ENAM

660 68 6
                                    

[BIASAKAN VOTE-COMMENT SETELAH ATAU SEBELUM MEMBACA]

AMORA POV

"Azka, udah dong." Reflek gue saat Daffa nyenggol gue iseng.

Daffa ngeliatin gue dengan alis yang bertautan. Ups, bisa-bisanya lo salah nama, bego.

"Azka?"

"Hehe, sorry." Jawab gue dengan cengir pepsodent.

"Anjir, jelek banget muka lo."

"Makasih." Ketus gue.

Gue ada di sini a.k.a rumah Daffa eh maksud gue rumah orang tuanya Daffa, karena tugas kelompok yang dikasih oleh Pak Rusdan.

Beruntung banget gue sekelompok sama ni anak. Walaupun emang sih satu kelompok terdiri dari dua orang. Tapi kalo soal pelajaran sejarah, Daffa jagonya. Contohnya aja tugas yang dikasih ini, hampir delapan puluh persen dia yang ngerjain.

"Udah selesai nih." Ucapnya dengan senyum mengembang.

"Oh ya? Lumayan cepet." Jawab gue santai lalu berdiri mengitari ruangan itu.

"Bukan lumayan keles." Balas Daffa menutup laptopnya.

"Alay. Lo punya kakak?" Tanya gue saat melihat foto yang tergantung di dinding.

"Hmm, sesuai pemikiran lo." Jawabnya.

Jujur sih, gue gak asing sama senyuman yang dimaksud sebagai kakaknya Daffa. Tapi, mungkin cuma perasaan gue aja.

"Eh, ngapain lo ngeliatin foto gue sampe segitunya? Gue ganteng? Makasih deh ya." Ucap Daffa dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.

"Idih, in your dream." Ketus gue.

"Daffa daridulu emang selalu tersenyum gitu loh." Puji seorang wanita yang gue yakini sebagai Bundanya Daffa. Itu udah dijelasin di foto keluarga yang juga terpajang di sana.

"Aduh, tante. Gak enak Amora jadi ngerasa ngerepotin." Balas gue sembari mengambil nampan yang berisi minuman lalu menaruhnya di atas meja.

"Gak ngerepotin kok sayang, tante malah seneng kalo ada temen Daffa yang ke rumah. Tapi... ini temen atau temen, hmm?" Gurau Bundanya Daffa sambil memainkan alisnya naik turun menatap Daffa.

"Apaan sih, Bun. Ra, gue tinggalin dulu ya. Mau ngurung Bunda dulu."

"Hahaha, iyain aja deh. Daffa kejam juga ya, tante. Pfft." Balas gue menahan tawa yang seakan ingin meledak seketika.

-

Karena gue gak tau mau ngapain di sana, sampailah gue ke halaman belakang rumah orang tuanya Daffa.

Luas banget, itu dua kata pertama yang keluar di otak gue. Kolam renang yang gak terlalu besar, taman kecil dengan satu gazebo di ujung sana. Lalu, rumah kecil untuk hewan peliharaan?

"Ya ampun, kelincinya lucu-lucu banget." Gemas gue saat sampe di rumah kecil yang gue liat dari jauh tadi.

Gue ngelangkahin pagar kecil yang gue yakini pasti sengaja dibuat agar kelinci-kelinci yang lucu ini gak lari.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh..." Gue berhenti menghitung. "Banyak juga, hmm."

Gue mutusin untuk main dulu di sini, melihara kelinci adalah cita-cita gue sejak dulu. Tapi, semua itu belom kesampean sekarang. Huft, bukan saatnya mengeluh.

"Hei, kamu lucu banget sih, bunny." Ucap ku sambil menggendong satu kelinci berwarna putih bersih dengan mata yang berwarna merah.

**

AUTHOR POV

"Ada temen Daffa, Bun?" Tanya Daniel yang baru saja kembali ke rumah.

"Cewek loh." Jawab Lidya dengan senyum jahilnya.

"Beneran temen tuh, Bun? Hahaha." Balas Daniel terkekeh.

Setelah keluar dari kamarnya, Daffa menatap Daniel dan Bundanya dengan tatapan selidik.

"Wes, gue paham banget tatapan itu. Gak bakal gue apa-apain cewek lo." Ucap Daniel menaik turunkan alisnya dan tersenyum jahil.

"Loh, anak Bunda yang males mandi ini tiba-tiba mandi jam segini?" Balas Lidya dengan gaya shocknya yang ia buat sealami mungkin.

"Daffa keluar bentar, Bun, mau beli karton." Balas Daffa mengabaikan tatapan jahil dari Bundanya maupun Kakaknya.

Saat di ruang tamu, dia tidak melihat Amora.

Lah, tasnya ada. Mana orangnya? Tanyanya dalam hati.

Dengan cepat ia mencari ke segala tempat yang mungkin ada Amora di sana. Akhirnya sampailah dia di halaman belakang rumahnya.

Bikin cemas aja, huft. Umpatnya dalam hati.

Dengan berjalan santai, Daffa melihat Amora sedang bermain dengan kelincinya di sana. Cukup lama ia memandangi Amora yang bermain di sana. Tapi, selama itu juga Amora tidak sadar akan kehadiran Daffa.

"Hem-khem." Deham Daffa dengan sengaja.

Reflek Amora menoleh ke belakang, "gue kira siapa."

"Gue beli karton dulu ya."

"Gue izin main sama mereka ya." Balas Amora dengan ekspresi memohon.

'Hahaha, lucu banget muka lo.' Kagum Daffa dalam hati.

"Ok. Hati-hati mereka ngigit." Bohong Daffa menahan tawanya.

"Gak akan."

Di tempat lain, dari ruang keluarga, Daniel memerhatikan Daffa dari jauh. Walaupun tidak terlalu terlihat, Daniel seperti mengenal seseorang yang sedang bersama adiknya itu.

"Bun, Daniel ke belakang dulu ya."

"Hmm." Jawab Lidya tetap fokus dengan sinetron yang ditontonnya.

Saat sampai di halaman belakang, Daniel ingin memastikan sebelum ia mendekati gadis yang dilihatnya tadi. Tapi, apa daya gadis itu malah membelakanginya.

"Mereka lucu kan?" Tanya Daniel yang sekarang sudah berdiri di belakang Amora.

Nafas Amora tercekat, dia sangat mengenal suara ini. Dengan takut dia berdiri lalu membalikkan badannya.

Daniel membulatkan matanya saat melihat wajah Amora seutuhnya. Untuk bernafas pun, rasanya sangat susah. Ia berharap kalau ini bukan mimpi.

"Kak Daniel..."

Dengan segera Daniel memeluk Amora dengan erat. Ia sangat merindukan gadis yang ada di dekapannya sekarang. Ia sangat merindukan gadis yang baru saja memanggil namanya setelah sekian lama.

~~

A/n : Sampe sini, gimana ceritanya? Wih ternyata dunia itu sempit ye gak wkwkwk.
Yang di mulmed foto Daffa bareng Daniel, yang ketawa itu sih Daniel. Eaaa.

See you next part yaaaa. Jangan lupa vote dan comment dari kalian guys😷😷😷

-- 08 Juni 2016 --

PushoverWhere stories live. Discover now