1.0

66 9 0
                                    

Suasana kafe itu hari ini lebih sepi dari biasanya. Hanya sekitar tiga atau empat sofa yang terisi. Pelayan yang biasa bolak-balik mengantarkan pesanan pun kini bisa sedikit bersantai. Di tengah semua itu, sebuah musik mengalun indah dari speaker di ujung ruangan, semakin memperkuat kesan vintage kafe tetsebut.

Di dalam kafe itu, dua manusia tengah asyik berbincang. Ditemani secangkir kopi dan segelas caramel macchiato serta dua potong croissant, mereka tenggelam pada topik pembicaraan, tampak tidak terlalu memedulikan keadaan sekitar. Mereka adalah Angkasa dan Alexa.

"How was your holiday?" tanya Angkasa seraya menyeruput kopinya.

"Good. Disana tuh viewnya keren banget, nggak sia-sia aku bujuk Papa buat liburan kesana. Thank you buat rekomendasinya."

"Sama-sama."

Alexa mengambil ponsel di tasnya dan menyodorkannya pada Angkasa. "Liat deh, itu foto-foto aku disana."

Angkasa mengambil ponsel Alexa, melihat satu per satu foto cewek itu disana. Sekali melihat latar foto tersebut, Angkasa dapat mengetahui kota dimana foto-foto itu diabadikan. Amesbury, Brimingham, dan Durham. Angkasa pernah menginjakkan kaki di kota-kota itu. Pekerjaan Papa Angkasa yang berururusan dengan banyak orang di berbagai kota membuat Angkasa banyak mengunjungi kota-kota di luar London. Karena itu, Angkasa tahu banyak tentang tempat wisata menarik di ketiga kota itu dan menjadikannya rekomendasi kepada Alexa.

Sekilas Angkasa melirik Alexa, rupanya cewek itu sedang menyeruput minumannya sembari menunggu Angkasa melihat semua fotonya.

Jemari Angkasa kembali mengusap layar ponsel Alexa. Memperhatikan gambar berwarna yang terlihat disana dengan kedua sudut bibir tertarik ke atas.

Di setiap foto yang Angkasa lihat, Alexa selalu bergaya dengan senyum yang tidak pernah dikulum. Cewek itu memamerkan barisan giginya yang putih dan rapih. Dengan wajah blasteran, alis tebal, hidung mancung, tulang pipi yang menonjol, Alexa terlihat sangat cantik. Membuat beberapa perempuan yang melihat Alexa menatapnya iri.

Kemudian perhatian Angkasa teralih pada foto selanjutnya. Foto Alexa dengan dua orang berlatarkan Katedral Durham. Di kiri Alexa, berdiri seorang laki-laki berumur empat puluhan, wajah kaukasia-nya terlihat jelas. Di kanan cewek itu, tampak seorang wanita asia yang tingginya hampir sama dengan Alexa.

Angkasa memperlihatkan foto itu pada Alexa. "Your parents?" tanyanya memastikan.

"Yes."

Angkasa hanya ber-oh ria dan mengembalikan ponsel itu kepada Alexa. "Nih."

Alexa menerima ponselnya. "Gimana pertandingan basket kamu?"

"Team aku menang, Lex," ucap Angkasa dengan seulas senyum di bibirnya.

"Keren. Kamu hebat." Alexa mengacungkan kedua ibu jarinya.

Angkasa tertawa kecil. "Bukan aku yang hebat. But my team. Walaupun posisi aku sebagai kapten, tetep aja aku butuh bantuan mereka. Tanpa kerja sama yang baik, di pertandingan basket kemarin team aku nggak bakalan jadi apa-apa. Teamwork makes the dream work."

Alexa mengangguk-angguk setuju. "Bener banget."

"By the way, kenapa kamu ngajak aku ketemuan?" tanya Angkasa. Mulutnya tidak tahan lagi mengucapkan pertanyaan itu. Alexa tidak tahu, bagaimana perjuangan Angkasa untuk sampai ke kafe itu. Tadi pagi saja, Angkasa bangun kesiangan dan langsung bersiap-siap karena teringat tentang janjinya dengan Alexa.

Alexa menopangkan dagunya di tangan. "Nggak ada tujuan tertentu, sih. Cuma mau ngobrol aja. Udah lama nggak denger candaan garing kamu." Kemudian Alexa tersenyum lebar, membuat mata cokelat terangnya sedikit menyipit.

CelestialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang