Bagian 4

1.6K 176 13
                                    

Ara bangun keesokan harinya tepat ketika cahaya matahari menyeruak masuk melewati korden jendela. Gadis itu menggeliat sesaat. Sejenak ia lupa kalau ia tidak berada di kamarnya.

Sampai akhirnya ia menciuma aroma yang berbeda dari ruangan yang sedang ia tempati.

Ia bangkit dengan tiba-tiba lalu menatap sekelilingnya.

Ah, akhirnya ia ingat ia sedang berada di kamar Vernon.

Mata beningnya menatap keseluruhan ruang bernuansa abu-abu itu. Rapi, minimalis, dan ... khas. Khas aroma tubuh Vernon. Tidak terlalu wangi, tidak menusuk, tapi terkesan fresh dan lembut.

Gadis itu turun dari tempat tidur dan beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka. Sesaat sebelum ia keluar dari kamar, ia sempat mengecek bayangannya di cermin. Sekedar merapikan rambutnya yang acak-acakkan.

Ia menuruni tangga dan bergerak melangkahkan kakinya menuju dapur. Berharap ia bisa membantu menyiapkan sarapan pagi.

Ketika sampai di sana, ia melihat Junghan sudah sibuk menata sarapan di meja makan.

"Maaf, aku bangun kesiangan," sapa Ara. Ia segera membantu Junghan menata piring.

Junghan tersenyum lembut. "Tak apa-apa. Hanya sekedar makan biasa," jawabnya.

"Sepi," Ara menatap sekeliling ketika menyadari tak ada celotehan dari Habin ataupun yang lainnya.

"Habin dan Dino bangun pagi-pagi sekali. Mereka jogging bersama. Mingyu dan Wonwoo masih tidur. Yang lainnya, masih ada urusan." Junghan menjelaskan.

Ara manggut-manggut.

"Ara, maaf soal semalam. Kau pasti kaget." Ucap Junghan lagi. "Kami tak bermaksud melibatkanmu dalam masalah ini. Ini di luar dugaan kami kalau kau akan ..."

"Gwaencana," potong Ara. Ia tersenyum lembut ke arah Junghan. "Vernon sudah menceritakan segalanya padaku. Dan, aku masih tetap ingin bersahabat dengan kalian. Jujur selama ini aku dan adikku merasa kesepian. Tapi sejak kita bertetangga, adikku senang sekali. Dan aku senang kita semua bisa bersahabat," jawab Ara.

Junghan tersenyum. "Suatu saat nanti kami akan pergi. Pindah dari satu tempat ke tempat lain, seperti biasanya. Tapi selama kita masih di sini, ayo nikmati saja waktu kita bersama."

Ara mengangguk. Pasti.

"Makanlah dulu. Aku akan pergi ke pasar, berbelanja untuk makan siang nanti,"

"Biar aku saja yang belanja," cetus Ara. Junghan mengibaskan rambutnya yang tergerai. "Kau? Yang belanja di pasar?"

Ara langsung mengangguk.

"Aku tidak repot. Biar aku saja yang belanja. Aku tinggal lebih lama di sini. Jadi aku tahu tempat mana yang menjual barang dengan kualitas bagus dan harga murah. Aku tahu uangmu banyak. Tapi bukan berarti kau bisa membeli sesuatu seenaknya 'kan? Kau hanya perlu mencatat apa saja yang kau butuhkan dan aku yang akan pergi ke sana," jawabnya.

Terlihat berpikir sesaat, akhirnya Junghan mengangguk.

***

Setelah menerima beberapa lembar uang dan catatan belanja, Ara melangkah dengan riang. Ia sempat berpapasan dengan Wonwoo dan Mingyu di halaman rumah. Dua lelaki tampan itu tampak berkeringat selepas jogging.

Teringat akan cerita Vernon semalam, bagaimana dua lelaki itu kesepian selama ratusan tahun, merindukan ibu mereka, Ara kembali trenyuh dan iba. Perempuan itu berjingkat, menubruk dan memeluk pria itu secara bergantian. Ia tak tahu kenapa, ia hanya ingin memeluk mereka begitu saja.

NephilimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang