"Lo mau nungguin gue? Yakin?"
Riki mengangguk.
"Tapi...."
"Ih, yaudah sih biarin, Nggit. Orang Riki-nya aja nggak keberatan, kok. Ya 'kan, Ki?" Mera di sebelah Anggit menyela, membuat Anggit mau tak mau menatapnya tajam. Bagaimana bisa temannya itu mudah sekali berbicara seenak jidat? Meskipun Riki bilang tak apa, tentu saja Anggit tidak enak. Kemungkinan dia selesai rapat itu ketika matahari mulai tenggelam. Deadline pengiriman konten majalah ke percetakan sudah dekat.
"Nggak papa, Anggit, santai aja." Riki bicara.
Anggit mengabaikannya. Dia justru beralih pada Mera. "Lo kenapa ikut-ikut, sih? Lo kan nggak ada kegiatan apa-apa. Pulang aja sana."
Menampakkan cengiran, Mera menyenggol lengan Anggit. "Hehehehe. Nungguin pacar, dong."
"Apaan sih?"
"Dih, beneran. Gue nungguin pacar."
"... hah?" Anggit menganga, berharap salah dengar. "SEJAK KAPAN LO NGGAK JOMBLO LAGI?"
"Ehehehehehe."
"Sama ... si ... itu ... fotografer?"
Mera melebarkan cengirannya.
"Lo nggak lagi halu, kan?" Anggit lama-lama prihatin dengan Mera. Maksudnya, cewek itu tidak mungkin mengharapkan Anggit menelan mentah-mentah informasi yang baru diterimanya itu, kan?
Sekejap, Mera memberengut. "Udah sana, sana, masuk! Ngeselin lo. Wanita ular!"
.
Gerimis datang tanpa peringatan. Kaca depan mobil Riki dipenuhi titik-titik air, yang awalnya jarang-jarang menjadi makin rapat satu sama lain. Anggit merapatkan kardigan, mengusir hawa dingin yang mulai terasa. Dia tengah duduk di kursi penumpang mobil Riki, sementara si pemilik sibuk mengendalakan roda stir. Lantaran mereka pulang ketika hari mengalami peralihan menuju malam, ditambah hujan yang menderas, macet terjadi hampir di lampu merah yang mereka lewati. Anggit rasanya ingin memejamkan mata. Tidur sebentar. Badannya lelah.
"Dingin banget?" Riki yang peka akan gerakan-gerakan kecil Anggit angkat suara.
"Hm, iya."
"Mau gue matiin AC-nya?"
"Boleh?"
Riki tersenyum. "Boleh, lah. Lo kelihatan kedinginan banget. Mau pake jaket gue?"
"Eh?" Anggit menoleh persis ketika Riki memajukan badannya untuk menjangkau ke kursi belakang. Terkejut, Anggit memundurkan kepalanya dan menghela napas. Gila, deket banget, woy! serunya dalam hati. Begitu Riki menyampirkan jaket abu-abu tua ke tubuh Anggit, cewek itu tahu bahwa Riki tidak merasa kenapa-napa soal kejadian barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
i like it when you sleep
Короткий рассказMulanya Anggit tidak masalah dengan sistem pengacakan tempat duduk tiap beberapa waktu sekali. Namun, pendapatnya lantas berubah ketika ia mendapat teman sebangku yang tidak seru sama sekali. Namanya Riki dan Anggit harap satu bulan bakal cepat berl...