar Luna. Luna juga sudah sering mengomelinya. Namun sayangnya, omelan Luna tidak pernah Amber gubris sama sekali. Miris.

California [Minyoon BTS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang