Tempat yang (tidak) Aman?

160 15 3
                                    

"Dimana?" Tanya Vitya lagi lebih tegas.
"Apartemen saya." Jawab Eza akhirnya.
"Whaaat..?!" Vitya berteriak nyaring. Apa-apaan?! Pekiknya dalam hati. Jangan-jangan id-card tadi cuma kedok. Jangan-jangan Eza ini..?! Vitya tak habis pikir,lalu mulai memukul-mukul tangan Eza. Eza masih tidak bergeming seakan pukulan Vitya itu tidak ada apa-apanya.
"Anterin aku kerumah sekarang! Aku mau pulang!" Rengek Vitya disela-sela pukulannya yang bertubi-tubi di lengan Eza. Sepertinya usaha Vitya berhasil,karena Eza mulai menurunkan laju spidometernya. Tak lama motor pun berhenti dan Vitya dengan tangkas langsung melompat turun dari motor Eza. Vitya berdiri menatap Eza tajam sambil melipat tangannya didepan dada. Eza sendiri masih duduk diatas jok motornya dengan nyaman,lalu mulai membuka helm half-facenya. Tatapan Vitya melunak sejenak menatap wajah tampan Eza seutuhnya. Kalau tadi Vitya hanya bisa menebak-nebak karena cuma bisa melihat alis dan mata Eza,dirinya kini meringis dalam hati karena merasa tebakannya meleset jauh. Eza bukan hanya tampan tapi sempurna. Hidungnya mancung dengan rahang yang tegas dan bibir tipis kemerahan alami. Dalam hati Vitya bertanya-tanya kenapa Eza malah mengabdikan dirinya menjadi agen rahasia? Padahal dirinya pasti laku keras jika menjadi aktor.
Waktu beberapa detik itu terasa lama bagi Vitya yang sedang mengagumi susunan wajah sempurna Eza. Tanpa Vitya sadari Eza yang ternyata memakai topi yang capnya digeser kebelakang, membuka topinya dan langsung memakaikannya ke kepala Vitya sambil menggelung rambut ikal panjang Vitya kedalam. Kemudian Eza membuka jaket army hijau lumutnya dan memakaikannya ke tubuh Vitya. Gerakan itu begitu cepat sampai-sampai Vitya baru tersadar ketika Eza kembali nangkring di motornya.
"Ayuk!" Ajak Eza datar kembali memakai helm half-face hijau lumutnya dan mulai menstarter Ninja Hijaunya. Vitya meneliti tubuhnya sendiri dengan bingung.
"Ini buat apa?" Tanya Vitya polos.
"Camouflage.." Jawab Eza datar. Vitya tanpa sadar mengembangkan senyumnya. Eza menatap Vitya agak lama.
"Jadi kita kerumah aku?" Tanya Vitya memastikan,masih dengan senyuman nya yang mengembang.
"Hm." Eza hanya menjawab dengan gumaman,tapi itu tidak masalah bagi Vitya. Dengan gesit Vitya naik dijok penumpang dibelakang Eza.
"Pegangan." Gumam Eza datar lalu mulai melajukan Ninja Hijaunya kerumah Vitya.

------------------------------------------

Eza menghentikan Ninja Hijaunya tak jauh dari rumah Vitya,lebih tepatnya beberapa blok dari rumah Vitya karena dilihatnya banyak sekali mobil-mobil wartawan dan stasiun tv yang sepertinya sedang sibuk menyiarkan berita penculikan putri tunggal WaPres.
Vitya mengintip dari balik bahu Eza dengan wajah heran.
"Kamu ga lapor papa kalo aku udah dislametin kamu? Kok banyak wartawan?" Tanya Vitya dengan nada bingung. Eza hanya diam lalu mematikan mesin motornya. Kemudian membuka helm half-facenya dan menggantungkannya di spion kanan motornya.
"Tunggu disini." Perintah Eza tanpa menoleh ke arah Vitya dan Vitya bisa melihat punggung Eza menjauh saat dia berlari-lari kecil mendekati salah satu mobil stasiun tv swasta.
Vitya bisa melihat Eza dari kejauhan mulai bertanya kepada kru stasiun tv tersebut. Raut wajahnya tampak berbeda,Eza terlihat ramah sambil sesekali melemparkan senyum kecilnya yang baru ini dilihat Vitya. Vitya lalu melirik jaket army hijau lumut milik Eza yang sekarang dipakainya. Bisa tercium di hidungnya wangi parfum lembut Eza yang menguar dari jaket itu. Vitya lalu mengingat sesuatu dan merogoh saku kanan depan jaket tersebut dan menemukan id-card yang tadi diperlihatkan Eza kepadanya. Vitya tersenyum. Eza. Panggilan nama itu diberikannya ke cowok yang hanya diam saja dan datar itu. Tapi sepertinya Eza tidak menolak,atau mungkin tidak perduli. Batin Vitya dalam hati. Iseng Vitya merogoh saku kiri depan dan menemukan buku notes hitam kecil berlambang 'Garuda' berwarna emas. Vitya lalu menatap sosok Eza dikejauhan yang masih asyik mengobrol dan mulai membuka buku hitam kecil itu.
Halaman pertama berisi foto Eza dengan baju seragam berwarna hitam-emas. Vitya berdecak mengamati wajah Eza yang luar biasa tampan di foto itu.
Halaman kedua berisi biodata singkat Eza. 30 April 1996? Umur Eza masih 20 tahun di tahun 2016 ini. Masih muda banget! Batin Vitya dalam hati.
Halaman berikutnya berisi riwayat pendidikan Eza. Tamat SMA di umur 14 tahun, Lulus Akademi Keagenan di umur 17 tahun dan sudah menjadi agen selama 3 tahun. Lagi-lagi Vitya mendecak kagum. Tampan, jenius, cuman kepribadiannya yang agak kaku. Well, manusia kan gak ada yang sempurna! Batin Vitya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa sadar.
Baru saja Vitya akan membalik halaman selanjutnya,sebuah tangan menarik buku hitam kecil itu dengan mulus dari tangannya. Vitya menahan napasnya sejenak mendapati Eza sudah berada didepannya sambil menatapnya tajam.
"Rumah kamu gak aman. Kayaknya ada orang dalem yang ikut campur dalam insiden tadi siang. Kita kembali ke rencana awal." Ucap Eza datar,lalu memakai helm half-facenya dan langsung melajukan Ninja Hijaunya sebelum Vitya sempat mengucapkan sesuatu.

