Hari kesebelas.
"Kak?"
Riki menghela napas.
"Kaaak?"
Menghela napas lagi, kemudian memutar badan ke belakang. "Kenapa, sih, Nik?"
Di bingkai pintu kamar Riki, perawakan adiknya berdiri dengan tangan kanan menggenggam segelas susu putih. Gadis itu terbungkus dengan setelan piyama bercorak doraemon yang tampak pas apabila disetarakan dengan muka polos dan sok tahunya. Eh, tunggu, apa? Niki sama sekali tidak polos. Cuma tampangnya saja yang berkata demikian, namun Riki jelas tahu dalamnya seperti apa adik perempuan satu-satunya itu.
Tanpa menunggu izin si empunya kamar, Niki merambat mendekati kasur dan duduk di ujungnya. Menyesap sedikit susu putih, lalu mengulurkan tangannya yang bebas ke arah Riki. Meminta sesuatu.
Namun Riki tidak menangkap maksudnya. Dia masih berkutit dengan buku cetak dan bolpoin di sela jemari. Menganggap sang adik antara ada dan tiada. Bukannya jahat, omong-omong, hanya saja jarang-jarang Niki memberi kunjungan kalau bukan karena sesuatu-dan, sesuatu itu tidak mungkin soal menyangkut pelajaran karena Riki tahu adiknya cukup mampu belajar sendiri. Jadi ... sesuatu itu pasti yang lain. Cuma Riki tidak tahu apa, dia juga tidak berminat untuk mau tahu.
"Ih, Kaak," suara Niki yang gemas lantas terdengar. Tangannya makin dia julurkan pada kakaknya.
"Apaan, sih?"
Mendengus. "Pinjam hape."
Riki berhenti mengukir angka selama beberapa saat. "Buat apaan?"
"Ya ... adalah. Nggak macem-macem kok. Bentar doang. Ya, ya?"
Diselingi perdebatan kecil dalam benak, Riki akhirnya mengangsurkan ponselnya. Niki menerimanya dengan raut cerah.
"Hape lo ke mana emang?"
"Di kamar."
"Terus?"
"Apanya terus?"
"Ngapain pake hape orang lain segala?"
"Mau aja," sahut Niki asal-asalan.
Riki menyerah. Tidak lagi membalas apa pun.
Ponsel Riki kini berada dalam genggaman adiknya. Sementara si pemilik telah kembali pada tugasnya, bermain dengan deretan angka dan kata, tidak mengindahkan Niki yang bisa saja berbuat aneh-aneh pada benda kecil itu.
Benar saja, tak lama kemudian Niki bergumam, "Ooh.... Jadi, ini toh yang lagi ditaksir seorang Riki Pramudya."
Punggung Riki lantas menegak. Secepat kilat, dia menggeser kursi rodanya menerjang sang adik. Namun, adiknya itu malah berguling ke bagian kasur yang jauh dari jangkauan Riki. Beruntung susu putihnya sudah kandas berpindah ke lambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
i like it when you sleep
Короткий рассказMulanya Anggit tidak masalah dengan sistem pengacakan tempat duduk tiap beberapa waktu sekali. Namun, pendapatnya lantas berubah ketika ia mendapat teman sebangku yang tidak seru sama sekali. Namanya Riki dan Anggit harap satu bulan bakal cepat berl...