TUJUH BELAS

569 44 7
                                    

[BIASAKAN VOTE-COMMENT SETELAH ATAU SEBELUM MEMBACA]

AUTHOR POV

“Kalian masih akrab aja.” Kata Fee basa-basi saat sampai di rumah Azka.

Azka memang mengajak Daffa untuk menjemput Fee di airport. Daffa sempat menolak, tapi ntah kenapa dia malah nerima.

“Kamu udah bilang keluarga kamu kalo udah nyampe Jakarta?” Tanya Azka.

“Aku udah bilang sama tante, tapi aku bilang mau nginep di rumah kamu dulu.” Jawab Fee santai.

“Dibolehin?” Tanya Daffa.

Fee hanya mengangguk merespon apa yang ditanyakan Daffa.

“Daf,” Panggil Fee.

“Apa?”

“Ngga jadi deh.” Jawab Fee lalu segera menuju kamar yang biasa ditempatinya dulu saat bermain di rumah Azka.

Daffa memberi Azka tatapan selidik, Azka menjawabnya dengan tatapan bertanya lalu menggelengkan kepalanya. Ntah apa yang mereka bicarakan dengan isyarat mata tersebut.

“Gue nginep di sini deh sampe dia balik ke rumah tantenya.” Ucap Daffa lalu tiduran di sofa ruang tamu.

“Gak usah, lagian gak bakal ada kejadian aneh-aneh.” Balas Azka duduk di kursi lain yang ada di sana.

“Kalian tuh udah gede, mungkin sekarang lo bilang gak bakal ada kejadian aneh-aneh. Tapi nantinya? Pokoknya gue nginep di sini.” Tegas Daffa.

“Iyadeh terserah kakak mau gimana.” Jawab Azka tertawa kecil melihat tingkah Daffa.

- -

Amora membaca novel yang baru saja dibelinya dengan Meyla dua hari yang lalu.

“Jika ia percaya padamu, jangan lepaskan.” Ucap Amora saat membaca suatu kutipan yang ada di sana.
Hari itu adalah akhir pekan, waktunya bermalas-malasan kan?

Tok.. tok

“Sayang, Mama sama Papa pergi dulu ya.” Ucap Diana.

“Hm, ke mana?” Tanya Amora menutup novel yang tadi dibacanya.

“Papa ada meeting di Bogor, Mama juga kebetulan ada kerjaan di sana.” Jelas Diana masih berdiri di ambang pintu.

“Oh, yaudah hati-hati ya.” Jawab Amora kembali membuka novel yang tadi dibacanya.

Diana tertegun melihat sikap putrinya, dia sama sekali tidak menyangka kalau Amora akan bersikap acuh dengan dirinya. Amora menjadi seperti itu juga adalah kesalahan dirinya dan Ben, andai waktu bisa diulang, andai dia bisa memberi kasih sayang yang lebih untuk anak tunggalnya itu, Amora pasti tidak akan bersikap seperti sekarang.

“Kamu jangan sampe telat makan ya, jaga kesehatan, jangan sampe sakit, paham?”

Diana mendekat, lalu mencium puncak kepala putrinya.

“Iya, Ma. Hati-hati di jalan.” Jawab Amora yang masih fokus dengan novelnya.

-

Siang harinya, Amora masih sibuk dengan novelnya. Dia hanyut akan apa yang diceritakan oleh novel itu.

Drrt

Amora membuka pesan yang sedari tadi menggetarkan hpnya.

“Hah? Vanessa?” Reflek Amora menyebut nama yang tertera di layar hpnya.

PushoverWhere stories live. Discover now