Hari ketujuh.
"Nggit, nanti artikelnya gue kirim ke lo sekitar jam tujuh, ya?"
"Hng? Ya, boleh. Jangan telat."
"Oke."
"Ya udah, gue balik duluan."
"Sip."
Anggit merajut langkah meninggalkan temannya di belakang. Dia baru selesai menghadiri rapat rutin ekskul jurnalistik yang bertempat di perpustakaan. Belakangan mereka memang sering mengadakan rapat—termasuk yang dadakan—karena tenggat waktu rilis majalah sekolah kian dekat. Pengumpulan artikel sudah harus dilaksanakan dan Anggit mau tidak mau harus siap dibuat pusing oleh artikel mana saja yang layak dipublikasikan.
Sudah lumayan jauh dari perpustakaan, Anggit mendengar seseorang berlari dari belakang sambil mengelu-elukan namanya.
"Nggit! Nggit, tunggu elah!"
Mera.
Ogah-ogahan, Anggit menyetop langkah. Kemudian berbalik.
Tampak Mera ngos-ngosan di depannya dengan serupa wajah tak luntur oleh cengiran.
"Apaan?" tanya Anggit.
"Kok lo selesai rapat nggak bilang-bilang?"
"Ngapain?"
"Mau gue jemput."
Meski sudah tahu ke mana percakapan ini akan berjalan, Anggit pura-pura bodoh. "Emangnya gue anak TK?"
"Yeeee, nggak peka amat sih. Biasanya juga gue jemput, kan?"
"Hah," Anggit mencibir, "itu sih bukan jemput gue. Tapi bermaksud ngapelin si fotografer satu itu." Anggit membalikkan badan dan lanjut berjalan.
Mera menempel di sisinya. "Kalau lo tahu harusnya lo bantu gue, dong. Nggak asik banget sih. Gue udah rela nungguin lo padahal. Jadi kehilangan kesempatan kan gue buat lihat dia."
"Kalau lo emang sepengin itu ngelihat dia terus-terusan, ya masuk ekskul gue dong."
"Dih, males banget? Mau lo jadiin apa gue? Kacung?"
"Hehehe."
"Lo mau langsung pulang, Nggit? Main dulu kek, udah lama nih kita nggak main."
KAMU SEDANG MEMBACA
i like it when you sleep
Short StoryMulanya Anggit tidak masalah dengan sistem pengacakan tempat duduk tiap beberapa waktu sekali. Namun, pendapatnya lantas berubah ketika ia mendapat teman sebangku yang tidak seru sama sekali. Namanya Riki dan Anggit harap satu bulan bakal cepat berl...