-------------------------------------------

Mereka berdua tiba di Apartemen Raffles Residence di kawasan Ciputra World,Jakarta Selatan. Setelah menyerahkan kunci motornya ke bagian valet, Eza berhenti dan melirik Vitya sejenak.
"Apa?" Tanya Vitya polos. Eza lalu mengeluarkan smartphonenya dan mulai memindai Vitya layaknya smartphone itu metal detector.
"Apaan nih?" Seru Vitya merasa risih. Tiba-tiba smartphone itu berbunyi bip-bip ketika memindai saku rok sekolahnya. Vitya lalu mengeluarkan iphonenya dari sakunya. Dengan cepat Eza mengambil iphone itu dan menyerahkannya ke security di depan loby pintu masuk.
"Eh..hape aku..!" Pekik Vitya tidak rela menatap iphonenya yang sekarang diamankan oleh security itu. Eza lalu menarik Vitya masuk kedalam tower yang langsung menghubungkan dengan apartemen miliknya.
Vitya masih menatap Eza kesal ketika mereka sudah memasuki lift khusus penghuni Raffles Residence. Eza menekan tombol 30 dan lift pun mulai tertutup.
"Hape kamu ada pelacaknya. Kalo kamu bawa sampai ke apartemen,mereka bakal nemuin kita." Ucap Eza tanpa menatap Vitya. Vitya memandang Eza dengan tatapan ragu. Iphone itu hadiah ulang tahun dari ayahnya,jadi tidak mungkin ada pelacaknya. Kecuali kalo bukan ayahnya sendiri yang membeli. Vitya tiba-tiba teringat sesuatu.
"Mungkin gak sih kalo orang dalem yang kamu maksud asisten papa aku?" Tanya Vitya menatap Eza serius. Eza hanya meliriknya sekilas.
"Atas dasar apa?" Tanya Eza datar tanpa melihat Vitya.
"Iphone itu hadiah ulang tahun aku bulan lalu dari papa aku. Gak mungkin papa yang ngasih pelacak itu. Berarti kemungkinan asisten papa yang beli kado itu dan dia yang nyelipin ke iphone aku." Jelas Vitya panjang-lebar.
"Mungkin saja pak WaPres yang menginstal pelacak itu di hape kamu,untuk berjaga-jaga jika ada insiden seperti tadi siang." Ucap Eza datar. "Masalahnya jika dia orang dalem,maka dia punya akses ke pelacak kamu juga. Itu yang bikin gak aman." Lanjut Eza masih datar.
Tiba-tiba suara denting lift berbunyi menandakan kalau mereka sudah sampai di lantai tujuan. Baru saja pintu lift terbuka sedikit, Eza langsung menekan tombol tutup dan menarik Vitya kearah belakangnya.
"Ada apa?" Tanya Vitya terkaget-kaget dengan sikap aneh Eza. Eza langsung menekan tombol loby dan lift kembali turun. Kemudian Eza tampak sibuk mengotak-ngatik smartphonenya.
"Apartemen saya juga gak aman." Jawab Eza singkat dan Vitya pun membelalak kaget.

TBC

Haiii readers!!
Hayo loh Eza,mau kabur kemana lagi? Dimana-mana gak aman! Kayaknya kamu harus minta tolong yang jabatan nya lebih tinggi deh #saran *dipelototin Eza* >___<
Oke deh ditunggu vommentnya yah :)

Agent GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang